Chapter 10

787 88 15
                                    

Bunga-bunga di halaman rumah Alice tampak segar saat Martha mulai menyiram mereka. Di sana juga ada Alice, menatap Ibunya menyiram tanaman. Martha sengaja mengajak Alice untuk menemaninya menyiram tanaman, agar ada teman berbincang, dan Alice dengan senang hati mau menemani Ibunya.

            "Bu, tadi aku habis membaca novel yang berakhir dengan happy ending," cerita Alice. "Apakah kau percaya dengan kehidupan yang happily ever after?"

            Martha tersenyum, lalu menggeleng.

            "K-Kenapa?" tanya Alice terkejut, karena ia sangat percaya dengan adanya kehidupan yang berakhir bahagia selamanya.

            "Alice, jika cerita di novel tadi dilanjutkan, mereka itu tidak akan benar-benar berakhir bahagia. Pasti akan ada masalah dan konflik-konflik baru bermunculan di cerita mereka. Dan konflik maupun masalah, tidak akan pergi dari kehidupan kita."

            "Tapi, tentu saja kita bisa mengatasinya, kan? Apalagi kalau kita melewati masalah tersebut dengan orang yang kita sayang."

            "Tentu bisa. Tapi ada orang yang bisa melewati itu dengan mudah, ada juga yang tidak. Jadi, aku tidak percaya dengan kata-kata 'happily ever after'."

            "Tapi ... kau bahagia dengan Ayah, kan?" tanya Alice. Walaupun Martha memiliki opini yang berbeda darinya, Alice tidak peduli, ia tetap pada pendiriannya kalau sebuah kisah akhir yang bahagia itu ada. Walaupun ada masalah dan konflik, selama ia bisa melewatinya bersama orang yang ia cintai, itu bukan menjadi masalah bagi Alice.

            Martha tersenyum, kali ini menatap Alice. "Tentu saja aku bahagia hidup bersama Ayahmu, tidak ada yang kusesali dari menikahinya. Dan juga, setelah itu, aku memiliki tiga anak yang luar biasa," ujarnya masih dengan tersenyum, lalu mengalihkan pandangannya kepada bunga-bunga yang ia siram.

            Alice tersenyum mendengar Martha berbicara seperti itu. "Jadi, kau sedang menjalani kehidupan happily ever after-mu, kan?"

            "Ssstt," Martha menyuruh Alice menutup mulut. "Don't let life knows that I'm happy. If life knows, it will give me much problems after that. Because life won't let us be happy." Martha tertawa kecil, membuat Alice tertawa.

            "You're being ridiculous, Mom."

            "Good evening, Mrs. and Ms. Kent." Suara lelaki mengejutkan mereka, namun mereka kembali bernapas lega saat melihat Harry di sana. Terlebih Alice, ia sangat senang dengan kedatangan Harry.

            "Mr. Evans," sapa Martha. "Kau baru pulang kuliah?"

            "Iya, Martha. Omong-omong, halaman rumahmu indah."

            "Terima kasih." Martha tersenyum. Harry dan Alice bertatapan sambil melempar senyum mereka. Merasa tidak mau mengganggu, Martha pun memutuskan untuk rada menjauh dari mereka. "Baiklah, aku mungkin akan agak sedikit ke arah sana. Semoga kalian mempunyai perbicangan yang bagus." Martha tersenyum lalu pergi meninggalkan mereka berdua cengengesan. Sebenarnya Martha tidak terlalu pergi jauh, mereka masih bisa melihat Martha dari sini, dan percakapan mereka masih bisa Martha dengar.

            "Aku ingin bertanya sesuatu padamu," ucap Harry membuat Alice berdebar.

            "Tanya apa?"

            "Apa kau menyukai bunga?"

            "Suka. Tapi tidak sebesar rasa sukaku pada anjing." Harry tertawa mendengarnya, Alice juga.

An Introvert Man's Love LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang