"Jika benar hujan dapat menyampaikan rinduku padamu, maka akan aku selipkan juga satu doa untukmu."
- In Silence
📖
Gelang sipaku gelang . . .
Gelang si rama-rama . . ."Sel! Ngelamun terus! Udah bel juga. Udahan ah ngelamunnya." Guncangan dan seruan dari Selin menyadarkan Selva untuk segera kembali pada realita dunia yang sesungguhnya. Realita dunia yang amat keji. Sekeji ibu tiri yang hanya cinta pada ayahku saja.
Ck.
"Hobi bener deh ngelamun. Ngelamunin apaan sih? Arga ya? Atau aku?" Selin menaik-turunkan alisnya, berniat untuk menggoda Selva.
"Nggak ada." Jelas Selva singkat.
Tadi Selva sedang memikirkan drama korea yang ditontonnya semalam karena merasa kurang kerjaan. Di drama itu ada seorang lelaki yang berjanji pada seorang perempuan. Janji itu tentang seorang bocah lelaki yang berniat akan menikahi si bocah perempuan jika mereka dewasa nanti. Tetapi baru beberapa episode yang Selva tonton, bocah lelaki itu yang telah menjadi pangeran karena ayahnya yang menggunakan cara kotor malah menikah dengan putri dari wakil perdana menteri.
Dasar lelaki.
Hingga sekarang Selva penasaran dengan janji yang di ucapkan si bocah lelaki itu. Apakah ia akan memenuhi janjinya atau tidak. Dan apa semua lelaki sama saja? Selalu seperti itu? Pandai mengucap janji tapi sulit untuk menepatinya? Benarkah begitu?
Tapi . . .
Papanya adalah seorang lelaki. Abangnya juga adalah seorang lelaki. Kedua orang lelaki yang paling dicintainya selama ia menghirup udara sebagai kebutuhannya di dunia ini. Papa dan abangnya tidak pernah sekalipun mengingkari janjinya. Walaupun pernah lupa, pasti pada esok harinya akan ditepati. Abangnya pernah bilang jika lelaki sejati itu adalah lelaki yang menepati janjinya. Walau janji itu hanya diucapkannya dalam hati sekalipun.
Jadi intinya adalah tidak semua lelaki di dunia ini sama saja. Bodoh.
Sebelum kepalanya pening karena pemikiran konyolnya tentang lelaki itu, Selva memutuskan untuk menyudahinya. Menyudahi segala pemikiran konyol yang berkeliaran ria dalam khayalannya yang sama sekali tidak penting itu.
"Kamu nanti pulangnya gimana, Sel?" Selva menolehkan kepalanya pada Selin.
"Hah?"
"Nanti kamu pulangnya sama siapa Selvaaaa?"
"Ohh... nanti aku dijemput sama Aban, Lin." Selin memgangguk mengiyakan ucapan Selva. Kembali beralih pada aktivitasnya yang sempat tertunda karena menanyai Selva tadi.
Jari lentik Selva menggapai sebuah tali yang terhubung dengan kipas angin. Menariknya beberapa kali hingga membuat baling-baling kipas itu berhenti untuk berputar. Kemudian beralih kembali pada tasnya, memasukkan semua buku-buku dan tempat pensil ke dalamnya.
"Yaudah kalo gitu, aku duluan ya! Bhayy!" Selin melampirkan tasnya pada punggung kecil miliknya. Tidak memakai dengan benar. Sembari menenteng tas laptop bermotif karakter hijau bernama keropi miliknya.
"Lisa! Lail! Aku duluan ya!" Ucap Selva sembari berlari kecil keluar kelas. Mungkin Selin sedang terburu-buru hingga ia berlari seperti itu. Mungkin saja pikir Selva.
"Sejak kapan Selin bisa lari ya?" Lail bertanya dengan tampang polos bodohnya. Seringkali pertanyaan-pertanyaan konyol, polos dan acak terucap dari bibir indah milik Lail. Pertanyaan yang menurut orang tidak penting dan tidak berguna sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
IN SILENCE
Teen FictionIni hanya sebuah cerita sederhana yang mengisahkan tentang seorang gadis yang diam-diam mencintai pujaan hatinya tanpa diketahui oleh siapapun kecuali Tuhan dan para sahabatnya. Sebuah kisah tanpa konflik berat yang menguras pikiran dan menyesakkan...