Pertama kali kami memasuki rumah sakit Rae in langsung mencengkeram ujung belakang jas ku membuatku menoleh.
" Ummm, jangan hiraukan aku, aku hanya..."
" Kau harus menceritakannya padaku" potong ku.
" Nde?"
" Jangan kau pendam sendiri, nanti kau sakit" kataku memindah tangannya ke lengan ku, membuatnya secara tidak langsung menggandengku. Dia menatapku yang tersenyum dengan bingung, membuatku mengedipkan satu mata lalu membawanya pergi.Sepanjang jalan di koridor rumah sakit dia terus merapatkan diri, menarik nafas dalam beberapa kali, menenangkan dirinya sendiri yang sedang kalut. Kurasa Yunhyeong tak berbohong tentang ketakutannya. Rae in tiba-tiba berhenti.
" Tak bisakah kita pulang saja? Aku takut" katanya. Aku menatapnya bingung harus mengiyakannya sedangkan eommeonim sudah menunggu atau membiarkannya mati ketakutan disini.
" Umm... kurasa_"
" Omo!" teriaknya sambil memlukku membuatku menghentikan ucapanku. " Bobby.... eotteohkhae...." rengeknya.
" Wae? Ada apa?" tanyaku.
" Baru saja ada mayat lewat disana... aku takut..." katanya tanpa mengalihkan pandangannya dan malah menenggelamkan wajahnya pada dadaku. Aku menoleh pada beberapa orang yang berlalu lalang.
" Oh... itu hanya pasien yang sudah meninggal.. tak usah takut... dia tak akan hidup lagi" kata ku, dia menggelang cepat.
" Bagaimana jika dia tiba-tiba hidup dan berlari kemari? Eomma... eottehkhae..." rengeknya. Aku berusaha menahan tawa ku.. ya tuhan gadis ini...
" Ayo jalan, kasihan eommeonim.. beliau pasti sudah menunggu lama"
" Tapi bagaimana... aku takut sekali, Bobby...." rengeknya lagi membuatku menghela nafas. Aku melepaskan jas ku, menyampirkan nya diatas kepala Rae in membuat penglihatannya hampir seluruhnya tertutupi.
" Sudah? Tetap peluk aku, nde? Jangan dilepas.. anggap saja kau sedang berada dalam selimut hangat"
" Tapi..."
" Kajja" potong ku. Walaupun sedikit rewel tapi dia tetap mengikuti ku. Sedikit sulit memang berjalan seperti ini, tapi mau bagaimana lagi... jika tak seperti ini mungkin dia tak akan mau berjalan kemana mana.
" Kau benar-benar takut ya?" tanya ku ketika kami berada di lift masih tetap dengan posisi yang sama. Dia mengangguk pelan, tak berbicara sedikitpun.. setelah itu kami kembali menyusuri lorong menuju kamar eommeonim. Ku harap dia akan sangat bahagia.Ada apa ini? Kenapa aku sama sekali tak bisa menyangkalnya? Kenapa..eskipun memang agak.lama dia berhasil meyakinkan ku untuk kembali berjalan padahal Yunhyeong oppa pun pasti akan menyerah jika disuruh untuk membujukku, bahkan aku diam saja ketika dia menyampirkan jas nya yang beraroma manly itu.. bahkan di sepanjang jalan banyak orang yang memperhatikan kami berdua dan Bobby hanya mengangguk sopan dan berusaha tak menghiraukan mereka, sesekali.. jika ada yang bertanya.. Bobby akan menjawab " Oh.. dia istri saya" yang sayang nya membuatku terharu. Ya tuhan... apa harus mengorbankan harga dirinya hanya demi wanita seperti ku? Dan entah karena memang sedang bersedih pelukan Bobby terasa sangat nyaman sampai sampai aku tak sadar jika kami sudah berada dalam ruangan eomma.
" Kau tak mau melihatnya?" bisiknya. Perlahan aku mengendurkan pelukan ku, menurunkan jas nya sampai bahu kemudian menoleh, memandang seseorang yang sudah lama tak kulihat, reflek aku berlari memeluknya dan secara otomatis menangis di bahunya.
" Eomma... bogoshippeo..." kataku. Aku yakin eomma sedang tersenyum sekarang.
" Nado... apa kabar sayang? Sudah lama sekali eomma tak berbicara langsung denganmu seperti ini... apa kau sehat?" tanyanya dengan suara menyejukkan. Aku melonggarkan pelukan ku kemudian eomma mengusap airmata ku.
" Aku baik baik saja.. eomma.. bagaimana denganmu?"
" Eomma-ddo.. kalau kau baik baik saja eomma pasti akan baik baik saja" katanya membuatku tersenyum lalu kembali memeluknya.
" Bogoshippeosseo eomma... jeongmal bogoshippeo..."Aku tersenyum melihat mereka berdua, mengingat diriku sendiri yang sejak dua bulan lalu tak bertemu dengan orang tua ku. Yah... terakhir kali aku bertemu mereka ketika hari kematian ayah Rae in... Ayahnya meninggal karena serangan jantung, memang hal yang lumrah... tapi kematian tetaplah kematian, hal yang tak pernah diinginkan yang pasti terjadi pada semua orang, tua muda, besar kecil, berkeluarga ataupun tidak. Hal itu juga pasti akan terjadi pada orang tua ku, entah kapan.. aku tak mau memikirkannya.
" Kajja.. ikut aku" kata Yunhyeong mengagetkan ku. Dia menggerakkan kepalanya menyuruhku keluar ruangan, meninggalkan dua wanita yang disayangi nya.
" Ada apa?" tanyaku setelah kami keluar dari ruangan.
" Apa kalian benar-benar sudah berbaikan?" tanyanya, aku tertawa.
" Ceritanya terlalu panjang, butuh waktu lama untuk menceritakannya. Yang terpenting kan sekarang eommeonim senang bisa bertemu dengan putri kesayangannya"
" Kau benar" katanya.
" Oh ya.." sambung ku. " Aku penasaran kenapa Rae in begitu ketakutan ketika masuk rumah sakit"
" Aaaaah.. kau ingin tau ya?" tanyanya, aku mengangguk. Sikap Rae in padaku tadibagak sedikit mengganggu.. bukan.... bukan karena dia memeluk ku, tapi benar-benar tak wajar menurutku. Bayangkan seorang dewasa begitu ketakutan melihat ranjang rumah sakit berisi seorang mayat yang pastinya tak akan bangun kembali.
" Dulu ketika ayah sering masuk rumah sakit Rae in selalu ikut menginap.. tak pernah absen.. dia bilang semakin banyak yang menjaga appa.. semakin cepat juga appa sembuh, sampai sampai banyak dokter dan suster yang mengenal nya, selain karena Rae in cantik.. dia juga sangat periang.. hiperaktif" Yunhyeong tertawa. " Sampai akhirnya hari itu datang" katanya setelah tawanya reda. Aku mulai mendengarkan dengan seksama.
KAMU SEDANG MEMBACA
IN LOVE
Ngẫu nhiênkumohon berhentilah, jangan siksa dirimu sendiri dengan mencintai ku seperti ini.. #Song Rae In aku tahu kau tak akan suka, aku bahkan tak ingin memaksamu, aku hanya ingin melihatmu tersenyum, itu saja. #Kim Bobby