Ratih mengetuk pintu kamar Dewa. Ia mendapati anaknya itu tengah terpejam di atas ranjang dengan memeluk mukenah yang terakhir kali Ainun pakai.
"Sayang, udah ashar. Kamu nggak sholat?" Tanya Ratih dengan membelai wajah Dewa.
"Sebentar Mah."
Ratih mencoba mengerti dengan keinginan anaknya. Tentu bukan hal yang mudah bagi Dewa untuk menjalani hari seperti biasa seolah tak terjadi apa-apa.
"Yaudah, Mamah keluar dulu. Kalo ada apa-apa, panggil Mamah aja."
Dewa diam sebagai jawaban. Matanya masih terpejam. Tangannya masih memeluk erat mukenah berwarna putih yang dulu ia berikan sebagai mahar untuk Ainun.
Pintu kamar Dewa terdengar ditutup dari luar. Dewa pun membuka matanya dan sebuah air mata mengalir begitu saja.
"Padahal baru sehari kamu ninggalin aku Ai. Tapi rasanya udah bertahun-tahun." Dewa bangkit dan mengusap pipinya yang basah.
Ia berlalu menuju kamar mandi untuk berwudhu dan segera mendirikan sholat. Setelah itu, ia berdo'a untuk kemaslahatan dirinya, keluarga, juga istrinya yang jauh di sana.
Selesai dengan semua itu, Dewa mengambil kunci mobil dan berlalu meninggalkan rumah menuju ke tempat Ainun berada.
***
Dewa kini duduk di sisi makam dengan membawa rangkaian mawar putih. Dewa menceritakan keadaannya setelah di tinggal Ainun. Seolah-olah, orang yang diajaknya berbicara benar-benar berada di depannya.
"Aku pulang dulu ya Ai. Bentar lagi udah maghrib. Kamu baik-baik di sana. Besok aku ke sini lagi kok. Aku sayang sama kamu." Ucapan Dewa diakhiri dengan pelukan panjang untuk nisan di hadapannya.
***
"Assalamu'alaikum sayang. Aku datang lagi." Dewa baru saja datang dengan membawa sesuatu di tangannya.
Dewa meletakkan rangkaian mawar putih di atas gundukan tanah itu.
Seperti kemarin, Dewa bercerita tentang apa saja yang dilakukannya selama Ainun tak lagi ada. Bagaimana perasaannya. Dan bagaimana usaha keluarganya untuk membuat Dewa kembali ceria seperti hari-hari sebelum Dewa kehilangan Ainun.
Tak lama kemudian Dewa pamit. Lalu pergi dari tempat itu.
***
Hari-hari berikutnya, Dewa melakukan rutinitas yang sama. Setiap selesai melakukan sholat ashar, ia akan mengunjungi Ainun dengan rangkaian mawar putih di tangannya lalu menceritakan apa saja yang dilakukannya di hari itu.
Satu minggu setelah kepergian Ainun, Dewa sudah kembali bekerja. Berusaha mencari kesibukan agar tak terus-terusan memikirkan kekasihnya yang telah tiada.
"Maafin aku ya Ai. Aku ga bisa bawain kamu mawar hitam. Di sini nggak ada yang jual. Sebenernya aku mau ke Malang buat nyari mawar hitam kesukaan kamu. Tapi orang tua kita belum ngijinin aku buat pergi jauh.
"Gimana kabar kamu di sana? Baik-baik aja kan? Semoga seperti itu. Hari ini aku udah mulai kerja lagi. Grace titip salam buat kamu. Maaf katanya, belum sempet ke sini.
"Kamu tau Ai? Dari sekian banyak hal yang pernah aku alami di dunia ini, kamu adalah salah satu hal yang membuat aku saaaaangat bahagia. Sebenarnya, sebelum di dalam bus itu, kita udah pernah ketemu loh Ai. Waktu itu kamu nangis, dan nabrak aku gitu aja. Rasanya aku pingin ngehapus air mata kamu waktu itu. Tapi aku tau, aku bukan siapa-siapa dan bahkan kita pun nggak saling kenal.
"Dan baiknya, Allah mempertemukan kita lagi. Sampai akhirnya kita menikah beberapa waktu lalu, meskipun harus melewati banyak drama terlebih dahulu hehehe...
"Ai. Aku kangeeen banget sama kamu. Kira-kira, kamu kangen nggak ya sama aku? Apa kamu udah ketemu bidadara-bidadara di sana? Ah. Aku pasti kalah telak dibandingkan mereka.
"Kapan ya Ai kita bisa ketemu lagi?" Kalimat Dewa terhenti ketika sebuah air mata lolos begitu saja dari pelupuk matanya.
"Aku pulang ya. Aku mencintaimu."
***
Makam Ainun terlihat begitu indah karena dipenuhi oleh mawar-mawar putih yang begitu banyak. Dewa tak pernah absen untuk berkunjung ke makam istrinya dengan membawa mawar putih.
Namun ketika memasuki minggu ketiga Ainun pergi, Dewa tak setiap hari datang ke sana. Entah apa yang membuatnya berubah. Tak ada satupun yang tau. Mungkin kesibukannya di kantor menjadi salah satu penyebab absennya ia untuk mengunjungi Ainun.
Sampai suatu hari, mawar-mawar di atas gundukan makam Ainun tampak banyak yang layu dan mulai mengering. Tak lagi ada mawar segar di sana. Tak lagi ada Dewa yang menceritakan hari-harinya di sana.
***
1 bulan kemudian
Hari ini tempat itu didatangi banyak orang (lagi). Apalagi jika bukan karena ada penghuni baru di sana. Semua yang datang terlihat begitu bersedih dan mengeluarkan air mata.
Meski Dewa tak lagi datang ke tempat Ainun, paling tidak kini Ainun memiliki teman baru di sampingnya. Gundukan tanah yang masih basah itu ditinggalkan satu per satu oleh pelayat. Hanya menyisakan angin yang masih setia untuk berada di sana
Tapi tunggu dulu, nisan itu...... Nisan itu bertuliskan
Dewa Suhendra
Bin
Suhendra------------------------------
02.06.19
12.26 p.m
LamonganYaaaay akhirnya cerita ini selesai heuheu. Terima kasih buat semuanya yang udah mengapresiasi cerita ini. Demi apapun aku nggak pernah nyangka bakal tembus 1k. Aku terharu masa:((
Kasih kritik dan saran dong buat aku, mungkin ada banyak hal yang mau temen2 sampaikan, biar di cerita selanjutnya ga terulang lagi kesalahan yang sama hehe
Jangan lupa baca cerita aku yang kedua, judulnya Love, Hate, Love u more.
Terima kasih teman-teman semuaaaa💕💕💕💕💕
I love u with the whole of my heart❤
-frd
KAMU SEDANG MEMBACA
Ijinkan Aku Memilikimu (COMPLETED)
Teen Fiction"Jadilah takdirku. Yang akan selalu menemaniku. Sampai Malaikat Maut menjemputku." -Ainun2018-