8

146 35 16
                                    

"Jika hidupmu hanya tentang BAHAGIA. Itu bukan HIDUP. Itu mimpi."
~Anonymous Boy~







                 Aura yang kurasa masih mencekam. Padahal sudah beberapa menit berlalu Kent meninggalkan ruangan ini. Tetapi tetap aja aura mematikannya masih dapat ku hirup.
Membangunkan bulu kudukku.

Aku merasa gelisah. Sesuatu dalam diriku bergelora tak terima. Terngiang kata terakhir yang Kent ucapkan. Membuatku tertegun mematung beberapa saat.

Aku tak tau pasti apa yang tengah terjadi padaku. Mengapa Aku dikelilingi oleh orang-orang yang katanya 'kasar' ini.

Aku harus memutuskan strategi besar. Untuk menghindari Kent sebisaku. Aku tidak mau digiling dengan bus sekolah. Ah, membayangkannya saja sudah membuatku ngeri.

Dengan tarikan nafas yang begitu dalam Aku mencoba mengeluarkan kengerian Kent dari pikiranku bersama dengan karbon dioksida yang keluar.

Aku menyangga kepalaku dengan tangan kanan pada ranjang yang dia tempati.
Sudah tau siapa dia yang ku maksud kan. Aku tidak tau harus memanggilnya apa. Anonymous Boy, Terlalu awkward jika Aku memanggilnya begitu.

Aku melihatnya begitu tenang dalam tidurnya. Siapapun tidak akan percaya jika ia sekasar itu ketika melihat apa yang ku saksikan saat ini.

Hanya saja ia tak sengaja merubah dirinya menjadi orang lain. Kefrustasiannya menggundang rasa tak peduli. Akibatnya membuat ia tak segan menyakiti orang lain tanpa rasa iba.

Caranya saja yang salah dalam melampiaskan permasalahannya. Sebab tak ada satupun yang berniat melihat lukanya, mendengarkan keinginannya, menenangkan emosinya.

Aku paham dan sangat mengerti resikonya begitu besar untuk bersamanya bahkan memulai sebuah rasa. Membayangkan suatu hari Ia juga bisa bersikap kasar padaku tanpa iba.

Tapi Aku tak peduli. Aku hanya akan mengikuti kemana kata hatiku yang 2 hari ini kusadari terus mengarah kearahnya.

Biar ku telan habis perkagtaanku 'terlalu dini untuk memulai sebuah perasaan'.
Meski masih ku rasa nyeri perihal kehilangan yang tak kusadari tempo hari. Aku tak ingin mengungkitnya.
Aku hanya ingin terus berjalan. Tanpa peduli apa yang telah berlalu.

Biar yang berlalu ku simpan rapat menjadi masa lalu.

Aku melihatnya mulai bergerak menggeliat. Imut sekali. Tangan kirinya tengah mengusap-usap matanya sembari mengumpulkan kesadaran.

Ia menatapku tersenyum. Lekas bangkit dari tidurnya. Terduduk lesu khas orang bangun tidur dengan rambut acak-acakan.

"Hei," sapanya, "aku membuatmu menunggu?"

Aku menggelengkan kepala dan tetap tersenyum. Aku hanya ingin menatapnya. Begini saja sudah lebih cukup. Dalam waktu singkat ia membuatku banyak melihat tentang sisi dari dirinya.

Menyakinkanku ia tak seburuk yang orang kira. Ia hanya orang yang terasingkan akibat beberapa orang yang hanya peduli pada dirinya.

Ini bukan tentang seberapa mudahnya hatiku jatuh dan lemah. Tapi seberapa besar yang ia beri padaku dalam waktu yang begitu singkat.

Ribuan pertanyaan ku akui masih bertanda tanya dikepalaku. Tak tau pasti apa yang membuatnya menyukaiku. Perkara itu ku tanyakan nanti.

Begini saja sudah cukup. Nyaman, tenang dan begitu hangat.

"Mengapa menatapku seperti itu?" Tanyanya diikuti menguap.

Ia benar-benar menjadi dirinya sendiri tanpa mementingkan image di hadapanku. Mengundang rasa geli diikuti tawa kecilku.

Anonymous BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang