I A M 15

2K 75 1
                                    

18 Desember 2018

Ainun berjalan memasuki tempat yang telah dijelaskan oleh Dewa beberapa waktu yang lalu, saat mereka menikmati segelas alpukat kocok di salah satu kedai di tengah Kota Surabaya.

"Nanti kalo kamu berangkat kesana, jangan lupa bawa ini." Dewa menyerahkan selembar kertas kepada Ainun.

Ainun membacanya dengan seksama, lalu menatap Dewa.

"Kamu mau aku datang?" Tanya Ainun memastikan.

Dewa menjawabnya dengan sebuah anggukan mantap. Senyum Ainun langsung mengembang mengetahui hal itu.

"Siapa aja yang datang di acara wisuda kamu?"

Ainun bertanya kepada Dewa setelah menyuapkan sesendok alpukat halus dan coklat ke mulutnya sendiri.

"Kamu, Mami, sama Papi."

Tiba-tiba saja Ainun tersedak. Hidung dan matanya terlihat memerah. Dewa berusaha menepuk-nepuk punggung Ainun sembari memberinya segelas air putih.

"Kamu nggak pa-pa kan?" Dewa memastikan keadaan Ainun. Ainun menggeleng, lalu memandang Dewa.

"Terima kasih ya." Ucap Ainun.

"Untuk?"

"Semuanya."

Suara gemuruh terdengar memenuhi seluruh isi gedung tempat di mana Dewa akan diwisuda. Ainun memilih sebuah tempat duduk di barisan kanan paling belakang, dekat dengan jalan menuju ke atas panggung. Di kanan-kirinya, penuh dengan orang-orang yang memakai kebaya dan setelan jas. Ainun sendiri memakai sebuah kebaya berwarna hijau tosca dengan rambut yang dia sanggul sedemikian rupa. Semua itu semakin terlihat mempesona dengan make up natural yang dia poles di wajahnya.

Seluruh rangkaian acara wisuda itu telah selesai. Berulang kali Ainun memeriksa ponselnya, menunggu sebuah pesan muncul dari Dewa. Sebagian besar undangan telah meninggalkan gedung. Berjalan beriringan dengan wajah yang begitu cerah.

Ainun mulai gelisah, takut-takut Dewa lupa bahwa telah mengundangnya.

Namun perasaan itu hilang begitu saja ketika melihat laki-laki yang dia cinta berjalan begitu tegap, lurus ke arahnya. Ainun berdiri, memberikan senyum terindah yang pernah dia miliki.

"Nungguin lama?" Kalimat pertama yang Dewa ucapkan setelah berada di depan Ainun.

"Emm... Lumayan." Ainun masih tersenyum, lalu memberikan sebuah bouquet jajan yang dia rangkai sendiri kemarin.

"Makasih ya." Dewa membalasnya dengan senyuman yang tak kalah indah.

Tanpa Ainun duga, Dewa mengecup keningnya sekilas. Membuat hati Ainun berdesir begitu hebatnya.

Dewa menggandeng tangan Ainun dan mengajaknya untuk keluar. Mereka berjalan beriringan dengan wajah yang tak lepas dari senyuman.

Mereka tiba di samping mobil Suzuki Ertiga berwarna putih, berplatkan AG. Ainun sudah dapat menduga bahwa ini adalah mobil milik keluarga Dewa. Dia mengatur nafasnya, berusaha menghilangkan kegugupan dari dalam dirinya.

Setelah Dewa mengetuk kaca mobil, dua orang laki-laki dan perempuan berumur sekitar 50 tahun keluar dari dalam sana. Ainun sebisa mungkin tersenyum dengan ramah, untuk menutupi betapa gugupnya dia.

"Selamat siang Om, Tante. Saya Ainun. Temennya Dewa." Ainun menyalami orang tua Dewa bergantian. Mereka membalas senyuman Ainun dengan ramah.

"Bener Wa? Cuma temen?" Papi Dewa tersenyum jahil ke arah Dewa. Membuat pipi Ainun terasa semakin panas.

"Calon Pi." Jawab Dewa tegas. Dia arahkan pandangannya kepada Ainun yg mulai menunduk karena tak mampu lagi menyembunyikan wajah merahnya dari tiga orang di hadapannya ini.

Ijinkan Aku Memilikimu (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang