21. Mimpi yang tersisa

411 73 39
                                    

Mimpi yang tersisa

   "... Mimpi lo nggak akan hilang. Mereka bisa berjalan berdampingan."

   Dengan jari-jari mengetuk pelan kemudi, Ndof membiarkan pikirannya berkelana karena ucapan dari Raska tadi. Dia teringat waktu kecil dulu, saat Ndof ditanya apa cita-citanya saat besar nanti, selalu jawaban berbeda yang Ndof berikan.

   Mulai dari superhero seperti Power Rangers, Ultraman, sampai Ninja Hatori. Ndof juga pernah menyebutkan ingin menjadi guru, bajak laut sampai yang terakhir ... yang dengan suara keras dan bangga Ndof ucapkan, dia ingin menjadi dokter sama seperti papanya.

   Tapi kemudian, setelah Ndof mulai masuk SMP, dia menyadari bahwa menjadi dokter artinya Ndof akan sangat sibuk sehingga sering meninggalkan anaknya kesepian di rumah. Membuat anaknya bangun hingga tengah malam hanya untuk menunggunya pulang. Dan membuat anaknya nanti kecewa karena janji yang tiba-tiba dibatalkan, membuat Ndof dengan segera meninggalkan mimpinya itu.

   Mimpinya seketika berubah. Terlalu sering membantu Mamanya memasak, membuat Ndof terinspirasi menjadi koki. Ndof ingin bekerja di restoran milik Gordon Ramsay--salah satu juri Master Chef yang juga idolanya-- dan mendapatkan pengakuan dari koki kelas dunia itu. Lalu membuka restoran sendiri, dengan jam kerja lebih fleksibel sehingga Ndof bisa menghabiskan waktu bersama keluarganya.

   "Ndof."

   Ndof melirik Lingga sembari menaikkan satu alisnya lalu bertanya. "Apaan?"

   "Kompleks rumah kita kelewatan bego," jawab Lingga menahan tawa. "Lo beneran sawan apa gimana sih?"

   "Ternyata penyakit suka nyasar lo itu menular Ling." Ndof berucap takzim. Serta merta tangan Lingga terangkat meraih rambut Ndof, dan menjambaknya keras. "LING! GUE BISA BOTAK WOY!! KITA BISA NABRAK, LINGGA! GUE JUGA BELUM NIKAH!!!!"

    Setelah puas, Lingga akhirnya melepas jambakannya dan ganti menopang dagu menatap ke arah luar.

    "Mimpi lo masih sama 'kan Ling?" tanya Ndof tiba-tiba sekaligus mengulang pertanyaan dari Raska untuknya tadi. 

   "Masih." Lingga berucap lirih. "Kenapa memangnya?"

   Ndof menggeleng. "Cuma nanya. Lo kok tumben hari ini nggak bawa kamera?" tanya Ndof lagi.

   Lingga bergeming. Bahkan sampai mobil yang mereka tumpangi terparkir sempurna di rumah Raska, Lingga masih saja diam.

   "Mimpi lo masih tentang masak 'kan Ndof?" tanya Lingga saat turun dari mobil.

   Ndof menatap Lingga dengan ragu sesaat, sebelum kemudian menjawab dengan wajah yang terlihat yakin. "Untuk sekarang mimpi gue cuma masak. Nggak tahu kalau nanti gue berubah lagi. Hidup 'kan nggak pasti Ling."

   "Kenapa kita jadi bahas mimpi gini sih?" tanya Lingga sedikit sewot.

    Ndof tertawa. "Gara-gara Raska sih ini. Ah, gue rasa mimpi gue agak berubah sih Ling." Cowok yang rambut keritingnya semakin terlihat berantakan pasca-jambakan dari Lingga itu menatap langit biru di atasnya sambil tersenyum lebar.

   Terlihat seolah tidak mempunyai beban apapun. Dan Lingga iri melihatnya.

   "Dulu gue mau jadi koki di tempatnya Gordon Ramsay--"

   "Zordon?" potong Lingga.

   "Gor-don Ram-say," ucap Ndof dengan penekanan pada setiap suku kata. "Lo cek google aja nanti Ling." Ndof menghela napas lelah karena menghadapi Lingga yang sangat mudah salah menyebutkan nama orang. "Tapi Gordon Ramsay jauh. Dia tinggalnya di London sana. Dan gue nggak mau pisah sama kalian. Kalau gue nggak punya temen di London nanti gimana?"

SENANDIKA [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang