Jika kamu menahan sesuatu yang jelas tidak bisa ditahan, itu berarti kamu belum dewasa.
⚖️
Detik demi detik berlalu dalam sepi. Ruangan penuh dengan kursi sofa ini pun telah berubah menjadi gelap sempurna. Pertanda malam kian menyantap waktu.
Hanya nafas teratur dari sepasang kekasih yang terdengar mengalun bersama tembang alam.
Claretta mengelus lembut pipi cowoknya yang tengah tertidur pulas. Berbekal cahaya remang lampu kecil yang berdiri kokoh di sebuah nakas.
Setiap kali mulutnya mengambil nafas, Claretta berhati-hati sebisa mungkin. Khawatir jika suara pernafasannya menganggu ketentraman tidur Arkana.
Menepis rasa pegal dan geram yang menggerogoti kakinya, Claretta dengan pelan menggerak-gerakkan kaiknya. Berulangkali menjaga awas ke arah Arkana yang tertidur di atas pahanya.
Sialnya, rasa pegal yang di rasakan Claretta mulai menjadi-jadi. Kakinya semakin keram tak karuan karena terlalu lama menyangga kepala Arkana. Mau tak mau Claretta terus menggerak-gerakkan kakinya. Satu dua kali begitu pelan. Ketiga empat dan seterusnya mulai lebih kuat.
Claretta mendesah lirih. Kepalanya di jatuhkan ke belakang menabrak sandaran sofa.
"Lelah." Lirihnya.
"Ini hukuman." Claretta kaget mendengar ucapan itu. Sontak saja menatap sosok dalam pangkuannya itu. Dengan bibir tipis Arkana mengulum senyum tak terbaca, namun matanya masih tertutup sempurna.
"Salah siapa buat hatiku kayak terbakar?" Arkana membuka matanya yang langsung disapa hangat oleh tatapan Claretta.
"Bukan aku yang meluk!" Sungut bibir protes Claretta mulai terbentuk.
"Tapi kamu mau aja di peluk!" Arkana terus menyerang Claretta. Memancing rasa jengkel kekasihnya secara sengaja."Mau aku berontak pun sia-sia tauk! Badan aku kecil." Claretta menghentak-hentakkan kakinya sebagai pelampiasan kekesalan. Berimbas pada kepala Arkana yang tergoncang naik turun dipangkuannya.
"Itu salah kamu! Kenapa kamu kecil banget?" Arkana bangkit dari pembaringannya. Mengusap matanya berulangkali untuk benar-benar meraih kesadaran. Kemudian segera menggeser tubuhnya menghadap ceweknya yang mungkin sedang kesal.
0,1 detik setelah Arkana berhasil,
Mwahh..
Kecupan singkat di bibirnya bersamaan dengan rengekan "Nyebelin, " Membuat Arkana mengerjap-kerjapkan matanya."Kenapa?" Claretta merubah posisinya. Kedua kakinya naik ke sofa. Menekuk kedua lututnya, sehingga kini Claretta setengah berdiri. Dengan tangan berkacak pinggang Claretta membuat wajah menantang.
Arkana bergeming. Hanya tampak wajahnya yang mulai memerah tak beralasan.
Kenapa?
"Kenapa diem aja?" Claretta terus menghujankan pertanyaan kenapa dan kenapa. Melampiaskan kekesalannya karena terus dipojokkan dengan alasan yang sama. Memangnya siapa yang mengharapkan pelukan itu. Lagipula bagaimana itu bisa di katakan pelukan jika kenyataannya membuatnya hampir kehilangan kemampuan bernapas.
Merasa Arkana hanya akan menjadi mayat hidup. Claretta beranjak untuk berlalu. Sampai sebuah tangan menariknya kasar. Sepasang tangan menyebar kehangatan pada pipi Claretta. Hal tak terduga terjadi secara alami.
Tangan itu menarik kepala Claretta mendekat.Sebuah kecupan pembalasan terjadi dalam sekejap. Mengirim karma cepat pada Claretta yang terus mengerjap-kerjapkan matanya.
"Kenapa? Jantungmu berhenti karenaku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Anonymous Boy
FanfictionDengan tanpa alasan, banyak hal terjadi di luar dugaan. Entah itu kematian atau kelahiran baru. Sejatinya semua manusia ditakdirkan untuk terus bertemu dengan orang-orang baru selama alur waktu hidupnya, menggantikan orang-orang yang pergi meninggal...