Hari-hari melelahkan

95 11 2
                                    

  Sudah satu tahun dua puluh sembilan hari tapi tetap saja dingin kepada ku. Aku sudah tak tahu lagi harus melakukan apa agar dia mau menerimaku menjadi suaminya. Hhhh... benar-benar kosong rasanya.
    " Aku berangkat dulu, ada rapat di kantor pusat" kataku mengawali pembicaraan pagi itu. Rae in melirikku sekilas lalu mengangguk. Aku tahu dia malas berurusan denganku, tapi bukan begini caranya.
    " Gwaenchanhayeo, bobby-ga?" tanya Yunhyeong seusai rapat tadi. Aku menghempaskan tubuh ke kursi.
    " Melelahkan secara fisik dan kejiwaan" gumamku, Yunhyeong tersenyum.
    " Apa dia mengabaikanmu lagi?"
    " Tentu saja, kapan gadis itu tak mengabaikanku?" Yunhyeong kembali tertawa. Aku menghela nafas menyadari betapa bodohnya aku. Bagaimana bisa dengan mudahnya aku menyerah pada keadaan yang belum.tentu memihak pada siapa, mungkin aku harus menunggu lebih lama lagi dari ini, jika tidak kurasa aku akan mati dengan keadaan tidak terhormat sebagai seorang suami yang tak pernah dihiraukan.
    " Sepulang kerja ayo menjenguk eomma, aku merindukan nya" katanya.
  Sesuai rencana sepulang kerja kami benar-benar pergi menjenguk eommeonim ke rumah sakit. Sudah sebulan lebih eommeonim menjalani perawatan disana, entah kapan beliau akan pulang.. tak nyaman rasanya hanya berdua dengan Rae in, apalagi sikap nya yang... ah! sudahlah.
    " Kau dengan siapa Jiwon?" tanya eommeonim, aku tersenyum. Aku tahu maksud beliau adalah dimana puteri ku?.
    " Hanya aku dan Jiwon, eomma.. Rae in tak mungkin mau diajak kemari, apalagi bersama Jiwon" kata Yunhyeong. Bukan tanpa alasan Rae in tak mau ke rumah sakit, dia punya trauma tersendiri dengan rumah sakit, entah apa aku tak tahu.
    " Eommeonim, bagaimana keadaanmu?" tanyaku berusaha mengalihkan pembicaraan.
    " Akan lebih baik jika Rae in datang bersamamu, Jiwon" kata beliau. Aku menunduk reflek.
    " Jeoseonghamnida, akan ku ajak dia lain kali" kataku. Beliau tersenyum.
    " Kau tak perlu memaksakan diri Jiwon, eomma hanya ingin melihatmu akrab, setidaknya benar-benar 'berjalan bersama' dengannya sebelum aku meninggal".
    " Omo! Eomma... apa yang kau katakan? Sudahlah eomma ini.." kata Yunhyeong yang secara tidak langsung berusaha menenangkanku yang terlalu kaget dengan perkataan eommeonim baru saja.
    " Umm, saya permisi sebentar" kataku.
    " Oh! Bobby-ga" panggil Yunhyeong ketika melihatku keluar ruangan. " Jangan terlalu dipikirkan, eomma hanya_"
    " Hmm, ara... aku hanya ingin keluar sebentar, tak apa kan?" tanyaku.
    " Ah... itu, aku hanya mengkhawatirkan mu, kau benar-benar tak usah memaksakan diri, aratji?"
    " Hmm, ara. Yasudah, kkanda.."
    " Eung, kka"









  Seharusnya hari ini aku pergi ke kafe menemui Nam Joon, tapi ada hal yang membuatku mengurungkan niat untuk mendatanginya.
    " Untuk apa Bobby pergi ke klub malam? Tak biasanya dia seperti itu" gumam ku. Sebenarnya aku tak ingin menghiraukannya, tapi melihatnya melakukan sesuatu yang bukan menjadi kebiasaannya membuatku penasaran dan akhirnya membatalkan kencanku Nam Joon.
  Aku terys mengikuti Bobby dari jauh, duduk di dekat ruangannya dan terus memantaunya. Seharusnya dia bersama oppa dan eomma kan hari ini, tapi kenapa malah berada disini? Apa terjadi sesuatu? Kenapa aku tak tahu sama sekali?.
  Satu persatu wine yang di pesan nya mulai habis, ada sekitar lima botol disana, aku jadi khawatir, apa tak apa jika meninggalkannya dalam keadaan seperti ini sendiri?
    " Cheogi-yeo.. apa lelaki disana baik-baik saja? Maksudku.. kulihat ada lima botol wine yang di pesan nya habis_"
    " Saya rasa dia mabuk, nona. Sejak tadi dia terus menerus memesan wine, dia sudah tak kuat untuk berdiri" kata pelayan yang ku tanyai baru saja kemudian pergi. Aku menghembuskan nafas berat. Kenapa aku khawatir? Dia sama sekali bukan urusanku, aku hanya perlu menelfon supir pengganti dan... oh yatuhan!...
    " Ku rasa aku sudah gila" kataku pada diri sendiri.
  Aku beranjak dari tempat duduk ku berjalan ke arahnya. Aku tak mungkin mengatakan hal ini pada Yunhyeong oppa, apalagi eomma, bisa bisa panjang urusannya nanti. Ku putuskan untuk menolongnya saja, hanya sekali ini.
    " Bobby..." panggil ku, dia terdiam. " Bobby-ga..." panggil ku lagi. Aish.. dasar bodoh! dia kan sedang mabuk, untuk apa ku panggil jika dia takkan bisa mendengarku. Aku sedikit merunduk, mengulurkan tanganku, tapi tanpa ku sadari tiba-tiba dia menarik pinggang ku sampai aku terduduk di pangkuan nya dengan sekali tarikan. Hidung kami bertemu, nafasku terhenti. Menatapnya dengan jarak sedekat ini adalah hal baru bagiku.
    " Agassi... tak seharusnya kau menggoda lelaki yang sudah beristri..." lantur nya tanpa membuka mata. Aku terdiam, jadi dia benar-benar tak sadar? " Aku tahu aku bisa saja selingkuh darinya, tapi..." Bobby menggantung perkataannya, memeluk ku lalu menyusupkan wajahnya kedalam leher ku, menghembuskan nafas perlahan, membuatku tak bisa mengatakan apapun. " Tapi... mengingat ibu nya yang sangat mengharapkan ku membuatku mengurungkan niat,". Bobby tiba-tiba mencium rahang bawah ku membuatku membalalakkan mata.
    " Bobby.." kataku sedikite mendorong bahunya. Dia menatapku dengan mata segarisnya.
    " Kau tahu namaku?" tanyanya.
    " Ayo kita pulang.. kau harus istirahat di rumah dan_"
    " Kau berusaha menggodaku?"
    " Nde? Oh yatuhan.." aku berusaha melepaskan diriku tapi tak bisa, pelukannya terlalu erat. Tangan kirinya ia susupkan ke leherku dan mendekat.
    " Bisakah kau katakan pada isteriku? Ku mohon lakukan hal yang eomma nya ingin lakukan, bukan karena aku, tapi karena eomma nya, hanya karena eomma nya" dan setelah itu dia ambruk ke pelukanku, membuatku menghela nafas tak percaya.
     " Hah! Apa aku benar-benar harus membantu nya hari ini?"







  Aku memapah Bobby masuk kedalam rumah. Sebelumnya Yunhyeong oppa menelfon ke ponsel Bobby menanyakan keberadaannya, karena Bobby tak sadarkan diri jadi ku putuskan untuk mengangakatnya.
    " Dia mabuk" kataku setelah menjawab sekian banyak pertanyaan nya.
    " Mwo?! Bagaimana bisa... oh ya tuhan.."
    " Ada apa Yunhyeong-ie?" tanya eomma, mendengar suaranya yang lemah membuatku ingin menangis. " Apa itu Rae in?" tanya eomma lagi. Untuk sejenak tak ada suara, lalu suara eomma kembali terdengar.
    " Yeobeosseo?"
    " Eo..eomma..."
    " Bagaimana keadaanmu sayang? Eomma merindukanmu. Kau seperti di luar negri saja. Kapan kau akan menjenguk eomma dengan jiwon?"
    " Umm, eomma.. aku masih sibuk, mungkin lain_"
    " Ini ponsel Jiwon kan? Kemana dia? Kenapa kau yang mengangkatnya?" nada suara eomma terdengar sangat bahagia. Aku menatap Bobby yang terlelap di sampingku.
    " Dia sedang tidur eomma.. aku tak berani membangunkan nya" kataku berbohong.
    " Apa kalian sudah berbaikan?" Aku terdiam. Aku tahu eomma mengetahui sikap ku pada Bobby selama ini, tapi mendengar pertanyaannya.. eomma seakan-akan menganggap tak pernah terjadi apa-apa, seakan sikap dinginku pada Bobby hanyalah sikap seorang istri yang sesekali terjadi pada suaminya.
    " Yah... kurasa seperti itu" kataku.
    " Eomma harap kau tak akan bertengkar lagi dengan suamimu" kata eomma.
    " Hmmm"
    " Ya sudah, kau pasti lelah. Jangan tidur telalu malam, jaga kesehatan mu"
    " Nde.. eomma-ddo" dan sambungan telfon terputus. Jadi setelah menerima telfon tadi aku langsung memapah Bobby kembali, membawanya ke kamar. Mengingat perkataan eomma tadi membuatku sedikit kasihan pada Bobby, apa aku harus benar-benar luluh di hadapannya? Kurasa itu mustahil.
  Sesampainya di kamar aku langsung membaringkan nya setelah itu bermaksud meninggalkannya, tapi Bobby menahan tanganku. Aku menoleh.
    " Tetaplah disini.. kumohon" dan tangannya kembali terkulai. Aku menghembuskan nafas, kurasa tak ada salahnya juga sesekali mendengarkan perkataan eomma. Dan untuk pertama kalinya dalam satu tahun pernikahan kami aku menemaninya tidur.

IN LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang