40. The Provokator

19.2K 1.7K 646
                                    

a/n: selain banyak typo, maafin aku yang hobi lupa sama nama karakter sampingan 😔💔

a/n: selain banyak typo, maafin aku yang hobi lupa sama nama karakter sampingan 😔💔

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Omong-omong, selamat 1 juta pembaca. Terima kasih yaa kalian udah menyempatkan baca cerita Drunk Text hingga part ini... 😚🫶🏻

⋆。 ゚☁︎。 ⋆。 ゚☾ ゚。

Langit mendung, hawa dingin, serta angin yang berhembus kencang di luar seakan mempertegas betapa semesta ikut berduka untuk keluarga besar dan para kerabat dekat Neva. Hari ini, hari ketiga sekaligus hari terakhir bagi Naja mampu melihat raga kakaknya. Tinggal menunggu waktu, selepas prosesi tutup peti ... Neva akan dimakamkan secara kristiani.

"Bunda gimana?"

Suara serak Naja nyaris tak terdengar ketika menanyakan keadaan sang bunda kepada Om Tommy.

"Mba Nina sedang ditenangkan oleh tantemu. Kamu ke Ayahmu dulu, dia pasti juga butuh kamu," kata Om Tommy seraya mengusap pundak keponakannya.

Pendar tatap Naja lantas tertuju pada Gerald yang duduk seorang diri di sudut ruangan. Benar saja, kondisi pria dalam balutan jas hitam tersebut sangat kacau; wajahnya pucat dan tatapannya kosong. Dada Naja mencelos, merasa egois lantaran hanya memikirkan kesedihannya sendiri selama dua hari belakangan.

Dalam satu hela nafas dalam yang nyatanya masih kelewat sesak, Naja mendekat dan duduk di sebelah ayahnya. Menelisik lembut pada kantung mata sang ayah yang menghitam. Sejak tiga hari terakhir mata pria tersebut menolak untuk tidur. Sebagai kepala rumah tangga, Gerald memang menjadi sosok siaga dalam menenangkan Nina dan Naja. Akan tetapi, di hari prosesi penutupan peti Neva ... nyatanya Gerald tetap lah sosok ayah yang kehilangan seorang putri.

Pria itu hancur.

Tanpa menciptakan vokal ke udara, Naja memeluk tubuh ayahnya dari samping.

"Kenapa, kak?" Gerald mengusap kepala Naja. Khawatir kelewat sangat mendapati Naja kian memeluknya erat. Pikir Gerald, putranya ini kembali berlarut-larut pada duka serta sakit akan kehilangan hingga membutuhkan sosok ayahnya sebagai penenang.

Namun, rupanya...

"Ayah boleh sedih. Ayah juga boleh na―nangis. Ayah enggak harus selalu kelihatan kuat di depan Naja dan Bunda."

"Kak... " Suara Gerald melemah, sementara pelukan putranya makin terasa erat.

"Ada Naja di sini. Naja bakal jagain selama ayah nangis," lirih Naja sembari memberi usapan lembut di punggung ayahnya.

Karena Naja juga harus menjadi laki-laki kuat untuk melindungi kedua orang tuanya yang semakin tua...

Pada sekon selanjutnya, Gerald yang kelewat rapuh memilih untuk luruh. Pria paruh baya itu menyerah, tak lagi berusaha terlihat kuat dan memberanikan diri menangis; pada akhirnya Gerald meluapkan kesedihan dan sakitnya kehilangan dalam pelukan putra bungsunya.

Drunk Text (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang