Chapter 19

767 62 8
                                    

"Jadi, kita ini apa?" tanya Alice sambil bersandar di dada telanjang Harry. Harry tertawa, sedari tadi tangannya juga mengelus kepala Alice lembut. Ia sangat menyayangi wanita itu.

            "A boyfriend and his girlfriend?" Alice terkekeh lalu mendongak menatap Harry, dan kembali bersandar lagi di dada kekasihnya. Harry senang melihat wajah cerah milik Alice. Entah bagaimana, kecantikan Alice sangat terpancar malam ini.

            "Jadi, ini yang pertama ya untuk kita?" tanya Alice terkekeh, begitu juga dengan Harry. "Memangnya sebelumnya kau belum pernah jatuh cinta? Atau...?"

            Harry menghela napas panjang. Ia jadi mengingat masa SMA-nya saat ia pertama kali benar-benar menyukai seorang perempuan. Tapi mengingat apa yang perempuan itu lakukan pada Harry membuat Harry menghela napasnya panjang.

            "Aku pernah, saat masih SMA. Tapi, dia tidak menyukaiku."

            "Kenapa?" tanya Alice lalu kini menatap Harry. Tentu saja ini aneh bagi Alice, karena bagi Alice, Harry adalah sesosok pria yang patut dicintai. Apakah ada alasan lain mengapa Harry tidak disukai?

            "Karena—" Harry langsung berhenti berucap, lalu menggeleng. "Tidak. Kau pasti tidak akan menyukai juga kalau kau tahu alasan ini."

            "Apa, Harry?" tanya Alice hati-hati.

            Harry menggeleng lalu menghindari kontak matanya dengan Alice. "No. You will leave me. You will mock me like she did."

            "Tidak akan," balas Alice meyakinkan. "Aku mencintaimu. Aku harus tahu apa kekurangan dan kecacatanmu. Dan mungkin, aku bisa membantumu melewatinya." Alice menatap mata Harry lekat-lekat, sangat meyakinkan lelaki itu kalau Alice akan selalu ada untuknya.

            Harry menghela napas panjang. "Dulu, aku termasuk salah satu anak yang bisa dibilang ... nerd. Aku pendiam, aku lebih suka kesepian dan ketenangan, seperti perpustakaan. Aku tidak suka banyak orang, aku lebih suka membaca buku daripada bergaul. Sebenarnya, sampai sekarangpun aku begitu. Kau tahu, pesta Sarah yang kuajak kau untuk datang bersamaku? Kau tahu persis kan kalau aku sebenarnya tidak ingin berada di sana. Aku juga bersyukur kau mengajakku ke tempat lain setelah itu. Tapi, mungkin aku akan mencoba merubah diriku, kalau kau mau."

            Tidak seperti yang Harry kira, Alice justru terbahak-bahak. Harry hanya dapat menyatukan alisnya melihat respons kekasihnya itu. "Kurasa tidak ada yang lucu," ucap Harry.

            "Tentu saja itu lucu, Harry," balas Alice. "Jadi, hanya itu? Hanya karena kau pendiam, suka membaca buku, dan tidak pandai bergaul, gadis itu menolakmu dan mengejekmu?"

            Harry mengangguk. "Setelah itu, kepercayaan diriku menurun lebih drastis lagi dari sebelumnya. Aku benci diriku sendiri."

            "Tapi aku mencintai dirimu." Alice tersenyum. "Harry, aku tidak ingin kau berubah hanya demi dicintai oleh seseorang. Selama apa yang kau lakukan bukan hal negatif, maka kau tidak perlu berubah." Harry terpaku mendengar ucapan Alice. "Aku cinta kau. Kau, Harry, bukan orang lain, bukan Harry yang berubah, bukan Harry yang diubah. It just you, yourself, your body, your mind, and your soul."

            Harry tersenyum, jantungnya juga berdebar mendengar lontaran Alice. Alice dapat merasakan itu. Harry langsung mencium kening Alice penuh kasih sayang. Dalam hati, ia berterimakasih pada Tuhan karena telah mempertemukan dirinya dengan gadis di dekapannya ini.

            "Terima kasih banyak, Alice. Aku merasa sangat beruntung bertemu dan dicintaimu," ujar Harry lalu tersenyum. Alice pun tersenyum, kini ia merasa dirinya sangat berguna bagi orang lain. "Kalau kau? Apakah kau pernah pacaran sebelumnya? Atau sama seperti aku?" tanya Harry.

            Senyum Alice langsung memudar seketika. Teringat betapa buruk kenangan yang ia miliki bersama kekasihnya saat masih awal-awal menginjak masa SMA dulu. Ia menelan ludahnya.

            "Tidak. Tidak ada." Hanya itu yang keluar dari mulutnya sebelum pikirannya kembali terperangkap dalam masa lalunya.

***

Sekotak bekal berisi stroberi dan blueberry kini berada di pangkuan Alice. Gadis itu memetik buah hasil yang telah ditanam oleh Ibunya. Ia ingin memberikan buah-buah ini untuk Harry, setelah mendapat izin dari Martha.

            "Selamat pagi, Harry."

            Harry menoleh terkejut mendengar sapaan yang tak ia duga ini. "Halo cantik, selamat pagi," balas Harry dengan senyumnya yang membuat Alice tersipu malu.

            "Kau mau pergi kuliah, ya?"

            Harry mengangguk. Mobilnya yang mesinnya sedang dipanasi membuat Alice menyimpulkan kalau Harry ingin pergi. "Jangan cepat rindu denganku, ya."

            Alice terkekeh. "Kurasa, kau yang akan cepat rindu denganku. Pasti saat di kelas nanti, kau akan memikirkanku terus dan tidak akan fokus dengan apa yang kau pelajari."

            "Tingkat percaya dirimu terlalu tinggi, Alice." Alice terkekeh, lalu ia segera memberikan kotak bekal yang ia bawa tadi pada Harry.

            "Ibuku menanam buah-buahan ini, dan aku ingin memberikannya padamu. Semoga kau suka."

            Harry tersenyum menerima pemberian Alice. Sekecil apapun pemberian dari kekasihnya, selalu sukses membuat hati Harry berbunga-bunga. "Terima kasih banyak Alice, dan juga untuk Ibumu. Ibuku juga akan suka dengan buah-buahan ini. Terima kasih, ya."

            "Sama-sama, Harry."

            "Oh, Aku hampir lupa. Aku ingin menunjukanmu sesuatu." Harry mengambil tas ranselnya yang sudah sempat ia masukan ke dalam mobil. Ia membukanya dan mengambil selembar kertas dari sana. Alice menatap segala pergerakan Harry dengan penasaran. "Here, you should check this doctor."

            Alice menerima lembaran kertas tersebut. Ia membaca judulnya yang menyatakan kalau ada treatment baru bagi orang berkaki lumpuh agar dapat menggerakan kakinya kembali. Jantung Alice berdegup kencang hanya dengan membaca judulnya, dan juga melihat foto sepasang kaki yang tampak ditahan dengan sebuah belt, namun sepasang kaki itu menggantung. "Sebenarnya, Dr. Reggie Edgerton adalah orang Amerika, namun salah satu timnya adalah orang Inggris. Jadi, dia ada di sini. Baca saja selanjutnya, aku lupa siapa namanya."

            "T-Terima kasih banyak," ujar Alice sedikit serak. "Ini sangat memberikanku harapan."

            Harry tersenyum. "Tanyakan dulu pada orang tuamu dan rundingkan terlebih dulu. Kalau kalian setuju, aku akan menemanimu dan membantumu sampai kau bisa benar-benar sembuh dan melewati ini semua."

            Alice menarik napas panjang sambil tersenyum. "Terima kasih banyak, Harry. Doakan saja semoga semua berjalan dengan baik."

            "Pasti, Princess. Ya sudah, aku harus berangkat kuliah sekarang. Doakan aku juga agar bisa fokus belajar dan tidak memikirkanmu." Alice tertawa, membuat matanya menghilang. Pemandangan yang ada di mata Harry ini sangatlah manis, membuat Harry tersenyum melihatnya.

            "Baiklah, hati-hati selama perjalanan."

            Harry tersenyum, mengacak pelan puncak kepala Alice, lalu ia memasuki mobilnya. Alice pun memundurkan kursi rodanya, dan kembali pulang ke rumahnya.

****

akhirnya kembali lagi setelah sibuk uas :p double update ya!

An Introvert Man's Love LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang