"Lagi-lagi aku kembali jatuh. Jatuh pada hadirmu yang yang masih menjadi semu."
-In Silence
📖
Sudah bertahun-tahun sejak paket terakhir hari itu, Selva tidak pernah lagi mengirimnya. Ia berhenti dari rutinitas mingguannya, tetapi ia masih memotret. Memotret segala hal yang menurutnya menarik lalu menuliskan beberapa kalimat puitis yang persis seperti isi hatinya.
Itu sudah menjadi kebiasaannya, memotret adalah hobinya. Kamera dan Selva tidak akan pernah bisa jauh meski ia sibuk sekalipun.
Tepat pada hari ini, Selva akan menyandang status sebagai wisudawan. Diakhir namanya akan ada gelar Sp.KJ
Menjadi Dokter jiwa adalah impiannya. Menurutnya menjadi dokter jiwa adalah pekerjaan yang mulia. Tentu saja semua pekerjaan itu mulia, selagi masih ditempuh dengan jalan halal.
Bagi Selva orang-orang yang memiliki gangguan jiwa itu perlu pertolonga. Mungkin dari kita pernah melihat segelintir orang yang memasang status-status alay yang terkesan seperti putus asa, ingin meninggalkan dunia, kesepian dan tidak ada yang perduli pada dirinya. Bagi sebagian orang mungkin akan terlintas pikiran seperti --apasih! Lebay betul jadi orang!' Atau 'dasar camu!' Atau 'dasar nggak tau bersyukur sama hidup!' Dan 'ini orang bosen hidup apa?!-- lalu masih banyak lagi.
Pikiran-pikiran seperti itu harusnya dihapuskan karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan. Karena sebenarnya orang yang suka memasang status-status seperti itu yang menurut orang tidak jelas itu, sebenarnya butuh uluran.
Mereka perlu perhatian, mental mereka benar-benar terganggu. Harusnya orang-orang mengerti, pikiran-pikiran itu hanya membuat mereka -si penderita jiwa- tertekan.
Mereka bahkan berani melakukan hal-hal yang tidak wajar seperti menyayat tangan mereka sediri dengan silet. Atau juga menusuk paha mereka dengan ujung pulpen yang lancip. Yang lebih parah adalah membenturkan kepala mereka sendiri pada dinding hingga berdarah. Semua tindakan mereka membahayakan. Namun, karena itu mereka berpikir jika sakit yang dialami oleh mental mereka akan berkurang karena rasa sakit pada bagian tubuh yang mereka lukai akan berpindah.
Meski nyatanya tidak benar, hal semacam itu hanya akan merugikan diri mereka sendiri. Dan hal semacam itulah yang membuat pintu hati Selva terketuk. Ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri. Seorang teman dekatnya di bangku kuliah, korban dari broken home. Fotografi hanyalah hobi, cukup dengan galeri yang ia miliki di rumah.
📖
"Sel, ini aku jauh-jauh dari Bandung cuma buat lihat kamu aja ya!" Lisa menggerutu pelan, pelan tapi nyaring.
"Gosah banyak cingcong! Let's go we take picture! Many many!"
Seruan dari Bella, membuat keempat orang sahabat itu melongo. "Kamu belajar bahasa Inggris darimana?"
Selva bertanya dengan raut polosnya. "Hah?"
"Kemaren perasaan ngomong pake bahasa latin, sekarang kok bahasa Inggris?"
Ck.
Konyol!
"Udah, ayo fotonya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
IN SILENCE
Teen FictionIni hanya sebuah cerita sederhana yang mengisahkan tentang seorang gadis yang diam-diam mencintai pujaan hatinya tanpa diketahui oleh siapapun kecuali Tuhan dan para sahabatnya. Sebuah kisah tanpa konflik berat yang menguras pikiran dan menyesakkan...