19. Mimpi yang Terbuang

404 74 50
                                    

Mimpi yang Terbuang
 


Langkah kaki Ndof berhenti di tengah koridor. Lelaki itu hampir saja berlari menuju kantin, jika tidak melihat dua temannya duduk di bangku semen yang terletak di pinggir lapangan rumput.

Mereka berdua sedang melihat sekumpulan siswa yang sedang bermain sepak bola. Senyum simpul terukir di wajah Ndof. Dia merasakan seseorang mendorongnya dari belakang. Lelaki itu menoleh dan mendapati Arinka tersenyum padanya.

"Katanya mau minta maaf," kata Arinka sambil menelengkan kepalanya sedikit.

"Iya, ini juga mau nyamperin. Bawel banget lo, Pri." Ndof bersungsut, lalu berjalan mendekati kedua temannya yang sedang fokus melihat bola melambung.

Raska yang merasa ada orang mendekat langsung menoleh. Dia tersentak saat melihat Ndof sudah berada di belakang mereka dengan cengiran khasnya. "Udah sembuh sawan lo?"

Lingga mengernyit, lalu ikut menoleh ke belakang. Rangkulan Ndof yang tiba-tiba menyabet bahu mereka membuat tawa itu membelah terik matahari.

"Yang sering sawan kan lo, kenapa jadi gue?" Ndof beralih duduk di antara kedua sahabatnya.

"Sesama orang sawan, nggak boleh saling ejek. Sawan kok teriak sawan." Komentar Lingga yang sok diplomatis langsung mendapat hadiah geplakan dari kedua temannya. "Jangan kasar dong jadi orang! Kalau gue bego gimana?" Lingga mengelus kepalanya yang sakit. Ternyata luka hantaman kayunya tidak semudah itu sembuh.

"Bukannya udah bego ya?" Ndof cengengesan, Raska yang berada di sebelah kirinya tidak bisa menahan tawa lagi.

"Gini amat sih punya temen," gerutu Lingga.

"Emang kita temen?" sahut Raska cepat seraya beringsut menjauh. Masih dengah sisa tawa, Ndof juga menjauhkan diri dari Lingga. Memasang wajah seolah jijik.

Lingga ingin mengumpat, tapi dia tahan. Dua temannya memang sudah seperti itu sejak bayi. Menyebalkan sampai ke akar! "Nggak, puas lo!"

"Cie ngambek." Ndof menoel dagu Lingga, membuat lelaki itu semakin menekuk wajahnya. Saat tangan Lingga terangkat ingin meraih rambut Ndof dan menjambaknya hingga botak, sebuah suara menginterupsi mereka.

"Ling!" Sammy tergopoh-gopoh menghampiri bangku semen tempat duduk ketiga sahabat itu. Di sampingnya terlihat Arinka yang datang bersisian dengannya. "Lo dicari Bu Tutik, disuruh ke ruang Kepala Sekolah."

"Gue?" Menunjuk dirinya sendiri, Lingga mengernyit bingung.

"Iya, buruan. Dari tadi gue nyariin lo, tahunya di sini," ucap Sammy sambil mengatur napasnya yang tersengal.

"Ada apa?" Raska dan Arinka bertanya bersamaan, mata mereka bertemu untuk sesaat sebelum Raska mengalihkan pandangannya pada Lingga dengan canggung.

"Nggak tahu. Gue pergi dulu ya." Lingga mengedikkan bahu. Kakinya mulai melangkah cepat.

"Jangan salah belok, Ling!" Seruan Ndof menggema. Jika saja Lingga tidak buru-buru, dia pasti kembali untuk menghampiri dan menjambak rambut Ndof yang berantakan itu.

***

Memasuki ruang Kepala Sekolah, Lingga disambut oleh senyum Pak Joko yang duduk di singgasananya. Di sofa panjang, Bu Tutik yang duduk bersama Bu Wiwik menyuruhnya untuk segera duduk. Lingga mengangguk, lalu mengambil duduk berseberangan dengan dua guru tersebut.

SENANDIKA [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang