I A M 19

1.9K 59 1
                                    

Langit bulan November memang selalu tampak menyedihkan. Hampir setiap hari awan-awan hitam berkumpul di angkasa untuk menutupi sinar matahari. Membuat banyak manusia lebih memilih untuk bermalas-malasan di rumah, mengabaikan tanggung jawab dan pekerjaan di depan mata.

Dewa masih berdiri di ambang jendela. Ia perhatikan dengan teliti setiap rintik hujan yang mulai jatuh membasahi rumput dan beberapa burung yang mencoba berlindung di dalam rimbunnya dedaunan pohon jambu air.

Setelah mengungkapkan niat yang ia miliki kepada kedua orang tuanya, Dewa dilanda gelisah. Gelisah menunggu jawaban dari mereka berdua.

"Dewa. Kamu bener-bener yakin sama keputusan kamu?" Tanya Ratih lagi. Entah sudah berapa kali pertanyaan ini ia ucapkan kepada anaknya. Bahkan, Dewa sendiri sudah mulai bosan mendengarnya.

"Mi. Dewa yakin. Dewa bener-bener yakin sama keputusan Dewa. Yang Dewa minta untuk saat ini hanya satu. Restu dari Mami dan Papi." Jawab Dewa setelah berbalik dan menghampiri Mami dan Papinya yang duduk di kursi ruang tamu.

"Tapi kamu tau sendiri Wa. Kamu sama Ainun itu beda. Dengan perbedaan sejauh itu, apa kamu sanggup? Wanita di dunia ini jumlahnya banyak. Yang sama dengan kita pun banyak. Kenapa harus cari yang beda?

Papi cuma takut, dengan kamu memaksakan kehendak kamu, kamu akan tersakiti." Hendra ikut menimpali.

Dewa menghela nafas berat. Apa yang Papinya ucapkan memang benar. Tapi apakah harus ia mengorbankan cinta miliknya?

"Mami nggak mau kalo kamu harus sakit hati, Nak. Mami tau kamu bener-bener cinta sama dia. Mami juga tau kalo dia pun sama. Tapi satu yang buat Mami belum bisa ngasih kamu restu, DIA BEDA!" Suara Ratih mulai meninggi di kalimat terakhir.

"Mami, Dewa yakin perbedaan kami nggak akan jadi masalah di kemudian hari. Kami pasti bisa melewati semua rintangan Mi. Dewa mohon, Mami percaya sama Dewa."

"Apa kamu punya jaminan? Nggak kan? Kamu hanya menduga-duga Wa! Semuanya nggak akan berjalan semudah yang kamu bayangin. Mami sama Papi yang satu keyakinan aja sering dapet masalah, apalagi kalian?

Kamu harus ingat, pernikahan itu sekali seumur hidup. Pernikahan itu bukan untuk main-main! Kalo emang kamu masih mau pacaran sama dia, okelah Mami beri restu. Tapi untuk menikah, sepertinya Mami sama Papi sepakat untuk tidak memberikan restu." Pungkas Ratih.

Mendengar kalimat terakhir Ratih yang begitu menyesakkan, membuat Dewa kebingungan. Jika orang tuanya saja tak mampu ia taklukkan, bagaimana besok dengan orang tua Ainun?

Dewa berjalan cepat menuju Ratih yang kini berdiri di samping kursi. Ia menunduk, lalu berlutut di depan Maminya.

"Mi, Dewa mohon. Beri restu ke Dewa untuk melamar Ainun. Dewa bener-bener sayang sama dia Mi, Dewa nggak mau siapapun kecuali dia. Dewa mohon, beri Dewa restu." Rayu Dewa.

"Sekali Mami bilang enggak ya enggak! Ini semua demi kebaikan kamu sendiri Wa!" Ratih masih kukuh dengan pendiriannya.

"Tapi Dewa sayang sama dia Mi..." Dewa tak mampu melanjutkan kata-katanya. Lidahnya terasa kelu untuk digerakkan. Dadanya begitu sesak mengetahui apa yang dia harapkan, tak berjalan mulus sesuai dengan bayangan.

"MAMI LEBIH SAYANG SAMA KAMU!" Teriak Ratih. Hendra pun bangkit dan meraih pundak istrinya yang mulai bergetar, Ratih menangis.

"Mami nggak mau kamu sakit hati Wa... Mami cuma mau kamu bahagia... Kalo kamu masih mau melanjutkan niat kamu itu, lebih baik kamu angkat kaki dari rumah ini!

Pergi kamu!

Mami nggak sudi lihat wajah kamu lagi! Pergi!" Ratih mulai histeris. Hendra memberi isyarat kepada Dewa untuk bangkit dan menjauh dari depan Maminya.

Ijinkan Aku Memilikimu (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang