#14

3.1K 332 43
                                    

Cahaya matahari baru saja menampakan dirinya, tetapi Indah dan juga Windy sudah berjalan dengan terburu-buru di lorong lantai dua rumahnya, keduanya berhenti di depan pintu sebuah ruangan.

Tok. Tok. Tok.

Tangan Windy mengetuk pintu dengan keras, tetapi tidak ada sahutan ataupun respon dari balik pintu itu, padahal mereka berdua sudah lama mengetuk pintu tersebut.

"Apa P'Lian masih tidur?" Tanya Indah.

"Meskipun dia masih tidur pasti dia akan terbangun, jika mendengar ada yang mengetuk pintu kamarnya." Jawab Windy.

"Terus kita harus apa?" Tanya Indah.

"Sudah masuk kedalam saja." Usul Windy.

"Nanti kita akan dimarahi karena masuk tanpa permisi." Ingatkan Indah.

"Memang sejak kapan kita harus meminta ijin buat masuk ke kamarnya? Biasanya juga kita akan masuk tanpa sepengetahuan dia." Ingatkan balik Windy.

"Iya juga." Ucap Indah.

"Ayo, masuk saja." Ajak Windy sambil langsung membuka kenop pintu itu.

Kemudian keduanya memasuki ruangan yang terlihat sangat gelap itu, namin keduanya melihat jika kamar itu dalam keadaan kosong dan juga rapi, jadi Indah langsung membuka tirai yang menutupi jendela kaca kamar itu, sementara Windy mencari kakak mereka ke dalam kamar mandi, tetapi kamar mandi itu kosong, kakak mereka tidak ada di dalam sana.

Itu membuatnya teringat percakapan Lian dan Krist kemarin malam, membuatnya langsung saja menuju ke arah lemari pakaian kakaknya untuk memastikan sesuatu dan ternyata lemari itu kosong.

Melihat hal itu, keduanya kompak berlari keluar dari dalam kamar, keduanya menuju kamar Singto dan mengetuk kamar kakaknya dengan brutal.

"Ada apa?" Tanya Singto yang baru keluar dari dalam kamar sambil mengucek matanya.

"P'Lian pergi.. dia hilang.. dia kabur.. mungkin dia pulang.. tanyakan pada Mae dan pho P'.. hiks.. hiks.." Ujar Indah disela-sela tangisannya.

"Hah? Lian kabur?" Tanya Singto heran ucapan adiknya tersebut.

"Iya. Dia tidak ada di dalam kamarnya, dan lemari pakaiannya kosong." Jawab Windy yang juga ikut menangis.

"Dia memang pergi, jangan menangis seperti ini." Jelas Singto sambil menenangkan kedua adiknya.

"Apa kami keterlaluan sampai dia pergi? Apa kami jahat?" Tanya Indah.

"Tidak, jangan berkata seperti itu. Sudah jangan menangis." Jawab Singto sambil memeluk Indah.

"Tapi buktinya P'Lian pergi." Ujar Windy.

"Tidak. Jangan seperti ini, tapi bukankah itu bagus? Kemarin kalian tidak suka padanya, jadi sekarang dia pergi. Kenapa kalian harus menangis?" Tanya Singto sambil menatap keduanya.

"Kami hanya kecewa, bukan berarti kami tidak suka padanya dan senang dia pergi. Cari dia P." Rengek Indah.

"Iya, tapi kalian berdua jangan seperti ini, berhentilah menangis." Ujar Singto.

"Tidak mau, temukan dia dulu." Tuntut Windy.

Singto menatap kedua adiknya dengan menghela nafas beratnya, sekarang dia merasa persis seperti seorang ayah yang menenangkan dua anak perempuannya yang daritadi terus merengek sambil bergelayut di kedua lengannya.

"Astaga, dia tidak kemana-mana, nong." Kata Singto.

"Dia tidak ada P." Ujar Indah.

Jelas-jelas keduanya tidak melihat Lian dimanapun, bagaimana bisa Singto berkata dia tidak pergi kemana-mana.

[6]. That Was You [ Krist x Singto ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang