I A M 8

2.3K 84 4
                                    

Ainun mengerjapkan mata saat merasa bahu kirinya kesemutan dan hampir mati rasa. Ia terkejut karena tengah tertidur di pangkuan Purba. Purba masih terdiam di tempatnya, bersandar pada sandaran gazebo dengan mata yang masih terpejam. Ainun pun duduk di samping Purba dan menatap wajah itu dengan tatapan penuh pertanyaan. Bagaimana bisa ia tertidur dalam posisi yang jauh berbeda dari sebelumnya?

Ainun menjauhkan wajahnya dari Purba saat Purba tiba-tiba membuka matanya dengan senyuman jahil.

“Kenapa? Ganteng ya?” Goda Purba. Kedua pipi Ainun terlihat mulai kemerahan seperti tomat. Purba tertawa karena melihat reaksi Ainun yang ia anggap menggemaskan.

“PD amat!” Jawab Ainun dengan cepat. Susah payah ia sembunyikan wajah merahnya itu, agar Purba tak menyadari bahwa dirinya sedang malu.

“Terus kenapa dari tadi diliatin?” Skakmat! Ainun gelagapan. Bingung dengan jawaban tepat yang harus ia berikan.

“Jadi kamu nggak tidur dari tadi?” Kalimat itu justru yang keluar dari mulut Ainun.

“Kalo aku tidur, yang jagain kamu siapa?”

Ainun terdiam. Lagi-lagi dia tersipu.

“Ya harusnya kamu bangunin aku, waktu tau aku ketiduran.”

“Jarang-jarang aku bisa lihat kamu tidur. Ya udah deh, aku biarin.”

“Gitu ya?”

“Kamu marah?”

“Ya iyalah! Kalo aku kamu apa-apain gimana?”

“Aku apa-apain gimana maksudnya?” Tanya Purba berpura-pura tak paham dengan apa yang Ainun bicarakan.

“Ya apa-apa dah!”

Purba tertawa dengan begitu kerasnya. Melihat sikap Purba, Ainun kembali bersungut-sungut dan melipat kedua tangannya di depan dada. Posisinya kini memunggungi Purba yang mengusap-usap jaket miliknya.

“Harusnya yang marah itu aku, bukan kamu. Kamu tau? Jaketku basah gara-gara kena iler kamu! Nih… Nih…” Ucap Purba sembari menunjukkan sebuah noda melingkar di jaket berwarna coklat miliknya.

Ainun merasa tertampar oleh pohon kaktus berduri. Malu yang dia rasakan sangat sangat tidak bisa ia tutupi lagi. Dengan sekali tarikan, dia ambil jaket di tangan Purba itu dan berjalan cepat meninggalkan Purba sendiri di gazebo.

Purba tersenyum memperhatikan tingkah Ainun seperti itu. Benih-benih rasa yang telah ada sejak lama, mulai ia yakini keberadaannya. Mungkin, saat mengetahui Ainun telah memiliki seorang kekasih, Purba merasa bahwa apa yang ia rasakan hanyalah sebuah hal yang tidak nyata dan hanya rasa kagum semata. Tanpa lelah, ia bercerita kepada Tuhan tentang apa yang ia rasakan. Ia berharap agar Tuhan segera memberinya solusi untuk masalah hati yang tengah dideritanya

Sepertinya, Tuhan mendengar setiap do’a yang Purba panjatkan. Ainun berpisah dengan pacarnya mungkin bukan sebuah kebetulan, melainkan jawaban dari Tuhan agar Purba dapat mulai mendekatinya. Entah menjadi pacar, atau hanya sebatas teman.

***

Ainun membenturkan kepalanya berulang kali di atas meja. Ia tak percaya bahwa hal memalukan itu akan menimpanya. Jaket milik Purba telah ia simpan di dalam tas, namun bayang-bayang noda melingkar di sana, masih terlihat jelas di matanya. Ainun menghentak-hentakkan kakinya frustasi. Bagaimana bisa hal bodoh itu terjadi?

Risa kembali duduk di kursi sebelah Ainun. Ia pandangi Ainun dengan sinis. Melihat tatapan yang tidak bersahabat dari Risa, Ainun pun bertanya padanya tanpa mengangkat kepala dari atas meja.

“Kamu kenapa Ris?”

“Gapapa.” Jawab Risa ketus.

“Lah? Kamu marah?” Ainun mengangkat kepalanya dan menghadap Risa yang berada di sisi kanannya.

“Emang aku ada alasan buat marah?” Tanya Risa.

“Ya terus kenapa tadi ngeliatin aku kaya gitu? Aku ada salah sama kamu?”

“Kesel aja lihat kamu tadi. Temen-temen tanya ke aku tapi aku nggak bisa jawab apa-apa.”

Ainun berfikir sejenak mencerna kalimat Risa. Apa yang ia maksud ini berhubungan dengan Purba?

“Kamu ngomongin Purba?” Tanya Ainun memastikan.

Sebuah anggukan Risa berikan sebagai jawaban. Ainun meletakkan kembali kepalanya di atas meja dan menjawab lirih, “Ceritanya panjang Ris.”

“Udaaaah. Cerita aja!” desak Risa.

Ainun menceritakan semua peristiwa mengejutkan hari itu tanpa satu bagian pun yang hilang. Risa mendengarkan semuanya dengan seksama. Sesekali raut wajahnya berubah. Ainun sadar akan hal itu, namun ia tak mempedulikannya.

"Jadi intinya, ada kemungkinan kalo si Purba itu suka sama kamu?" Tanya Risa menegaskan.

"Kenapa tanya sama aku? Tanya aja sama orangnya Ris! Aku si bodo amat." Selesai dengan kalimatnya, Ainun memejamkan mata. Berusaha mencari ketenangan kembali seperti yang ia rasakan di gazebo tadi.

"Kalo menurut aku si, dia suka Ai, sama kamu!" Jelas Risa.

Ainun hanya menanggapi ucapan Risa dengan sebuah anggukan. Risa tersenyum kecut melihat tingkah sahabatnya. Ia mengeluh dalam hati saat batinnya berteriak tak terima mengetahui kenyataan pahit bahwa orang yang ia cinta justru mencintai sahabatnya sendiri. Sepertinya ia harus mulai belajar mengikhlaskan saat ini. Apapun yang akan terjadi di masa yang akan datang, merupakan sebuah takdir yang ia yakini telah Tuhan siapkan untuknya.

Risa menurunkan kepalanya dan meletakkannya di atas meja seperti yang Ainun lakukan. Ia pejamkan mata itu, berharap apa yang ada dalam batinnya ikut hilang terbawa mimpi yang akan menjemputnya.

-----------------------------

04.04.18
08.57 p.m
Surabaya

Ijinkan Aku Memilikimu (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang