#19 Sentuhan (+)

842 84 26
                                        

LeeHyunra ♡ wonwoobee

Tenggelam dalam kekhawatiran yang seolah menggerogoti akal sehat, ituah yang kini tengah dirasakan oleh Arin. Entah apa mau otaknya saat ini, tapi kini Arin benar-benar merasa bingung akan status janin yang tengah ia kandung. Arin yakin ini adalah benih Jaemin, tapi entah kenapa pria itu dengan gamblang mengatakan jika itu bukan anaknya. Oke, Arin memang tak mengharapkan Jaemin untuk bertanggung jawab, toh Arin ingin Mark yang mengakui janinnya ini – tapi tetap saja penolakan Jaemin sebelumnya benar-benar membuat Arin merasa bingung.

Jika malam itu bukan Jaemin? Lalu dengan siapa Arin membuat janin ini? Siapa?

Bayang-bayang kejadian malam itu kini mulai mengisi pikiran Arin, namun sayang bayangan itu tampak buram dan tak jelas.

Seingat Arin malam itu ia membuatnya dengan Jaemin, tapi kenapa pria itu..

Satu tangan Arin dengan lembut mengelus perutnya yang mulai membulat, Arin bingung akan siapa pemilik benih yang kini ia kandung. Ini milik Jaemin, tapi kenapa pria itu..

Tak mau terlalu lama tenggelam akan ketidakpastian yang membuat Arin pengap sendiri, Arin pun dengan terpaksa menekan deretan angka milik Jaemin. Arin harus meminta kepastian saat ini, kepastian jika malam itu ia memang tidur dengan Jaemin, bukan dengan pria lain.

Butuh beberapa detik sebelum panggilannya itu diangkat oleh Jaemin, Arin sendiri heran kenapa Jaemin tak langsung menerima panggilannya? Aneh, ini sungguh aneh!

Diakhir keputusasaan yang kini Arin rasa, akhirnya suara tut- itu berubah menjadi suara yang sejak awal ia harapkan untuk muncul.

“Hal-“

“Jaemin, ini anakmu kan? Iya kan?” tanpa berbasa-basi terlebih dulu, Arin langsung saja mengajukan deretan pertanyaan yang berhasil membuat sang lawan bicara diujung telepon diam.

Ya, bukannya mendapat jawaban Arin malah mendapati keheningan yang kini menyapa telinganya.

“Jaemin.. katakanlah sesuatu, aku takut.. Jae..”

Sosok yang Arin telepon itu masih saja diam dan tak kunjung membuka suaranya. Membuat hati Arin semakin sesak. Apa malam itu tanpa sadar Arin tidur dengan pria lain? Dan bukan Jaemin? Mungkinkah? Tapi siapa? Apa pria itu pria baik-baik? Bagaimana jika..

“Jaemin…”

“Kau dimana? Ayo kita bicara…”

*****

HUAAAAAAAA..

Suara tangisan Baby Lami masih dengan setia mengisi gendang telinga Mark dan Koeun yang tampak frustasi akan tangisan Baby lami yang tak kunjung mereda. Mark dan Koeun benar-benar kewalahan mengahadapi rengekan bayi ini, rengekan yang tak mereka ketahui apa maksudnya.

“Mark, dia tetap menangis. Apa yang harus kita lakukan?” Menyerah Koeun yang tampak keheranan akan kemampuan menangis anak Hina- Jeno yang tak kunjung reda.

Baby Lami yang sebelumnya digendong oleh Koeun, kini tampak diambil alih oleh Mark. Dengan hati-hati Mark menggoyang-goyangkan tubuh mungil itu keatas dan kebawah, berharap gerakannya ini akan membuat tangis Lami berhenti. Tapi bukannya berhenti, Baby Lami malah semakin menangis kejer.

“Mark, dia semakin menangis! Sebenarnya apa yang kau lakukan!” dengan agak kesal Koeun memukul bahu Mark pelan.

“Yaaa! Aku juga tak tahu, Susu, apa kau punya?” celetuk Mark setelah otaknya akhirnya menemukan satu alasan kenapa bayi mungil ini betah menangis.

“Susu? Ah, tunggu sebentar..” setelah mendengar kata susu, Koeun pun langsung saja berlari kearah kamar Hina. Semoga susu yang sebelumnya Mark maksud ada di kamar itu. Tapi sayang, apa yang diharapkan Koeun tidak semanis harapannya.

Number One.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang