Kesialan-kesialan Ndof
Ndof mencintai tempat ini. Hiruk pikuknya. Suara para pedagang yang menjajakan dagangannya. Suasananya. Dan terutama, karena di pasar tradisional ini, sudah terjamin kelengkapan serta harganya yang lebih murah dari supermarket.
Karena itulah, setiap seminggu sekali, atau kalau Ndof tiba-tiba ingin memasak biasanya dia akan menyempatkan untuk berbelanja di sini.
Memang di kompleks rumah Ndof setiap hari lewat Mamang tukang sayur. Tapi Ndof tidak pernah beli di Mamang tukang sayur itu.
Pertama, karena Mamang tukang sayur selalu lewat di pagi hari. Di saat Ndof sudah berangkat ke sekolah. Dan Ndof lebih sering berantem dengan Mamang tukang sayur itu daripada belanja karena Ndof harus menyelamatkan Raska dari godaan Mamang sayur itu.
Dan yang kedua, Ndof juga tidak suka menitip belanjaan ke mamanya. Ndof lebih suka seperti sekarang ini, memilih sendiri bahan-bahan yang dia mau. Sekaligus memikirkan apa yang akan Ndof masak.
"Itu, masnya kasihan ya. Ganteng-ganteng kok belanja ke pasar." Dua orang Ibu-ibu melirik ke arah Ndof saat Ndof asyik memilih bayam. Salah satunya mengenakan legging garis-garis dipadu dengan baju bermotif polkadot, Ibu itu sedang memilih kentang di sebelah Ndof. "Aneh ya, Jeng," katanya pada Ibu-ibu yang memakai wedges pink di sebelah kanannya.
"Kalau ada anak cowok suka belanja gitu Jeng, harus waspada. Itu tuh tanda-tanda biasanya, Jeng."
"Iya, kalau anak cowok saya belanja ke pasar gini, Jeng. Udah pasti saya larang. Mending dia olahraga sana biar badannya kotak-kotak gitu." Ibu berlegging garis-garis itu terkikik geli.
Yang di telinga Ndof terdengar mengerikan. Suara tawanya sudah seperti tertawanya Mbak Kunti.
"Saya setuju, Jeng. Pokoknya di rumah aja, jangan belanja kayak Mas-mas itu." Ibu berwedges pink menimpali lagi.
Celetukan yang seperti inilah, yang seringkali membuat Ndof tidak nyaman saat berbelanja.
Memangnya kenapa kalau cowok ganteng seperti dia, berbelanja ke pasar?
Ndof mengerang kesal. Dia sudah bersiap menjadi hulk hijau dan menumpahkan amarahnya kepada kedua Ibu-ibu tadi.
Untung saja, Lingga bergerak cepat dengan merangkul bahunya dan menariknya menjauh. Sedangkan Raska mengambil alih pembayaran bayam.
"Udah Ndof, biarin aja," kata Lingga menenangkan.
"Nggak bisa gitu, Ling. Itu Ibu-ibu udah ngehina gue. Apalagi bajunya bikin gue sakit mata. Setrip-setrip kok ketemu polkadot. Gue mau ajarin tentang mode sekalian."
"Apalagi yang satunya, udah tau ini di pasar. Pakai sandal wedges. Dikira mau kondangan," kesal Ndof bersungut.
Butuh usaha ekstra bagi Lingga untuk menarik Ndof menjauh dari dua Ibu-ibu tadi.
Ndof kalau sudah marah kekuatannya bisa menjadi berkali-kali lipat.
"Udah, Ndof." Raska yang tadi sempat tertinggal, mengambil tempat di sebelah kiri Ndof. "Lo mau diusir dari pasar lagi, gara-gara membuat keributan?"
"Ya, nggak!" Ndof memberengut kesal.
Bulan lalu, karena komentar yang hampir sama dengan yang tadi, Ndof membuat keributan di pasar ini. Ndof beradu mulut dengan Ibu-ibu yang mengatainya cowok aneh hanya karena Ndof mau berbelanja di pasar.
Kadang, Ndof heran dengan orang-orang yang memiliki pemikiran sempit seperti itu.
"Lagian lo kan mau beli tahu, Ndof? Ntar tahunya habis loh." Lingga menimpali.
KAMU SEDANG MEMBACA
SENANDIKA [completed]
Teen FictionRaska, Lingga dan Ndof mempunyai sifat dan cara berpikir yang berkebalikan. Saling menghujat, mengejek, dan bertengkar mungkin makanan sehari-hari untuk mereka. Ancaman untuk berhenti berteman seringkali mereka ucapkan. Meskipun begitu, tidak ada s...