Lima minggu merupakan waktu yang cukup lama bagi Ainun untuk berpisah dengan keluarganya. Di minggu kelima ini, ia telah memutuskan untuk pulang ke rumah meski tugas kuliah sedang padat-padatnya. Tak lama waktu yang ia habiskan di rumah. Hanya sekitar dua hari dua malam saja. Sore ini, dengan ditemani hembusan angin persawahan, berat hati ia harus kembali lagi ke tempat perantauan. Ia tatap kembali wajah sendu dihadapannya kini. Ia peluk lagi untuk kesekian kali.
“Yang pintar ya Nduk. Jangan lupa sholat. Jangan lupa berdoa. Jangan lupa belajar juga. Selalu jadi kebanggaan Ibu sama Ayah ya. Do’a kami menyertaimu.” Pesan Bu Aisyah, Ibunda Ainun.
“Iya Bu. Ainun berangkat dulu ya.” Pamit Ainun setelah melepas pelukannya. Ia raih tangan milik Ibunya, dan ia ciumi penuh takzim. Ainun benar-benar berat untuk melangkah pergi.
“Ayo Nduk. Selak udan iki engko!” (Ayo Nak. keburu hujan!) Ajak Ayah Ainun yang telah siap diatas motor miliknya.
Ainun segera naik ke atas jok motor di belakang Ayahnya. Sepanjang perjalanan, Ainun mendapat banyak sekali petuah dari Ayahnya.
“Kalo dekat sama laki-laki, hati-hati. Ingat! Kamu masih semester dua. Fokus ke kuliah dulu! Urusan yang lain menyusul.” Bunyi sebagian petuah yang disampaikan Ayahnya. Ainun hanya menanggapinya dengan anggukan dan deheman pelan. Ia sedang tidak dalam mood yang bagus untuk menanggapi lebih perkataan Ayahnya.
Setibanya di perempatan tempat ia biasa menunggu bus, Ainun segera turun dan berpamitan kepada Ayahnya. Sebuah bus berwarna ungu dengan plat S 7204 JB terlihat mulai mendekat ke tempat Ainun berdiri. Bus inilah yang akan mengantarkannya kembali ke sana, tempat yang cukup jauh dari kedua orang tuanya.
Ainun menaiki tangga bus itu dengan hati-hati. Berada di sini mengingatkannya kembali dengan sosok Diva. Ia pun menghela nafas kasar. Ainun mengedarkan pandangannya ke seluruh bus. Hampir semua bangku telah terisi kecuali sebuah bangku yang berjarak tak jauh dari tempatnya berdiri. Seorang laki-laki berperawakan tegap sudah ada di sana. Menyisakan satu bangku di sebelah kanannya yang ia isi dengan tas serta barang-barang bawaannya.
“Misi Mas. Ini kosong?” Tanya Ainun dengan sopan sekaligus ramah.
Untuk beberapa saat, laki-laki itu memandang heran ke arah Ainun. Mendapat tatapan yang kurang mengenakkan membuat Ainun sedikit menyiutkan nyalinya untuk duduk di sana. Namun yang terjadi selanjutnya adalah, laki-laki itu menurunkan semua barang bawaannya dan mempersilahkan Ainun duduk.
“Makasih Mas.” Ucap Ainun setelah berhasil duduk dengan sempurna. Laki-laki di sampingnya menjawab dengan sebuah anggukan dan senyuman ramah, terlihat berusaha mengimbangi sapaan Ainun.
“Lumpia Mbak.” Laki-laki di sampingnya menawarkan sebungkus lumpia padanya. Ainun berusaha menolaknya dengan halus tanpa menyakiti perasaan teman sebangkunya ini.
Laki-laki itu tersenyum saat mendapat jawaban dari Ainun.
Berulang kali Ainun menguap karena kantuk luar biasa yang tengah menyerangnya. Berulang kali pula ia memejamkan mata dan hampir terjungkal ke depan serta ke belakang. Tanpa Ainun sadari, ia kini tertidur dengan bersandarkan pundak dari laki-laki yang berada di sebelahnya. Rasa kantuk yang begitu kuat benar-benar membuat Ainun kehilangan kesadarannya.
***
Ainun membuka kedua matanya saat beberapa orang terasa mendesak tubuhnya. Ia memalingkan wajah ke arah kanan, sumber desakan itu bermula. Ia sedikit terkejut dengan kondisi bus yang saat ini ia lihat. Bus yang tadinya cukup longgar kini telah penuh sesak dengan manusia. Ainun mengangkat tangan kirinya dan menatap jam tangannya, pukul 6 kurang 16 menit ternyata. Pantas saja batinnya.
Ainun tak menyadari bahwa sedari tadi ada sepasang mata yang menatapnya lekat dengan senyuman yang tak kunjung menghilang. Ia masih saja sibuk menata tempat duduknya, mencari posisi ternyaman entah untuk duduk saja atau melanjutkan tidurnya yang sempat tertunda.
Setelah memandang ke arah kanannya berulang kali, kini giliran Ainun memandang ke arah kiri dari tubuhnya. Laki-laki di sampingnya terlihat sibuk memandang pemandangan jalanan Kota Gresik di kala malam. Ainun pun mengikuti arah pandang laki-laki itu dan tanpa sengaja, pandangan mereka bertemu lewat pantulan kaca jendela. Ainun tersenyum kikuk karena hal itu. Laki-laki di sampingnya pun ikut tersenyum dan menoleh ke arah Ainun.
“Mbak asli Lamongan?” Kata laki-laki itu membuka percakapan.
“Iya. Masnya?” Jawab Ainun.
“Kediri.” Ainun manggut-manggut mendengar jawaban laki-laki itu meski sedikit heran mengapa ia harus menaiki bus jurusan Bojonegoro-Surabaya jika memang asli Kediri?
“Dari rumah temen. Di Bojonegoro.”
Ucapan laki-laki itu benar-benar menjawab pertanyaan di kepala Ainun. Tak ada yang dapat Ainun lakukan lagi selain manggut-manggut untuk yang kesekian kalinya.
“Kuliah/kerja?” Tanya laki-laki itu kembali.
“Kuliah Mas.”
“Dimana?”
“Universitas Gajayana.”
“Wah keren ya. Jurusan apa?”
“Fisioterapi. Masnya kuliah/kerja?”
“Kuliah.”
“Di mana?”
“Akademi penerbangan.” Ainun mengangguk paham sebagai jawaban. Tak ada kata yang ia keluarkan. Ia berniat untuk melanjutkan tidurnya karena perjalanan masih cukup jauh ditambah dengan kemacetan tak berujung di Kabupaten Gresik saat ini.
Ainun terbangun dari tidurnya saat kondektur berteriak bahwa sebentar lagi mereka akan tiba di Terminal Purabaya. Ainun mempersiapkan barang bawaannya dan membenahi duduknya. Akhirnya perjalanan panjang hari ini akan segera usai.
“Kalo boleh tahu, namanya siapa Mbak?” Tanya laki-laki di sampingnya tiba-tiba.
“Ainun Mas.”
“Habibinya mana?” Tanya laki-laki itu lagi. Pertanyaan konyol itu hanya disambut senyuman oleh Ainun.
Satu persatu penumpang bus turun di tempat kedatangan bus antar kota. Ainun berjalan tanpa memandang kanan maupun kirinya. Tiba-tiba, laki-laki yang duduk dengannya di dalam bus tadi menyejajari langkahnya dan mengucapkan sebuah kalimat yang akan terus terngiang di dalam kepala Ainun.
“Mbaknya tenang aja. Sebentar lagi, Habibinya datang. Yang sabar ya.” Ucapnya sambil berlalu meninggalkan seribu tanya di benak Ainun.
-------------------------------
04.05.18
07.00 a.m
Surabaya
KAMU SEDANG MEMBACA
Ijinkan Aku Memilikimu (COMPLETED)
Dla nastolatków"Jadilah takdirku. Yang akan selalu menemaniku. Sampai Malaikat Maut menjemputku." -Ainun2018-