25 × After

2.3K 287 126
                                    

Apa yang terlintas dipikiran kalian saat mendengar wahana bermain bianglala?

Bundar?

Gerbong?

Tinggi?

Menyenangkan?

Mahal?

Atau murah?

Bagi Selva sendiri, wahana bermain bianglala itu menyerupai roda. Tentang roda kehidupan yang menjelma menjadi wahana bermain menyenangkan.

Atas atau bawah?

Sebagian orang akan memilih posisi puncak bianglala sebagai posisi paling menyenangkan, dan sebagian lagi tidak. Untuk orang yang takut dengan ketinggian, posisi puncak bianglala bukanlah hal yang menyenangkan.

Lain daripada itu, setiap wahana di taman bermain memiliki arti dan makna yang berbeda bagi setiap orang.

Alih-alih memilih roda motor ataupun roda sepeda, wahana bianglala tentu lebih antimainstream untuk dijadikan perandaian. Perandaian tentang kehidupan yang klasik dan sudah di dengarkan  oleh banyak orang.

Benar, kehidupan itu seperti bianglala. Selalu berputar untuk mengetahui bagaimana rasanya berada dibawah dan diatas. Berada dibawah tidak selamanya buruk seperti yang selalu orang kira. Justru berada diatas adalah posisi yang harus membuat kita lebih berhati-hati. Tidak selamanya berada diatas membuat orang-orang senang.

Berada pada posisi puncak bianglala memang menyenangkan karena kita bisa merasa lebih dekat dengan langit. Namun diwaktu bersamaan, berada di posisi puncak juga dapat membuat hati terasa dag dig dug ser bagai bedug yang berbunyi kala memasuki waktu berbuka puasa, karena ketegangan yang melanda diatas ketinggian.

Dulu sekali, setiap Selva menaiki wahana bianglala, hanya ada rasa penasaran seperti --bagaimana taman bermain jika dilihat dari atas, bagaimana selangkah lebih dekat dengan langit, bagaimana rasanya berada di puncak ketinggian di wahana yang hampir menjadi favorit kebanyakan oleh orang-- kurang lebih seperti itu. Tidak ada yang istimewa, namun menjadi wahana favoritnya.

Selva tidak pernah mengira jika di umurnya yang sudah memasuki usia dewasa tanggung ini, ia akan menaiki bianglala bersama dengan seseorang yang selalu ia kagumi dari kejauhan. Yang selalu hadir dalam angan. Yang namanya selalu Selva sebut di sepertiga malamnya bersama dengan Sang Maha Pencipta.

"Bianglalanya berapa kali muter?" Tanya Arga yang sedari tadi hanya diam memperhatikan pemandangan langit sore yang amat indah.

Selva menggeleng tanda ia tak mengerti, "nggak tau, emang kenapa?"

Arga tersenyum kecil, meraih jemari Selva untuk di genggam sebelum pada akhirnya tatapannya kembali beralih menikmati pemandangannya disekitar hingga membuat Selva kebingungan.

"Boleh aku nanya?"

"Boleh, kenapa?"

"Kenapa dari awal nggak bilang kalau itu kamu?"

"Itu aku?" Selva menunjuk dirinya sendiri. Genggaman tangan keduanya telah terlepas dan itu ulah Selva karena ia merasa tak nyaman. Bukan karena apa, Selva hanya tidak ingin jika tangannya ketahuan basah oleh Arga akibat keringat dingin saat berada berdekatan dengan pujaan hatinya itu.

IN SILENCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang