Arinka, di Mata Ndof
Tidak ada yang lebih membuat Ndof sebal, selain saat harus menjauh dari dapur kesayangannya.
Hukuman dari mama tercinta baru berjalan dua minggu, dan rasanya Ndof sudah hampir gila.
Bahkan, ajakan Raska dan Lingga ke kantin dia tolak begitu saja. Ndof hanya mau mendengar suara wajan dan spatula yang beradu karena tangannya.
Sembari berkali-kali menarik napas panjang, Ndof melangkahkan kaki ke kelas Arinka.
Dia butuh penghiburan. Dia butuh pengalih perhatian dari memasak. Dan mungkin, berantem dengan Arinka akan menyenangkan.
"Apri ada?" tanya Ndof ke salah satu siswi yang baru keluar dari kelas Arinka.
"Arinka maksudnya?"
"Iya, Arinka." Ndof cengengesan.
"Dia di dalem, masuk aja. Arinka lagi sakit sih kayaknya."
Tanpa mengucapkan terima kasih, Ndof melenggang masuk begitu saja. Mendengar Arinka sakit, membuat Ndof jadi khawatir. Lupa sudah tujuan awalnya ke mari.
"Apri," panggil Ndof pelan pada gadis yang sedang menelungkupkan kepalanya di atas meja itu.
Arinka diam, tidak menjawab panggilan Ndof.
"Apri." Kali ini Ndof menggoyangkan bahu Arinka pelan.
Arinka bergerak gelisah. Setelah itu mengangkat badannya pelan, dan tersenyum saat sadar Ndof sudah di depannya.
"Raska sama Lingga mana?"
"Ke kantin. Lo nggak pengin ke kantin?" Tangan Ndof menyentuh dahi Arinka ringan. "Nggak panas kok. Lo sakit apa emang?"
"Gue nggak sakit, cuma lagi dapet. Perut gue sakit banget, Re. Gue juga mager mau ke kantin," keluh Arinka.
"Dapet itu apaan sih, Pri?" Ndof bertanya polos. Bukan pura-pura polos. Dia benar-benar tidak tahu apa itu dapet yang sering dibicarakan teman-teman perempuannya secara bisik-bisik itu.
"Lo pura-pura bego apa gimana sih?" Arinka meringis kesakitan. Bahkan untuk ngomong ngotot seperti sekarang saja sudah membuat perutnya melilit.
Ndof menggeleng dengan ekspresi serius. "Gue beneran nggak tahu."
"Dapet tuh ... sinian dong, Re!" perintah Arinka. "Jangan jauh-jauh gitu."
"Iya ini udah maju, bawel."
"Lo tau kan cewek tiap bulan selalu kedatengan tamu?" Arinka berbisik pelan.
Ndof mengangguk.
"Nah, itu tuh namanya dapet, Re." Arinka tersenyum puas karena berhasil menjelaskan pada Ndof.
"Ooh ... Kenapa nggak bilang lagi haid sih?" tanya Ndof dengan suara keras.
Arinka menepuk dahinya keras. Lalu buat apa sejak tadi dia menjelaskan dengan berbisik kalau akhirnya Ndof mengucapkannya degan keras-keras seperti sekarang.
"Ya kan malu, Re!"
"Ngapain malu? Kita para cowok juga udah tahu masalah itu kan?"
"Sungkan." Arinka menekan bibirnya karena malu.
Ndof tersenyum. "Sungkan segala. Gue udah kenal lo dari dulu. Semua jelek-jelek lo juga, gue udah tahu. Jadi kenapa sok-sokan sungkan sih, Pri?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SENANDIKA [completed]
Ficção AdolescenteRaska, Lingga dan Ndof mempunyai sifat dan cara berpikir yang berkebalikan. Saling menghujat, mengejek, dan bertengkar mungkin makanan sehari-hari untuk mereka. Ancaman untuk berhenti berteman seringkali mereka ucapkan. Meskipun begitu, tidak ada s...