35: Kiss and Tell

27.9K 1.8K 490
                                    

a/n: Aloooo! Siapa kangen Naja & Amora? Terakhir ketemu satu minggu yang lalu, ya 😮‍💨 Okai-okai ... maaf sedikit terlambat, aku ganti dengan 7.328 kata.

Semoga kalian happy, tandai TYPO 🦋

⚠️ Strong language & rape content.

⋆。 ゚☁︎。 ⋆。 ゚☾ ゚。

Jalan Raya Ir Sukarno, Jatinangor
19:12 WIB |

Kamar dekat ruang tengah itu masih diselimuti banyak oksigen, tetapi paru-paru Naja tak mampu meraupnya dengan bebas. Memaksa Naja mengunyah sesak bersama udara-udara kosong pada langit-langit kamar yang tengah ia tatap.

Air mata Naja kembali jatuh, merasakan dadanya kian mencelos kala mengingat gaungan histeris dan kemarahan Nina―Sang Bunda selepas pulang dari rumah sakit kemarin malam.

"Aku enggak bisa, mas! Sampai mati aku enggak akan pernah sanggup buat lepasin putri kita. Bahkan jika harus menunggu bertahun-tahun lagi, aku siap asal kita tetep perjuangin Neva sampai dia siuman lagi!"

"Aku yakin Neva akan sembuh! DIA PASTI SEMBUH! Kita hanya butuh waktu sebentar lagi! Dan kalau pihak rumah sakit sudah angkat tangan, kita bisa cari rumah sakit di luar negeri! Ke ujung dunia pun aku tempuh dan cari dokter terbaik untuk sembuhin Neva."

"A―Aku enggak mau nyerah, mas! Kita enggak boleh nyerah. Neva itu anakku ... bagaimana bisa mereka meminta aku menyerah kepada anak kandungku sendiri? Aku ini seorang ibu!"

"Iya Nina ... sudah-sudah, tenangkan dirimu."

Otak Naja merekamnya dengan begitu baik. Merekam suara serak, tatapan terluka, kantung hitam di bawah mata yang sembab, serta garis-garis halus penanda usia di balik butiran bedak yang tersisa di wajah Sang Bunda. Di tengah ambang harap dan asa yang semakin tertelan, Nina masih menggenggam kepercayaan kuat.

Tok!

Tok!

Tok!

Ketukan terdengar. "Kak?" Disusul suara Mario dari luar pintu kamar. "Ayah masuk, ya?"

Naja langsung menyeka air matanya dengan lengan tangan, mengubah posisi berbaringnya menjadi duduk di tepi tempat tidur. Sebelum menjawab, Naja berdehem untuk menyamarkan cekatan yang mungkin akan terdengar lewat suaranya.

"Iya."

Pintu kamar terbuka. Mario muncul dari satu bungkus plastik hitam, beserta piring dan sendok.

"Ayah beli sate ayam, dimakan dulu. Kata Om Tommy kamu belum makan dari tadi siang, kan?"

Jangankan rasa lapar, nafsu makan saja Naja tidak punya untuk sekarang ini. Namun Naja tak sampai hati menolak, ayahnya pasti sedih. Mario sudah terlihat lelah dan banyak pikiran sejak kemarin, Naja enggan menambah beban pria itu.

"Ayah udah makan?"

Tak langsung menjawab, Mario yang kini duduk di samping Naja justru membukakan bungkus sate dan memindahkan isinya ke piring, guna memudahkan putranya menyantap makan malam.

"Ayah sudah makan." Sambil menjawab pertanyaan Naja tadi, pria tersebut menyodorkan piring berisi sate ayam―lengkap dengan lontong, sambal kacang, bawang merah, dan cabai rawit.

Drunk Text (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang