part. 11

2.2K 160 11
                                    

Aland meletakkan sebuah amplop putih di depan surya. tangan kirinya mengapit tongkat bantu jalan dan memegang bagian tengahnya erat-erat. wajah surya memerah seketika setelah membuka amplop putih yang berisikan surat pengunduran diri aland dari rumah sakit terkemuka di Bontang.

"apa maksudmu?"

surya melempar keras-keras surat pengunduran diri itu tepat di kepala aland. matanya membelalak, meluapkan seluruh amarah, dan kekecewaan yang ada. namun aland tampak tenang, tak memberontak.

"aku ingin menjadi seorang pelukis, pa..." jawab aland.

surya tampak marah.

"mau hidup apa kamu dengan menjadi pelukis,hah? "

surya mengarahkan telunjuknya tepat di wajah aland. aland hanya menurunkan pandanganya, bagaimanapun juga surya adalah ayahnya.

"menjadi dokter itu impian semua orang lan. dua puluh enam tahun kami membesarkanmu untuk menjadi dokter hebat seperti sekarang. dan sekarang, kamu ingin menjadi pelukis, hah? Jangan egois kamu, pikirkan masa depanmu!"

pandangan alan kembali membalas surya

"Egois? Siapa yang egois selama ini? papa menjadikanku seorang dokter adalah atas keinginan kalian berdua kan? dua puluh enam tahun juga aku melakukan semuaa apa yang kalian inginkan. sekolah akselerasi, kuliah cepat dengan nilai cumlaude, mendapat beasiswa, pertukaran pelajar. tapi apa pernah, papa dan mama menanyakan satu hal apa yang aku inginkan? Papa bahkan membuang semua peralatan melukisku"

surya tertegun dengan pernyataan aland, seolah membenarkan pernyataanya. apa yang dilakukan semua orang tua adalah menjadikan anaknya sukses. tapi, apakah kesuksesan seorang anak harus dengan keinginan orang tua?

"papa hanya malu kan, jika anakmu satu-satunya ini menjadi seorang pelukis? dan tidak menjadi dokter seperti mama papa. tapi maaf pa, aku nggak akan merubah keputusanku. kali ini saja,,, dua bulan. biarkan aland melakukan apa yang aland cita-citakan selama ini."

kata-kata yang aland lontarkan ibarat sebuah pedang es yang menghujam tajam jantung surya. menjadi pukulan telak atas apa yang selama ini yang aland rasakan. tanpa ba bi bu aland meninggalkan ayahnya yang masih bergeming atas keputusan aland.

Aland berjalan melewati lorong lorong rumah sakit. Satu satu karyawan rumah sakit yang berpapasan dengan aland selalu melontarkan senyuman dan menyapanya. Aland pun membalas dengan senyuman terlatihnya, senyuman tulus seorang dokter. Tanpa terselip sedikitpun masalah yang dialaminya. Memang begitulah seharusnya.

Angin semilir mengarahkan pandangannya pada gadis berambut coklat. kepalanya berbelit kasa tebal yang menutupi bagian atas kepalanya. dia duduk melihat taman bunga rumah sakit.

"Hey.. kamu" teriak aland

Gadis itu berdecak kesal sambil menoleh kepada aland.

"Hey.. kamu.. aku juga punya nama"

latifa mendengus sambil menirukan aland yang selalu memanggilnya seperti itu.

"Panggil aku latifa, la-ti-fa" latifa mencoba mengeja namanya.

Aland tertawa kecil,

"Anak sd juga tau kalo latifa itu ejaanya la-ti-fa" balas aland

"Ngapain kamu disini? Itu juga, infus ga boleh dilepas sendiri" aland menunjuk plester bekas infus di tangan kiri latifa.

Aland menghampiri latifa lalu mengambil posisi disamping latifa.

"Aku mau pulang aja" kata latifa

Love after die [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang