"I'm not alive. I'm wild and free."
*Kentson Arthur*
Claretta berjalan gontai menyelusuri lorong. Beberapa kali kakinya terantuk sesuatu karena tidak memperhatikan jalan. Matanya lelah dan mengantuk. Hampir setengah malam di habiskannya mengobrol banyak hal dengan Arkana.
Ditambah lagi pagi-pagi harus berjalan dari halte ke sekolah.
Claretta merasa semakin berjalan semakin ia rasa tubuhnya retak perlahan.
Tetapi sudut hatinya tersenyum bahagianya. Ini pertama kali Claretta bersama lelahnya begitu membahagiakan. Bagaimana detak jantung Claretta berpacu karena 2 hal dalam semalam. Pertama takut jika Momynya tiba-tiba datang, mendatanginya dan memarahinya karena tidak segera tidur. Kedua debar yang tercipta karena setiap kata yang di keluarkan Arkana melambungkan perasaannya ke awang-awang.
Claretta memasuki kelas. Wajahnya yang semula tertunduk menengadah cepat ketika teman-teman sekelasnya bergerombol di bangkunya menjadi satu bundaran besar.
Kaki mungilnya segera berlari. Memaksa masuk ke dalam kerumunan. Meski harus terantuk siku teman-temannya, Claretta tak menggubrisnya.
Alasan dibalik kerumunan inilah yang lebih penting karena samar-samar ia mendengar sesuatu perihal Arkana.
Setelah memaksa dengan keras, Claretta tiba di tengah kerumunan. Pusatnya berada di bangkunya sendiri.
Seluruh mata di kelas itu mengarah ke Claretta yang tampak begitu penasaran dan kebingungan. Sebagian dari mereka berbisik-bisik membicarakan insiden pelukannya dengan Arkana kemarin.
Claretta menemukan Laras yang di kerumuni oleh teman sekelasnya itu menatapnya cemas.
Ada apa?
"Ada apa ini, Ras?" Tanya Claretta penasaran.
"Duduk." Pinta Laras yang kemudian di turuti begitu saja oleh Claretta.
Claretta yang di bungkam kebingungan benar-benar terdiam. Semua mata di ruang kelas itu seolah menelanjanginya. Membuatnya merasa tidak nyaman dengan keadaan.
Membuat sebagian dari Claretta ingin melarikan diri.
Tatapan-tatapan itu begitu buas. Claretta seakan menjadi mangsa empuk untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan liar mereka.
Merasa salah tingkah. Bahkan duduk pun terasa tidak nyaman, Claretta memegang tangan Laras dengan lembut.
"Ras, ada apa? Aku salah?" Tanya Claretta dengan suara yang mulai terdengar berat.
"Kamu ada hubungan apa sama Anonym?" Tanya Laras mengintimidasi namun dengan suara yang begitu lembut.
"Kenapa?"
Kalimat yang terus bertebaran di otak Claretta hanyalah 'kenapa'. Tenggorokkannya terlalu berat untuk menggetarkan pita suaranya.
"Hari ini ada gosip baru soal keluarga Anonym."
Deg. Tangannya gemetar bersamaan dengan matanya yang terus berkedip menahan arus air yang ingin menyeruak kelyar.
"Anak kelas 12 MIPA3 nyebarin gosip Papa Anonym mau nikah sama Janda dan cerai sama Mama Anonym."
Mata Claretta membelalak diikuti dengan tangannya menutup mulutnya yang terbuka kaget.
Dalam satu waktu hatinya di guncang tsunami yang begitu dahsyat tatkala menebak apa yang akan Arkana pertontonkan pada seisi sekolah pagi ini.Automatis, kaki Claretta bergerak bangkit. Mendesak kerumunan itu untuk keluar. Tidak memperdulikan rasa nyeri akibat perlawanan kecil yang harus dilakukannya untuk menerjang sebagian teman yang menolaknya pergi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Anonymous Boy
FanfictionDengan tanpa alasan, banyak hal terjadi di luar dugaan. Entah itu kematian atau kelahiran baru. Sejatinya semua manusia ditakdirkan untuk terus bertemu dengan orang-orang baru selama alur waktu hidupnya, menggantikan orang-orang yang pergi meninggal...