🍀 27. Regret

5.3K 377 69
                                    


Gedung yang nampak kokoh dan megah tersebut berdiri tegak diterpa sinar mentari yang hangat.

Tidak ada jadwal yang jelas mengenai aktivitas yang dijalani orang-orang yang mendiami gedung tersebut.

Kadang aktivitas mereka akan sama seperti kebanyakan orang-orang di luar sana.

Namun terkadang semuanya dapat berubah drastis, tanpa terprediksi.

Sebenarnya tempat itu bukanlah tempat yang pas bila menyinggung tentang kebahagiaan.

Tempat itu cenderung sangat lekat dengan kesedihan.

Meskipun begitu, di sisi lain banyak orang yang menggantungkan harapan hidup mereka di sini.

Di antara sekian banyak lantai yang menjulang ke atas, lantai empat merupakan lantai yang terlihat begitu tenang.

Segalanya tampak lengang.

Tak terlihat aktivitas hiruk pikuk seperti yang terlihat  pada lantai-lantai lainnya.

Di salah satu sudut paling ujung lantai tersebut, terdapat deretan ruangan khusus nan mewah.

Begitu memasuki ruangan yang berada tepat di ujung lorong, atmosfer itu begitu kuat.

Sunyi dan dingin.

Secara kasat mata, untuk dikatakan dingin dan sunyi, tak sepenuhnya juga seperti itu.

Ruangan yang sangat mewah dan nyaman tersebut layaknya kamar apartment mewah yang terbagi menjadi beberapa bagian.

Ruangan utama berisi tempat tidur utama dengan sofa hangat yang terdapat di bagian samping ruangan, menghadap langsung pada jendela kaca yang sangat besar, memungkinkan cahaya matahari masuk dan memenuhi ruangan bila gorden yang lembut tersebut dibuka.

Disebelahnya, terpisah oleh sekat pembatas ruangan, beberapa sofa dan kursi yang tertata apik menyerupai ruang tamu sederhana yang nyaman.

Kamar mandi berada di sudut lain ruangan yang menyempurnakan kamar dengan fasilitas VVIP tersebut.

Namun semua kemewahan tersebut tak serta merta mampu memberikan rasa nyaman bagi wanita yang sedang duduk terpaku di sana.

Kesunyian itu melingkupi hatinya, meskipun ruangan tersebut tak sepenuhnya sunyi.

Suara konstan yang dihasilkan oleh monitor ekg yang monoton menyeretnya begitu jauh menuju dunia yang terasa kosong dan hampa.

Meskipun udara terasa hangat dan nyaman, nyatanya ia merasa kedinginan.

Begitu dingin karena ada suatu yang hilang dari dirinya.

Jiwanya serasa begitu kosong tanpa  senyuman apalagi tawa yang selalu  ia ingat dengan jelas dalam memorinya.

Tawa dan senyum jahil putra semata wayangnya.

Kini, tak ada lagi alasan untuknya tertawa.

Sumber tawa kebahagiannya itu kini tertidur dan masih enggan membuka matanya.

Jika dipikir lagi, apa yang harus ia tertawakan? apakah ia harus menertawakan nasibnya yang begitu malang?

Karena jika dirunut balik, dirinyalah sumber kemalangan yang kini sedang menimpa keluarganya.

Jadi memang tak sepatutnya ia tertawa.

Kesedihan adalah hal yang paling pantas untuk ia dapatkan.

Rasa lelah itu menghujam raganya.

Wanita itu mulai lelah memandang monitor yang menunjukkan gambaran garis konstan yang meliuk-liuk tanpa jeda.

Ia lalu mengalihkan perhatiannya pada sosok yang tertidur di hadapannya.

Invisible : Dying for Your LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang