Dengan tanpa alasan, banyak hal terjadi di luar dugaan. Entah itu kematian atau kelahiran baru. Sejatinya semua manusia ditakdirkan untuk terus bertemu dengan orang-orang baru selama alur waktu hidupnya, menggantikan orang-orang yang pergi meninggal...
Karena bukan tentang siapa yang mengenal lebih dulu, siapa yang datang lebih dulu, atau siapa yang lebih perhatian. Tetapi tentang siapa yang datang dan tak pernah pergi. ~Claretta~
Dia menceritakan ini padaku: Papanya sampai detik ini masih menafkahi keluarga. 2 tahun yang lalu Papanya masih tinggal di rumahnya walau dapat di hitung jari. Terakhir kali ia serumah dengan Papanya adalah saat kedua adiknya genap berusia sebulan. Seusai itu Papanya tak lagi kembali.
Mamanya hanya diam pasrah. Dia sudah berulangkali bertanya pada Mamanya, apa masalah sebenarnya. Tetapi mamanya hanya diam.
Dia terus menduga apa penyebab perpecahan itu. Penyebab papanya berubah drastis dari yang semula hangat menjadi acuh. Tapi usahanya berakhir buntu.
Dia tidak menemukan jawaban apapun. Berulangkali ia mendatangi kantor Papanya dan selalu berakhir dijalanan setelah di urus satpam suruhan Papanya.
Dia semakin frustasi. Rasa benci merambatinya dari hari ke hari. Semenjak saat itu dia tidak ingin melihat Papanya lagi. Tapi kemarin, tanpa sengaja ia melihat Papanya berkunjung ke sekolah dan itu membuat seolah hidupnya di terjang tsunami.
Ia menghitung, sudah genap 5 tahun ini Papanya tidak memberi kasih sayang sebagaimana seharusnya seorang Ayah.
Aku tau betul bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang begitu dekat. Bedanya papaku telah pergi dan tak mungkin kembali.
Sedangkan ia masih bisa melihatnya. Hanya saja itu bukan hal yang membahagiakan. Lantaran pertemuan menjadikan kepedihan yang kian nyata.
Jika aku berada di posisinya mungkin aku juga akan seterluka itu. Memikirkan bagaimana melihat senyum kedua adik kecilnya akan semakin menggores hati. Membayangkan mereka tumbuh tanpa kasih sayang dari seorang ayah yang jelas-jelas masih sehat bugar.
Aku juga mengatakan ini padanya: Alasan mengapa aku menangis. Aku merasa sebilah pisau menusuk hatiku saat menatap matanya yang dingin dan penuh luka.
Asumsi mencuat seketika. Bertanya-tanya ada apa, apa yang salah dan sebagainya.
Dari dulu aku tidak bisa melihat orang yang biasa ceria lalu diam-diam memendam luka. Aku tidak suka.
Apalagi dia orang baru yang spesial untukku. Kedatangannya membawa warna baru. Menempatkan diri di ruangan khusus dalam hatiku.
Aku tidak bisa melihatnya terluka. Itu alasanku.
xXxX
A
ku berjalan malas menyusuri tangga setelah terbangun akibat suara bel yang terus berbunyi.
Awalnya aku tak ingin beranjak pergi. Berniat melanjutkan tidur. Tapi suara bel yang ditekan dengan tidak sopan itu memekakan telingaku. Begitu mengganggu.
Repotnya lagi, Bi Darti sedang izin keluar. Jadi tidak ada yang membukakan pintu. Hanya tinggal aku sendiri.
Setelah kesadaranku kembali. Aku membuka pintu dengan senyum lebar menyambut tamu tak sopan.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.