24 × End

1.8K 254 20
                                    

"Dulu aku pernah bertanya,

apa yang terjadi jika aku memberitahumu hal yang selama ini aku pendam.

Tentang semua kemungkinan buruk yang lambat laun membuatku takut.

Namun setelah sepersekian tahun terlewat, ketika aku berani mengungkap.

Aku tahu jika kemungkinan buruk itu hanya datang dari diriku sendiri."

In Silence

📖

Ketika banyak orang yang mengatakan jika cinta itu tak harus memiliki, Selva percaya itu. Dulu ketika hidupnya hanya berpusat pada satu nama lelaki yang saat ini masih tetap kuat bertahan di singgasana milik Selva. Ia terus berdoa agar orang itu akan menyadari keberadaannya. Hanya berdoa tanpa berani mendekat meskipun sangat dekat dengan dirinya.

Namun siapa sangka jika Tuhan memiliki skenario yang begitu indah untuk hambanya. Skenario yang membuat Selva seperti bermimpi. Hingga beberapa kali ia menyubiti lengan kecilnya. Menampar pipinya bekali-kali. Berharap jika rasa sakit antara pertemuan kasar kulit dengan kulit itu juga bukan mimpi.

Hingga bercak kemerahan akhirnya membekas di beberapa kulitnya yang barusan ia sakiti sendiri. Rasa panas juga ikut menjalar. Ini benar. Bukan mimpi. Bukan hanya bayangan semu, halusinasi atau bahkan sebuah ilusi.

Semuanya nyata. Perasaannya yang telah lama terpendam ternyata terbalas. Tuhan memang memiliki skenarion terbaik untuk hambanya bukan? Dan kalimat semua akan indah pada waktunya itu memang benar.

Selva merogoh isi tasnya, mencari sesuatu untuk diberikan pada Arga. Sebuah kalung dengan bandul peluru dengan ukiran nama Arga. Selva meletakkan kalung itu di atas meja namun masih dalam genggamannya, membuat Arga terheran dibuatnya.

Kok bisa sama Selva? Ini kan hilangnya udah lama..

"Aku dulu pernah ketemu ini di dekat taman komplek. Aku selalu mau balikin ini ke kamu, barengan sama semua paket yang pernah kamu terima. Tapi aku nggak berani. Karna kalau aku gugup, aku selalu pakai kalung ini. Dan karena itu juga aku jadi enggan buat balikin kalung kamu."

Senyum Arga mengembang. Mengelus lembut rambut milik Selva yang kini dipotong pendek. Membuat gadis itu tanpa sadar memegang dadanya pelan. Rona merah turut ikut serta untuk hadir di kedua pipinya, terus menjalar hingga ke area telinganya. Tiba-tiba saja hawa di kafe ini terasa panas.

"Kamu suka sama kalungnya?" Arga menatap Selva lekat. Enggan untuk memutus kontak mata mereka. Arga takut. Takut jika barang sedetik dirinya melepas kontak mata mereka dan Selva ikut pergi.

Dirinya sudah pernah kehilangan. Kehilangan seseorang yang ia cintai. Takut jika berpaling sedikit saja membuat gadis itu pergi. Pergi menjauh dan tidak kembali lagi. Sudah cukup penantian Arga selama ini.

"Suka..." lirih Selva pelan. Mencoba memberanikan diri untuk membalas tatapan dalam yang diberikan oleh Arga.

"Kalau emang suka, kamu bisa ambil kalung itu."

Guratan tipis timbul di dahi indah milik Selva. Tangannya sedari tadi mengenggam erat kalung milik Arga.

"Kenapa?"

IN SILENCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang