Chapter 51

434 52 4
                                    

Lord, You invite all who burdened to come to you. Allow Your healing hand to heal him. Touch his soul with Your compassion for others; touch his heart with Your courage and infinite love for all; touch his mind with Your wisdom, and may his mouth always proclaim Your praise.

            Kedua tangan Alice masih terpaut satu sama lain dengan erat dan berdoa dalam hatinya untuk kesembuhan Harry.

            Jemari Harry bergerak secara kaku dan tiba-tiba. Kelopak matanya yang menutup kedua mata birunya mulai bergerak dan terbukan perlahan. Bibirnya terbuka sedikit dan dapat merasakan sakit di keujung bibirnya. Kedua mata Harry menatap sorot lampu yang langsung menyambutnya tanpa aba-aba.

            Most loving heart of Jesus, please bring Harry health in body and spirit that he may serve you with all his strength.

            Kepala Harry sedikit berdenyut dan tidak terpikir sedikitpun olehnya mengapa ia bisa berada di ruangan ini dan apa yang ia lakukan di sini. Ia ingin mengetahui di mana dirinya berada dan bersama siapa. Kepala lelaki itu menoleh ke kanan, mendapati seorang perempuan yang membelakanginya, tengah berlutut dan berdoa.

            Touch gently his life which You have created, now and forever.

            Amen.

            Alice pun perlahan membukan kedua matanya. Entah mengapa, setelah ia berdoa kali ini, ia langsung merasa lega setelah itu. Ia menghapus air matanya yang sedikit membasahi wajahnya. Ia pun berdiri, dan mengambil kalung salib yang ia letakan di sofa, dan kembali ia kenakan di lehernya. Ia memegang erat salib yang ia kenakan dan menarik napas panjang.

            Alice pun menoleh ke belakang, mata birunya membulat sempurna dan tangannya yang memegang salib pun bergetar. Bibirnya bergetar membuat senyuman dan air mata langsung memenuhi pelupuk matanya. Alice menatap Harry yang kini sedang menatapnya sambil tersenyum. Perempuan itu terkekeh dan langsung berlari kecil menghampiri Harry, lalu memeluk erat lelaki itu.

            "Akhirnya kamu siuman, Harry," ucap Alice sangat bahagia sambil memeluk Harry dan mencium bahu Harry berkali-kali. Ia menempelkan kepalanya dengan Harry, membuat Harry tertawa kecil. Tangan sebelah Harry juga memeluk Alice, mengelus punggung kecil perempuan itu sambil tersenyum.

            Pintu ruangan terbuka oleh Emily. Mulutnya menganga lebar karena tidak mengerti dengan pemandangannya di depan—Alice memeluk Harry. "A-Alice?"

            Alice dan Harry pun melepas pelukan mereka. Alice menoleh ke arah Emily dengan senyum merekah di wajahnya. "Harry sudah siuman!"

            Senyum sumringah juga tidak kalah lebar di wajah Emily. Tanpa disadari wanita itu melepas kantong plastik yang ada di genggamannya dan langsung berjalan menghampiri Harry dan langsung mencium kening putranya.

            "My baby boy."

            Harry terkekeh. "Mom."

            Alice tersenyum melihat pemandangan antara Ibu dan anak yang ada di hadapannya ini. Tak lupa ia berterima kasih berkali-kali pada Tuhan yang sudah mengabulkan doanya. Perempuan itu tak dapat berhenti tersenyum.

            Emily pun menoleh ke arah Alice. "Cepat panggilkan dokter, Alice."

            "Astaga, aku hampir lupa!" Alice langsung berlari keluar dan memanggil bantuan dokter dan beberapa suster. Emily pun menangis bahagia dan langsung memeluk Harry.

--

Setelah mendengar kabar sadarnya Harry dari koma, Sarah langsung cepat-cepat mengenakan pakaiannya setelah bercinta dengan Ethan, dan segera menyusul Harry. Sarah juga langsung mengucap syukur tanpa henti dan ia tidak dapat berhenti tersenyum selama perjalanannya menuju ruang inap Harry.

            Perempuan berambut sebahu itu membuka pintu dan melihat Harry, Alice, dan Emily sedang berbagi tawa. Timbul sedikit rasa penyesalan dalam diri Sarah saat melihat ini. Andai saja ia tidak keluyuran, ia pasti juga termasuk menjadi orang pertama yang Harry lihat setelah sadar dari koma.

            Mencoba mengabaikan perasaan menyesalnya, Sarah pun tersenyum tanpa dosa dan memasuki ruangan itu. Ia berjalan menghampiri Harry yang masih terkulai lemas di atas ranjang, namun wajah bahagianya tidak dapat ditutupi.

            "Harry, you're finally awake. Thank God for that," ucap Sarah sambil tersenyum dan memegang tangan Harry.

            Harry tersenyum. "Ya, terima kasih sudah datang." Harry mengalihkan pandangannya ke Alice. "Alice, boleh tolong ambilkan air putih?"

            Alice tersenyum dan mengangguk lalu mengambil air putih sesuai perintah Harry. Sarah pun melepas tangannya dari Harry dan menjauh sedikit dari sana. Alice membantu Harry untuk duduk perlahan dan menyerahkan air putih itu pada Harry. Harry pun menyeruput air itu sedikit lalu segera mengembalikannya pada Alice.

            Begitu Alice meletakan gelas tersebut di meja dan ingin pergi, Harry pun menahan tangan Alice, memberi isyarat agar perempuan itu tidak pergi kemana-mana. Alice menatap Harry tidak paham, namun ia mencoba untuk tersenyum di depan Harry. Tangan hangat Alice pun memegang tangan besar Harry, seakan meyakinkan kalau perempuan itu tidak akan pergi kemanapun.

            Mengerti dengan bahasa tubuh yang dilakukan antara Harry dan Alice, membuat Sarah merasa tidak nyaman. Ia pun mengusap tengkuknya. "Maaf aku tidak selalu berada di sini untuk menjaga Harry. Ya, kau tahu kan Harry, tugas kampus begitu banyak jadi banyak yang harus ku selesaikan." Sarah terkekeh.

            Baru saja Harry ingin membalas ucapan Sarah, Emily langsung menyerobotnya terlebih dahulu sambil berdiri dari kursi yang ia duduki. "Bisakah kau tidak berpura-pura mengerjakan tugas sebagai alasan kalau kau malas menjaga Harry di sini?" tanya Emily tegas tanpa senyum sedikitpun, dan menatap Sarah dari dekat dengan menantang.

            "M-Maksudmu, Emily? Aku tidak mengerti."

            "Jangan kau pikir kalau aku tidak tahu ke mana saja kau pergi kalau bukan bertemu dengan salah satu pasien di rumah sakit ini."

            Berbeda dengan ekspresi Sarah yang terkejut karena Emily mengetahui kedoknya selama ini, Harry justru heran, apa maksud Ibunya?

            "Kalau kau memang tidak ingin menjaga Harry, kau lebih baik tidak perlu datang sama sekali daripada hanya menunjukan batang hidungmu dalam dua menit dan menghilang. Jujur, aku tidak butuh itu, apalagi janji-janjimu itu," ucap Emily dengan tegas karena selama ini ia menahan untuk memaki Sarah seperti ini. "Tapi terima kasih sudah meluangkan waktumu datang ke sini."

            Sarah menatap Emily penuh amarah namun air matanya menggenang di pelupuknya. Ia merasa benar-benar malu diperlakukan seperti ini di depan Harry. Segera ia pergi meninggalkan ruangan itu lalu membanting pintu itu saat keluar, membuat mereka bertiga tersentak.

            "Bu, ada apa ini?" tanya Harry.

            Emily memegang pelipisnya. Alice pun langsung memegang kedua lengan Emily dan menatap wanita itu dengan khawatir. "Tahan, Emily, tahan emosimu di depan Harry," ucap Alice dengan suara pelan. "Kita harus bersenang-senang merayakan hal ini, oke?" tanya Alice lalu tersenyum. Emily pun tersenyum dan mengangguk.

            "Maafkan Ibu, Harry. Anggap saja kejadian tadi tidak ada."

Emily tersenyum lalu berdiri di sebelah kiri Harry dan Alice berada di sebelah kanan lelaki itu. Harry tersenyum, lalu kedua tangannya memegang kedua tangan perempuan yang berada di sisi-sisinya. Harry pun menatap Ibunya. "Bu, saat aku terbangun tadi, aku melihat malaikat sedang berdoa untukku." Dahi Emily berkerut tanda tak paham, sementara pipi Alice memerah layaknya tomat.

"Kau serius? Malaikat? Seperti apa bentuknya?"

Harry menoleh ke arah Alice dan tersenyum, juga menggenggam tangan perempuan itu lebih erat. "Seperti dia, sama persis." Alice tersenyum dengan pipi meronanya. "Alice berdoa untukku."

Emily tersenyum menatap Harry lalu menatap Alice. "Terima kasih banyak, sayang."

Alice hanya mengulum senyum sambil menunduk, menutupi rasa malunya terhadap dua orang yang ada di hadapannya.

****

An Introvert Man's Love LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang