part. 8

2.2K 163 2
                                    

"bro.. ini hadiah buat kamu, surprise!!"

yusa mengeluarkan hadiah yang dia sembunyikan di balik punggungnya, sebuah bingkisan persegi panjang yang dibungkus rapi dia berikan kepada aland. yusa, dan anggra tersenyum melihat aland yang sumringah menerima hadiah dari teman terbaiknya.

"apa ini?" tanya aland.

"kanvas, dan peralatan melukis..." jawab anggra yang mengambil kursi kosong di dekatnya.

aland tertawa kecil, dia merobek kertas kado dan menarik kanvas dari bungkusnya.

"whuaa.. yus, anggra.. trimkasih.. aku kira aku tidak bisa melukis lagi karena papa telah membuang seluruh peralatan melukisku"

yusa menepuk bahu aland, dia mengerti apa yang dirasakan aland. baginya, prof surya adalah orang ambisius yang pernah ada. apalagi ibu aland adalah seorang dokter, tak heran jika mereka menginginkan aland menjadi seorang dokter yang mengikut jejak kedua orang tuanya.

"kita selalu mendukungmu apa yang kamu inginkan, teman.. "

"lan kamu yakin sama keputusanmu?" tanya anggra.

aland mengangguk mantap. keputusan untuk mengundurkan diri dari profesi impian semua orang, dokter. sebenarnya, menjadi dokter adalah bukan impianya sejak kecil. aland ingin menjadi seorang pelukis profesional sekelas affandi dan basuki abdullah. lagipula selama ini dia telah menuruti permintaan ayahnya menjadi seorang internis muda

"duh.. ga bisa bayangin gimana reaksi prof surya ntar? " yusa menghela nafas panjang.

"gausah dibayangin yus, pasti marah besar" jawab anggra

"eh, gimana kalo kamu cuti aja deh lan.. dua bulan gitu?"

"enggak, anggra. sekarang aku ingin melakukan apa yang aku inginkan selama ini"

yusa merapatkan bibirnya, sedangkan anggra hanya mendesah mendengar jawaban keukeuh aland. anggra hanya tidak ingin pendidikan yang selama ini aland tempuh sia - sia. tapi hati aand berkata lain, yang selama ini dia inginkan hanya menjadi seorang pelukis.

yusa dan aland meninggalkan ruangan aland. aland mengambil alat bantu jalan dan mengapitnya. dia melihat cekungan mata latifa yang pucat. tangan kanannya merapikan anak rambut yang menempel di pipi latifa sambil menggumam

"kenapa kamu belum kembali juga"

aland kemudian duduk di pinggir jendela sambil melihat gumpalan awan senja yang berjalan melambat menggiring matahari menuju ufuk barat. dia lalu menggoreskan  pensil di atas kanvas sambil mentap senja. guratan pensil  perlahan membentuk dua ekor burung yang saling bercengkrama, aland terus menggerakkan tangany sambil tersenyum.

setelah kanvas tersebut penuh dengan sketsa, dia lalu mengoreskan kuas dengan berbagai warna dia tas palete. sebentar aland menatap langin, dan sebentar kemudian aland menggoreskan kuasnya. warna biru, kuning dan hitam berpadu membentuk sebuah warna yang harmonis. waktu bahkan tak bisa mengganggu aland yang sedang asyik meluapkan imainasinya hingga matahari perlahan berubah mejadi gelap.

seseorang mengetuk pintu dan menggesernya lalu memasuki ruangan, aland menoleh ke arah tamu tersebut. laki-laki seumuranya berambut sebahu yang sebagian dia kuncir. membawa sebuket bunga tulip putih dan menghampiri latifa sambil menatap sedih

Love after die [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang