"Tak perlu terlihat untuk mencintaimu, tak perlu untuk kamu tau perasaanku. Cukup aku dan Tuhan saja yang tau, sebab diamku adalah caraku untuk mencintaimu."
- In Silence
📖
"Duh Lisa liat pr kimia kamu dong, tadi malam aku ketiduran ... " Ucap Selva sambil mengeluarkan puppy eyes andalannya.
Lisa memutar bola matanya malas.
"Aku juga belum ngerjain keles."
"Terus kok kamu santai gitu sih Lis?"
"Alahh Sel, paling juga pak Budi nggak masuk. Gausah dikerjain juga gapapa."
"Sok tau kamu Lis!" Ujar Lail sambil menepuk lengan Lisa.
"Aduh!! Sakit Lail!"
Lisa mengusap-usap lengannya yang ditepuk Lail tadi. Sungguh meski Lail hanya menepuknya pelan tetap saja itu sakit. Tangan perempuan memang pedas.
"Lagian kamu optimis banget si kalo pak Budi ga masuk kelas."
"Emang iya kok! Pak Budi jarang masuk kelas. Lagian kamu emang udah ngerjain prnya Lail?"
"Wess udah dong, mereka lagi nyalin."
Lail berujar bangga sambil meletakkan tangan kanannya di dada bagian kirinya seperti pemain sepakbola yang sedang menyanyikan lagu kebanggaan Indonesia Raya saat pembukaan untuk pertandingan.
Selva dan Lisa melongo melihat pemandangan segerombolan teman-temannya tengah menyontek berjamaah.
Teng . . . Teng . . . Teng . . .
Tepat saat bel berbunyi, seorang guru dengan paras yang lumayan tampan namun sudah tua bangka itu memasuki kelas.
"Shit! Mampus! mati aku! Pak Budi masuk kelas lagi! Ahhhhh"
Lisa meruntuk pelan namun masih dapat di dengar oleh Lail. Dan Lail hanya bisa terkekeh pelan melihat para sohibnya itu tidak mengerjakan pr. Ini yang dinamakan teman sejati. Selalu menertawakan temannya dikala susah dan gundah. Sebelum akhirnya ikut menolong walau tidak membantu sama sekali.
"Selin enak banget yak, jam pertama izin! Aduh ... " Lisa masih bergumam tidak jelas. Merutuki kebodohannya sembari memukul pelan kepalanya berkali-kali.
"Baik! kumpulkan tugas yang saya beri minggu kemarin sekarang juga. "
Nada tegas dari Pak Budi menyatakan bahwa ia tidak ingin dibantah. Dan sepertinya benar jika Lail tidak akan menolong apapun.
Suara decitan dari meja dan kuris kemudian memenuhi isi kelas. Beberapa mengumpulkan tugasnya ke depan dan beberapa ada yang hanya ingin menitip mengumpulkan tugas. Malas untuk sekedar berdiri.
Hening beberapa saat hingga tak berapa lama kemudian, guru tampan tapi sayang tua bangka itu menegakkan tubuhnya. Tapi matanya masih terfokus pada buku absen siswa.
"Selva Dwija Bagaskara! Nora Lisa Destyo! Maju kedepan!"
Selva hanya merutuki nasibnya. Mengapa ia harus percaya pada ucapan Lisa sih? Mana wajah Lisa saat mengucapkan tadi terlampau meyakinkan lagi.
Mati aku!
Selva dan Lisa pun berjalan ke depan kelas sambil menundukkan kepala mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
IN SILENCE
Teen FictionIni hanya sebuah cerita sederhana yang mengisahkan tentang seorang gadis yang diam-diam mencintai pujaan hatinya tanpa diketahui oleh siapapun kecuali Tuhan dan para sahabatnya. Sebuah kisah tanpa konflik berat yang menguras pikiran dan menyesakkan...