Chapter 36

367 46 0
                                    

Keadaan Laura kini semakin tenang setelah ia menangis hebat di pelukan Alice dan juga setelah meminum teh hangat buatan Alice. Alice rela harus repot dengan keadaannya yang seperti ini demi Laura. Alice menatap Laura khawatir, Laura kini sedang menatap lantai dengan tatapan kosong dan tubuhnya juga sedikit bergetar. Alice dapat melihat cangkir teh yang dipegang Laura bergetar.

            Alice menggeser duduknya mendekati Laura, ia tersenyum hangat dan memegang tangan Laura pelan. Mata merah Laura kini menatap mata teduh Alice. "Maaf Laura, bisakah kau beritahu aku apa yang terjadi padamu? Kau benar-benar membuatku khawatir."

            Laura melepas kontak mata antar mereka, lalu meletakan cangkir yang ia pegang di lantai. Mulut Laura sedikit terbuka, seperti ingin mencoba untuk berbicara. Alice dengan sabar menunggu apapun yang keluar dari mulut Laura.

            Detik berikutnya, air mata kembali keluar dari kedua mata Laura. Laura benar-benar kesulitan bernapas saat menangis. "J-Jika kau tidak ingin memberitahu, tidak apa-apa, Laura. Tenangkan saja dirimu dulu."

            "Tidak," ucap Laura singkat. Ia menyenderkan tubuh dan kepalanya di tembok, sambil menatap Alice dengan tatapan hancur. Laura tersenyum hancur menatap Alice. "Aku pikir, hari ini merupakan hari terbaik bagiku." Alice menatap Laura, tanpa mengeluarkan sepatah katapun. "Aku mendapat nilai A di kelas Ekonomi Mikro ku. Hari ini temanku juga mentraktir aku makan siang di kantin. Aku juga mendapat pujian dari senior karena hasil kerjaku membuat design pengumuman lomba antar fakultas sangat menarik. Jadi, kupikir, ini adalah salah satu hari terbaik dalam hidupku."

            Alice tersenyum, tangannya menggenggam erat tangan Laura. "Karena aku senang, aku pun ingin membagikan kabar bahagiaku pada orang terpenting dalam hidupku, David." Laura tersenyum, hanya sebentar, lalu ia kembali murung dan meneteskan air mata lagi. "Aku menghampiri kamar dormitory-nya, sebelum aku masuk, aku mendengar suara-suara aneh tapi aku tahu apa suara itu." Laura tersenyum layaknya orang gila.           

Tak sadar Alice menggenggam tangan Laura lebih kuat. Ia tidak siap mendengar apa yang terjadi selanjutnya, namun ia juga harus tahu apa yang terjadi selanjutnya. "Kau tahu Alexandra? Teman SMP kita?"

            Alice mengangguk. "Dia ... sempat pernah menjadi kekasih David, kan?"

            Laura mengangguk. "Aku melihat mereka melakukan seks dengan kedua mataku sendiri, Alice." Laura kembali menangis terisak, Alice juga meneteskan air matanya tanpa sadar. "David melakukan itu dengan mantan kekasihnya. Aku-aku benar-benar hancur. Lututku bahkan lemas sampai aku tersungkur saat melihat mereka melakukan itu. Alice ... ini sangat menyakitkan, lebih dari apapun."

            Alice menangis lalu memeluk Laura. Ia sama sekali tidak menyangka David melakukan ini pada Laura.

"Aku sama sekali tidak menyangka ini, Alice. Kami menjalin hubungan selama tiga tahun dan aku sangat percaya pada David kalau ia tidak akan menyakitiku." Tubuh Laura bergetar hebat. "Bahkan David mengucapkan kalau ia mencintai Alexandra saat melakukan itu." Alice memejamkan matanya erat, merasakan sakit disekujur tubuhnya mendengar cerita Laura. Laura lagi-lagi berteriak sambil meremas baju yang dikenakan Alice.

            "I-I'm sorry, Laura," ucap Alice sesenggukan. "Aku—"

            "Kehadiranmu sangat aku butuhkan. Jadi tolong jangan bilang kalau kau tidak membantu sama sekali," ujar Laura disela-sela sesenggukan.

            Alice mengepal tangannya kuat, dan merutuki David habis-habisan dalam hatinya.

***

An Introvert Man's Love LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang