Chapter 11

715 83 11
                                    

Alice sudah mengganti pakaiannya yang dibantu oleh Martha. Namun kali ini ia tidak ingin memastikan dirinya cantik di cermin. Ia tidak peduli dengan penampilannya pada Harry. Toh, belum tentu Harry akan tertarik pada penampilannya.

            "Mom, how do you find Harry?"

            "Hmm, dia anak yang baik, ku rasa dia bisa membuatmu bahagia. Dia juga terlihat pintar. Selain itu, dia juga memiliki manner yang bagus, dan itu adalah sesuatu yang diperlukan oleh seorang pria. Sejauh ini, aku menyukainya."

            "Menurutmu, apakah aku bisa hidup bahagia bersamanya nantinya?"

            "Mungkin saja bisa. Dia sangat perhatian dan baik padamu. Dia tahu bagaimana cara membuatmu senang."

            "Dan kurasa ia melakukan hal itu pada semua orang," ujar Alice. "Dia memang memiliki hati yang baik, Bu, jadi wajar saja kalau ia melakukan itu padaku. Tapi, aku tetap bukan orang yang spesial baginya."

            Martha tersenyum, ia tahu putri bungsunya ini sedang jatuh cinta pada tetangga barunya. "Tapi menurutku, kau adalah yang spesial baginya."

            "Bagaimana Ibu bisa tahu?"

            "Dia memang baik ke semua orang. Dia baik ke Riley dan juga Mia, kan? Tapi mengapa dia hanya mengajakmu pergi tapi tidak mengajak kakak-kakakmu? Padahal Riley kan belakangan ini sering mengirim pesan dengan Harry."

            Alice merasa dirinya sedikit spesial setelah Ibunya berkata seperti itu. Namun detik berikutnya, ia cepat-cepat menghapus perasaan itu. "Aku tidak tahu, Bu."

            "Dia adalah pria pemalu, Alice. Tidak semudah itu baginya untuk menyatakan dan menunjukan perasaannya terang-terangan pada gadis yang ia suka. Ibu memang tidak bisa mengatakan seratus persen kalau ia menyukaimu, tapi Ibu tahu, kau adalah salah satu orang yang spesial bagi Harry."

            "But how can I predict him?"

            "Shy guy is more difficult to predict than those player guys," ucap Martha. "And trust me, that flower he gave you, he has truly bought it for you." Alice membeku mendengar ucapan Ibunya, ia tidak tahu kalau Martha mendengar perbincangan mereka tadi. "Ia benar-benar memiliki niatan untuk memberimu bunga, hanya saja ia malu untuk memberimu bunga tanpa alasan. Ia hanya takut kalau kau akan ilfeel dengannya dan menjauh darinya."

            "Bagaimana kau bisa tahu? Belum tentu yang kau ucapkan ini benar."

            "Percayalah padaku," ucap Martha penuh penekanan. "Sekarang kau pikir, apa ada lelaki yang iseng melihat bunga cantik di toko bunga, lalu rela membuang uangnya untuk membeli bunga itu tanpa tujuan? Kalau dia wanita, maka cerita dia barusan sangat masuk akal. Tapi, sayangnya dia pria. Tidak ada pria sejati manapun yang membeli bunga tanpa tujuan kecuali ingin ia berikan ke seorang perempuan."

            Alice kali ini menyetujui pernyataan Ibunya dan ia tidak bisa mengelak. Ia tidak tahu, haruskah ia berkepala besar dengan hal ini, atau tetap menahan tubuhnya untuk tidak terbang. "A-Aku tidak tahu. Aku lebih baik keluar sekarang karena pasti Harry sudah menungguku."

            Martha tersenyum. "Baiklah." Ia membukakan pintu kamar Alice. "Selamat bersenang-senang."

--

"Wahh banyak anjing kecil lucu di sini!" ujar Alice dengan penuh antusias. Harry selalu senang melihat mata dan wajah antusias Alice. Mungkin kalau gadis itu bisa berjalan normal, ia akan berlari dan duduk di antara anjing-anjing kecil itu. Tempat ini adalah Taman Anjing, di mana banyak anjing terawat berkeliaran di taman itu dan para pengunjung bisa bermain dengan mereka.

            Harry menggendong salah satu anjing berbulu putih yang lucu dan menggemaskan, lalu ia berikan pada Alice. Gadis itu dengan bahagianya menggendong anjing lucu yang baru saja ia kenal, namun sudah ia anggap sebagai sahabatnya sendiri. "Aku harap aku bisa membawamu pulang dan menjadi teman baikku di rumah, Snowy," ujar Alice menyebut nama anjing itu setelah melihat tulisan di kalungnya yang menyertakan namanya.

            "Mengapa kau tidak pelihara anjing saja?" tanya Harry lalu duduk di kursi panjang sambil mengelus salah satu anjing golden yang sedang duduk di dekatnya.

            "My family doesn't like animals and I don't know why. Hanya aku satu-satunya yang sangat menyukai hewan peliharaan," jawab Alice masih bermain dengan Snowy di pangkuannya."Aku rasa, rumahku di masa depan—dimana aku sendirian di sana—akan dipenuhi oleh anjing-anjing lucu."

            Harry tertawa. "Aku setuju. Aku rasa rumah akan menjadi lebih menyenangkan jika ada anjing bersama kita." Harry berucap seakan ia sedang membuat rencana masa depannya bersama Alice.

            "Ngomong-ngomong, terima kasih banyak atas apa yang sudah kau lakukan padaku," ucap Alice tiba-tiba dengan senyum manisnya. "Kau selalu saja membuatku senang. Maafkan aku, aku belum bisa memberikanmu kesenangan. Aku janji, suatu saat nanti aku akan membuatmu senang sama seperti yang kau lakukan padaku."

            Harry tersenyum. "Kau cukup selalu hadir, tersenyum, bahagia, dan menemaniku, maka kau sudah sukses membuatku bahagia."

            Senyum Alice lebih mengembang dari sebelumnya, dan jantung gadis itu berpacu dengan cepat.

***

Siang itu, Alice sedang menenun di teras rumahnya. Ia ingin membuat syal untuk masing-masing keluarganya karena musim gugur semakin hari semakin dingin. Beginilah Alice, jika benar-benar tidak tahu harus mengerjakan apa, ia pun akan melakukan sesuatu yang produktif dan berguna.

            "Permisi." Suara lembut seorang perempuan membuat konsentrasi Alice pecah dan perhatiannya teralihkan pada gadis berambut hitam itu.

            "Ya? Ada yang bisa ku bantu?"

            "Iya, aku sedang mencari seseorang. Perkenalkan dulu, aku Sarah Dormer," ujar Sarah lalu mengulurkan tangannya untuk berjabat. Alice tertegun mendengar nama Sarah dan jantungnya terasa jatuh dari tempatnya. Perasaannya mulai tidak enak.

            Tapi kan, bisa saja itu bukan Sarah temannya Harry.

            "M-Maaf," ujar Sarah lalu menarik kembali tangannya, mengira Alice tidak ingin menjabat tangannya.

            "T-Tidak," balas Alice cepat sambil terkekeh dan mengulurkan tangannya. "Aku Alicia Kent. Ingin bertemu dengan siapa?"

            "Apakah ini rumah tempat Harry Evans tinggal?"

            Jantung Alice kembali berdebar dan pikirannya langsung melayang ke mana-mana. Sarah datang mencari Harry, pasti mereka ada urusan sesuatu, atau pasti Harry yang meminta Sarah datang menemuinya karena Harry ingin berlama-lama bersama Sarah. Pasti—

            "M-Maaf, benarkah ini rumah Harry Evans?"

            Alice langsung sadar ke dunia asli. Ia merutuki dirinya sendiri karena sudah melamun layaknya orang idiot sebanyak dua kali. "B-Bukan, Sarah. Ini adalah rumah keluarga Kent." Alice menatap rumah yang berdiri di depan rumahnya. "Itu adalah rumah Evans," ucap Alice dengan senyum sambil menunjuk rumah Harry.

            "Oh, astaga," ucap Sarah lalu menepuk jidatnya dan tertawa. "Maafkan aku telah mengganggu waktumu. Terima kasih banyak, Alicia."

            "Sama-sama." Alice tersenyum lalu melihat kepergian Sarah menuju rumah Harry. Sebenarnya, Sarah sudah tahu yang mana rumah Harry dengan mencocokan nomor rumah dan alamat rumahnya yang tertera di kertas. Namun karena ia mengingat Alice di taman bersama Harry pada malam itu dan ia melihat Alice ada di teras rumahnya, gadis itu sengaja menghampiri Alice dan menanyakan alamat rumah Harry. Sebenarnya itu peringatan secara tidak langsung, bahwa ada perempuan lain yang dekat dengan Harry selain Alice.

Setelah itu, Alice tidak memiliki mood sama sekali untuk melanjutkan membuat syal.

****

An Introvert Man's Love LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang