Selesai dengan Farhan, Purba segera melangkahkan kakinya ke luar kelas. Beberapa detik di luar, dia kembali lagi ke kelas dan menarik tangan Ainun yang telah berjongkok di depan Farhan. Melihat tangannya yang ditarik paksa oleh Purba, Ainun hanya bisa mengekor di belakangnya pasrah. Cengkeraman Purba terlalu kuat untuk dilawan. Semua yang berada di kelas menyaksikan kejadian itu dan saling berbisik menduga apa yang telah terjadi di sana.
Purba membawa Ainun ke gazebo tengah laboratorium faal. Purba duduk lalu berbaring di sana. Dia pejamkan mata dan menarik nafas dalam. Ainun masih berdiri mematung tanpa tahu harus melakukan apa. Dia lihat wajah Purba yang penuh luka dan darah yang menghias.
“Aku beli obat dulu.” Kata Ainun setelahnya.
Purba tak bersuara. Dia tahu, mencegah Ainun untuk saat itu adalah perbuatan yang percuma. Dia membuka matanya saat langkah kaki terdengar menjauh dari tempatnya berada. Dia angkat kepalanya untuk memastikan ke mana arah yang perempuan itu tuju. Dia tersenyum sekilas lalu kembali berbaring.
Beberapa saat kemudian, Ainun datang dengan sekantong plastik berisi kapas, revanol, betadine, dan plester. Dia hampiri Purba yang masih berbaring di gazebo itu.
“Ba, bangun. Aku obati luka kamu dulu.” Ucap Ainun sambil menggoyang bahu Purba.
Mata Purba terbuka dan dia pun duduk. Ainun mengambil posisi di sebelah kiri Purba. Dia keluarkan satu persatu barang yang dia beli. Setelah menuang revanol di atas kapas, Purba tiba-tiba meletakkan kepalanya di atas pangkuan Ainun. Terkejut dengan apa yang dilakukan Purba, Ainun mematung di sana. Dalam hati Ainun bertanya, apa yang dilakukan Purba?
“Bernafas Ai!” Perintah Purba pada Ainun. Ainun mengerjapkan matanya berulang kali dan tersadar bahwa dia memang menahan nafas sedari tadi.
“Kepalaku sakit kalo tidur langsung di papan. Aku pinjem kaki kamu ya buat bantal.” Ucap Purba tanpa membuka matanya.
Jantung Ainun berdetak lebih cepat dari biasanya. Dia menggeleng-gelengkan kepala dan segera membersihkan luka di wajah Purba dengan tangan yang gemetar. Ainun kesal karena tak mampu menolak dan mengatakan apa-apa, seolah kerbau yang dicocok hidungnya.
Ainun membersihkan luka-luka itu perlahan. Dia telusuri wajah milik Purba. Ainun baru sadar jika Purba memiliki wajah yang cukup tampan, dengan alis tebal dan hidung proporsional yang mengisi wajahnya. Dia amati wajah itu dan tersenyum dengan sendirinya.
Selesai dengan pekerjaannya, Ainun membereskan barang-barang itu dan dia masukkan kembali ke dalam kantong plastik. Matanya menerawang jauh mengingat kembali peristiwa tadi. Dia merasa menyesal karena harus megakibatkan masalah yang amat buruk untuk temannya sendiri. Harusnya hal sepele seperti itu tak pernah terjadi andai dia bisa fokus tanpa memikirkan kembali hubungannya dengan Diva.
Angin semilir berhembus pelan melewati gazebo yang berisikan Ainun dan Purba. Menambah kenyamanan yang amat dirindukan oleh Ainun sejak lama. Ainun memejamkan kedua matanya dan menikmati keadaan itu.
Tiba-tiba dia teringat kejadian kemarin saat tanpa sengaja harus bertemu dengan Diva dan Melly di Plaza Surabaya. Ainun dan Tante Dian awalnya tidak peduli dengan kehadiran mereka berdua. Tapi sepertinya mereka memang tidak ingin diabaikan.
Tanpa undangan, tanpa ajakan, mereka tiba-tiba duduk di kursi yang sama yang Ainun dan Tante Dian duduki. Dengan senyum penuh kemenangan, Melly menarik kursi di sebelah Ainun dan duduk di sana. Sedangkan Diva? Awalnya dia hanya mematung dan mengajak Melly pergi dari sana, tapi Melly menolaknya.
“Kenapa kita harus pergi Div? Kan tante kamu ada di sini. Makan bersama sekali-kali kan nggak apa-apa. Iya kan Te?” Tanya Melly dengan nada yang menjijikkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ijinkan Aku Memilikimu (COMPLETED)
Jugendliteratur"Jadilah takdirku. Yang akan selalu menemaniku. Sampai Malaikat Maut menjemputku." -Ainun2018-