Pagi telah melahap malam. Sinar mataharinya menerebos seluruh celah kehidupan sampai ke lorong-lorong kecil. Aktivitas orang-orang sekitarku juga mulai menggelitik telingaku. Membuat mataku terpaksa terjaga, meninggalkan lelap yang masih lekat dalam setiap sel darahku.
Dengan gontai aku berjalan menuruni ranjang tidur. Mengudarakan tanganku menuju jendela untuk membiarkan cahaya matahari lebih leluasa menyinari seisi kamarku.
"Hauhhhhhhhhhhhhh", aku menguap tapi suara di luar sana semakin membuatku pengap.Tanpa niat sedikitpun, ku gerakkan kakiku menuju pintu kamar sembari berdoa Momy telah berangkat ke kantor. Saat tanganku memegang gagang pintu, pintu kamar sudah terbuka dan NAAS!
Mata bulat yang melotot sempurna dengan pose tangan memegang kedua pinggang, serta raut wajah yang di penuhi tatapan marah, heran dan lelah itu menyambutku lagi dan lagi.
Aku memilih MERUNDUK dan berlalu, namun tangan Momy lebih cepat menarik bahuku sehingga kini aku berhadapan dengannya.Aroma Momy tetap sama, aroma Melati yang ku sukai sejak aku masih bayi. Namun aromanya saja yang sama, karena Momy telah berubah sepeninggal Papy.
Dengan mata kantuk, aku menatap Momy yang sudah bisa di tebak pasti akan memberikan celoteh "Anak PRAWAN itu harusnya bangunnya lebih pagi. PAMALI kalau bangun siang"
Prawan
Pamali
Prawan
Pamali............ ...............Kata-kata itu seolah menjadi menu sarapan pagiku, sebab Momy selalu mengulang kata yang sama saat marah. Bahkan setelah aku menjawab atau meminta maaf. Momy masih terus mengulangi sampai aku selesai sarapan.
Pernah suatu pagi aku berlalu di tengah-tengah aktivitas mengisi perut, karena Momy yang terus memarahiku tanpa henti.
Di saat tertentu, aku sering menyalahkannya. Bagiku dia yang salah, bukan aku. Kebiasaan burukku semacam ini karena ulahnya yang 2 tahun terakhir hampir tak pernah merawatku. Membiarkanku hidup amat sangat mandiri.
Bukan bermaksud ingin di manja, melainkan aku juga remaja yang ingin di perhatikan oleh Momynya.
Momy ku berubah menjadi orang yangi berbeda setelah Papy pergi. Dulu Momy adalah sosok orang yang sabar, baik hati, penyayang, sangat pengertan padaku dan selalu memperhatikan setiap aktivitasku tanpa mengenal umurku yang sudah beranjak dewasa.
Setiap sentuhan Momy di tubuhku adalah kehangatan dan kenyamanan yang hakiki bagiku.
Pernah saat aku masih duduk di bangku sekolah dasar, wali kelasku bertanya siapa tokoh idolaku dan aku dengan lantang menjawab Momy Ammeta. Hahaa...
Itu dulu...Sedari kecil aku memang dekat dengan kedua orang tuaku. Rasa sayangku pada Momy dan Papy sama rata karena bagiku merekalah anugerah terindah yang pernah Tuhan beri.
Sampai saat aku duduk di bangku kelas 3 SMP Papy mengidap penyakit jantung setelah memutuskan mengundurkan diri dari Kerdigantaraan kecintaannya. Papy bahkan harus di rawat di rumah sakit karena semakin parah sakitnya. 3 bulan di rawat Papy berangsur membaik dan memutuskan rawat jalan di rumah.
Sebulan kemudian, yang setahu saat itu Papy sudah pulih tiba-tiba saja pergi untuk selamanya meninggalkan ku dan Momy. Sampai detik ini aku tak mengerti.
Tuhan menjemput Papy tanpa memberiku isyarat apapun.
Aku masih ingat betapa marahnya aku kepada Tuhan saat itu sampai mogok makan selama 7 hari dan akhirnya jatuh di ruang inap.Untung saja aku segera sadar dari duka kehilangan Papy, memilih untuk meneruskan hidup dengan Momy karena aku tau itu yang Papy ingini.
3 bulan setelah Papy pergi semua baik-baik saja. Aku dan Momy sehat. Aku melanjutkan sekolahku dan Momy pergi ke kantor seperti biasa. Namun yang tak biasa, semenjak Momy di angkat menjadi Manajer di perusahaan, Momy jarang ada waktu bersamaku. Pergi pagi pulang larut malam. Dan aku terbiasa sendiri atau terkadang sekedar di temani Bi Darti berbicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anonymous Boy
FanfictionDengan tanpa alasan, banyak hal terjadi di luar dugaan. Entah itu kematian atau kelahiran baru. Sejatinya semua manusia ditakdirkan untuk terus bertemu dengan orang-orang baru selama alur waktu hidupnya, menggantikan orang-orang yang pergi meninggal...