Chapter 31

439 54 9
                                    

"Oke Princess, tugasku sudah selesai," ucap Harry lalu berhenti mendorong kursi roda Alice begitu sampai di teras rumah wanita itu. "Sekarang aku harus berangkat ke kampus."

Alice tersenyum menatap Harry. "Aku berharap bisa menghabiskan waktu lebih lama bersamamu, Harry."

"Aku juga." Harry menampakkan wajah sedih. "Aku akan sangat merindukanmu, Alice."

"Tapi kau harus fokus pada kegiatan belajarmu. Aku mencintaimu."

Harry mengecup bibir Alice singkat. "Aku lebih mencintaimu. Aku duluan, ya. Sampai nanti, kesayanganku."

Alice terkekeh. "Sampai nanti, Harry." Harry pun meninggalkan Alice menuju mobilnya, dan Alice menatap kepergian Harry sampai mobil itu sudah tidak terlihat lagi dari pandangannya. Alice menghela napas panjang, lalu perlahan menggerakan kursi rodanya memasuki rumah.

Ia tersenyum menatap Riley yang kebetulan sedang berjalan dari arah dapur, namun Riley tidak memberikan senyum sedikitpun, dan Alice juga sudah terbiasa dengan itu. "Bagaimana kakimu? Apakah sudah bisa digunakan?" tanya Riley tanpa tersenyum sedikitpun.

"Tentu saja belum, Riley. Aku harus melewati beberapa tahap terapi dulu baru aku bisa berjalan."

"Oh."

"Di mana Ibu?"

"Sedang pergi, ada urusan."

"Mia?"

"Dia juga memiliki urusan. Tidak sepertimu yang hanya menganggur dan menghabisi duit orang tua untuk melakukan terapi tidak bergunamu itu." Alice menelan ludahnya dengan berat, seakan ucapan menusuk Riley barusan ia telan bulat-bulat.

"Ya sudah, terima kasih informasinya, Kak."

"You should leave Harry," ucap Riley membuat Alice berhenti menggerakan kursi rodanya. Wanita itu menoleh menatap Riley dengan tatapan tidak paham.

"Ada apa?"

"Apanya yang apa?"

"Kita sama sekali tidak bertengkar bahkan berbicara sedikitpun mengenai Harry sebelumnya dan mengapa kau tiba-tiba bicara seperti ini, Riley?"

"Aku hanya merasa kasihan padanya," ucap Riley lalu berjalan satu langkah lebih dekat dengan Alice. "Harry adalah pria yang sempurna. Ia tampan, pintar, juga baik. Dan kau," Riley memutuskan kalimatnya dan menatap Alice, "apa kau merasa sederajat jika dibandingkan dengannya?"

Alice terdiam, menahan rasa sakit hati yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Ia selalu berpikir kalau ia memang tidak sebanding dengan Harry, namun ia berusaha mengenyahkan pikiran itu. Tapi begitu orang lain ada yang membahasnya, Alice semakin yakin kalau ia tidak ada apa-apanya dibanding Harry.

"K-Kau seharusnya tidak bicara seperti itu, Riley."

"Kenapa? Karena aku benar? Hm?" tanya Riley tanpa senyum. "Kau tahu, Harry diejek oleh teman-teman kampusnya karena mereka tahu Harry berkencan dengan seorang wanita cacat yang merepotkan." Tubuh Alice langsung sedikit bergetar. "Teman-temannya juga meninggalkannya karena merasa Harry bodoh dan mempermalukan mereka."

"I-Itu tidak benar. Harry tidak pernah berbicara tentang hal itu padaku."

Riley tertawa sinis. "Tentu saja tidak. Ia tidak mau menyakitimu."

"Lagipula, bagaimana kau bisa berbicara seperti ini, Riley? Kau bahkan bukan teman satu kampusnya."

"Aku teman satu kampusnya." Seorang wanita datang dari arah dapur dengan rambut hitamnya, membuat Alice terkejut. Itu Sarah. "Aku melihat bagaimana Harry dikucilkan di kampusnya karena teman-temannya tahu kalau ia berkencan dengan wanita yang-ya, kau tau seperti apa wanita itu." Riley tertawa mendengarnya.

An Introvert Man's Love LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang