12. Tawuran 3

521 94 212
                                    

Tawuran 3

   Ada tiga poin penting yang selalu Ndof tekankan dalam hatinya.

   Pertama, jangan pernah cari gara-gara dengan cewek yang sedang marah.

   Kedua, jangan pernah cari gara-gara dengan ibu dalam keadaan apa pun.

   Yang ketiga dan paling penting, jangan pernah cari gara-gara dengan ibu yang sedang marah.

   Jangan pernah. Sekalipun jangan. Pokoknya jangan pernah melanggar poin ketiga dan paling penting itu.

  Tapi sekarang Lingga, Raska dan Ndof rasa-rasanya sudah melanggar peraturan nomor tiga itu.

  Mereka bertiga duduk berhimpitan di sofa ruang tengah milik Raska. Di depan mereka berdiri tiga Mama yang sedang marah. Ralat, cuma dua Mama yang sedang berdiri, sedangkan yang satu lewat sambungan video call di layar pipih yang menempel dinding. Terlihat Mama Raska--Sandra--sedang duduk di balik meja kerjanya.

   Biarpun begitu, bagi Ndof, suasana saat ini terasa mencekam.

   "Jangan ngompol lo," bisik Raska karena merasakan Ndof bergerak-gerak gelisah di tempatnya.

   "Gue takut Ras," cicit Ndof pelan.

   Setelah Fatiya memergoki muka mereka babak belur tadi siang, Fatiya segera melaporkan kejadian itu kepada kedua Mama yang lain. Sidang untuk mereka bertiga tidak langsung dilakukan saat itu juga, karena Fatiya menunggu Mama Lingga pulang kerja dan Mama Raska menjawab telepon darinya.

   "Jadi, gimana bisa kalian ikut tawuran?" ujar Fatiya memulai sidang.

   "Tunggu, Ndof mau pipis dulu. Nanti jadi masalah kalau Ndof sampai ngompol di sini." Ndof berdiri dan setengah berlari menuju kamar mandi. Beberapa menit kemudian, Ndof kembali dengan wajah lega. "Oke, ayo sidangnya dilanjut, Ma."

   Fatiya menarik napas geram. "Kenapa kalian ikut-ikut tawuran, hah?!"

   "Raska, jangan kira karena Mama jauh, kamu bisa bebas dan ikut tawuran seperti itu!" Sandra menimpali.

   Sedangkan Anjani hanya diam, tidak tahu harus mengatakan apa. Anjani bukan tipe ibu yang bisa mengomel panjang lebar saat marah. Seringnya, Anjani hanya diam dan menatap Lingga saat putranya itu berbuat nakal dulu waktu kecil. Dan Lingga kecil langsung ketakutan. Tapi saat ini, pertama kalinya setelah Lingga beranjak dewasa, Anjani mendapat laporan Lingga ikut tawuran. Putra kebanggaannya ikut tawuran seperti anak nakal dan ini membuatnya sedikit syok.

   Lingga menunduk. Raska memalingkan muka ke arah lain. Sedangkan Ndof sesekali menggerutu sendiri--dia masih tidak terima disalahkan.

   "Kami nggak ikut tawutan Ma, Tante. Kami cuma ada di tempat dan waktu yang salah." Ndof memberanikan diri menjawab.

   "Siapa yang nyuruh kamu ngomong, Ndof?" tukas Fatiya.

   "Tadi kan Mama nanya," lirih Ndof pelan.

   "Andofa ...."

   "Iya Ma, Ndof diem."

   "Lingga." Dengan pelan, Anjani memanggil.

   Lingga mengangkat mukanya, menatap langsung wajah mamanya yang memiliki raut lelah di sana. Sontak, rasa bersalah menyelimutinya.

   Setelah mendapatkan telepon dari Fatiya kalau Lingga ikut tawuran, Anjani langsung menyelesaikan pekerjaannya dan pulang cepat.

  Gimana bisa gue buat masalah waktu Mama capek-capek kerja gini, pikir Lingga.

  "Selama ini Mama selalu anggap kamu anak baik. Kamu anak yang penurut. Kamu kebanggaan Mama." Dengan nada terluka Anjani melanjutkan. "Tapi sekarang ... kamu mengecewakan Mama, Ling."

SENANDIKA [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang