"Terlalu rumit untuk menyadari sebuah perasaan ketika pikiranku berusaha menyangkalnya. Aku takut mengakuinya."
~Claretta~
Aku berjalan menyusuri lorong menuju perpustakaan dengan mata was was penuh ketakutan. Takut dia datang. Sejujurnya sejak kemarin kata-kata Bi Darti terus tergiang di kepalaku.
Hati-hati dengan hati, salah letak bisa retak.
Sebenarnya salah juga jika aku menghindarinya karena ucapan Bi Darti. Tapi aku sendiri belum siap. Mengingat kehilangan Papy membuatku begitu patah dan retak. Juga kehilangan dia, yang tak lagi ingin ku sebutkan.
Aku berhasil sampai di perpustakaan dengan selamat. Sepi. Hanya ada penjaga perpustakaan dan beberapa siswa.
"Bu, saya siswi baru disini. Mau ambil buku paket pelajaran kelas 11 jurusan MIA." Ucapku.
"Oh, Iya nak. Duduk saja dulu. Tunggu ya." Jawabnya.
Aku beringsut menuju kursi bagi para kutu buku yang saat itu memang kosong.
Aku menghentak-hentakkan kaki kiriku. Sial aku tidak bisa diam.Aku berjalan menyusuri rak-rak perpustakaan. Iseng melihat-lihat buku. Hitung-hitung tambah wawasan. Hehe.
Aku terus berjalan tanpa tujuan menyusuri rak perpustakaan sampai ke ujung. Mengusap kayu yang membatasi buku bagian atas dan bawah.
Sampai aku tidak menyadari telah menyandung sesuatu. Aku tersandung, tubuhku terhuyung ke depan dan kepalaku terpentok dinding.
"Awhkk." Ringis ku bersamaan dengan ringis seseorang.
Aku menatapnya, dia juga menatapku.
"Kamu gila." Ucapku dan ucapnya bebarengan, kalimatnya pun sama.
Duh, apa lagi ini.
Aku bangkit berdiri sembari tetap memegangi keningku yang nyut-nyut an. Memandangnya sebal.
Sementara dia bangkit dengan memegangi perutnya yang ku sandung tadi. Tampak sekali dia kesakitan.
"Lo gila, orang lagi tidur lo tendang-tendang seenaknya." Bentaknya.
Sebal aku. Ingatan bagaimana dia berkelahi dengan dia kemarin saja sudah membuatku eneg, apalagi bagaimana ekspresi mengejeknya membuatku semakin membencinya.
"Kamu yang gak hati-hati. Siapa suruh tidur dilantai. Emang kamu gak punya rumah? Di usir orang tua?" Balasku tak kalah menyentak.
Kent memelotiku. Sebagian dari diriku mengutuki mulutku yang sok jagoan ini. Bagaimana jika dia membuatku babak belur di perpustakaan. Atau mendorongku keluar jendela, jatuh dari lantai 3. Aku tidak mau jadi hantu penunggu perpustakaan.
Bulu kudukku merinding memikirkan. Ia tetap melotot dengan wajah menegang. Ia berjalan menghampiriku. Otomatis aku berjalan mundur menjauhinya.
Aku merunduk sambil tetap berjalan mundur. Beberapa detik kemudian aku melihat tangannya mengepal.
Gawat, bisa-bisa keluar dari perpustakaan aku sudah jadi ayam geprek ini, batinku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anonymous Boy
FanficDengan tanpa alasan, banyak hal terjadi di luar dugaan. Entah itu kematian atau kelahiran baru. Sejatinya semua manusia ditakdirkan untuk terus bertemu dengan orang-orang baru selama alur waktu hidupnya, menggantikan orang-orang yang pergi meninggal...