let's begin

28 4 0
                                    

  Hari ini aku baru mengenal keluarga Bobby secara lengkap.. keterlaluan memang, kami menikah sekitar satu setengah tahun lalu dan aku hanya bertemu ayah dan ibu Bobby beberapa kali, bahkan Jiun oppa dan Jeeyoung unnie hanya beberapa saat saja... tapi untuk hari ini aku bahkan mengenal keponakan lelaki ku, Raon... Kim Joy Raon... dia sangat lucu... umurnya baru menginjak satu tahun sebulan yang lalu.. tapi kenapa Bobby tak pernah menceritakan anak kecil lucu ini... ya tuhan..
     "Wae?" tanya Jeeyoung unnie, aku memalingkan tatapan ku sejak tadi dari Raon, melihat Jeeyoung unnie malu.
     "Ah... ani... hanya saja Raon.."
     "Bab... bab.." celoteh Raon menunjukkan mainan yang baru saja ia beli padaku.
     "ige bab-i aniya... (ini bukan nasi...) Lego" kataku.
     "Aniiii, igeneun bab.. (bukan.. ini nasi)" aku menahan tawa ku sedangkan Jeeyoung unnie sudah tertawa dari tadi melihat Raon yang bermain dan mengocehkan hal-hal yang bahkan sedang tidak ada disitu. Aku menatap malu pada kakak ipar ku.
     "Tenanglah.. Raon suka sekali mengoceh, untung saja dia tidak rewel.."
     "Ah..." aku mengangguk paham.
     "Bukankah dia lucu?" tanya Jeeyoung unnie. Aku tersenyum.
     "Nde... tapi... aku tak pernah tau jika Unnie punya anak, Bobby tak pernah..."
     "Dia juga baru pertama kali bertemu dengan keponakannya secara langsung..." kata Jeeyoung unnie membuatku sedikit terkejut dan menyadari sesuatu. "Mungkin karena itu dia tak menceritakan Raon padamu" aku tersenyum.
     "Mungkin..."
  Atau juga Bobby tak bisa menceritakan Raon padaku karena kami tak dekat.. baru belakangan ini kami berbicara satu sama lain dengan kurun waktu sedikit lama dari biasanya yang hanya bertegur sapa atau bahkan hanya menganggukkan kepala pada satu sama lain seperti orang asing. Satu tahun yang lalu... kami baru saja menikah.. dan memang ketika pernikahan kami dilangsungkan Jeeyoung unnie sedang hamil besar.. entah tujuh atau delapan bulan atau mungkin enam aku tak tau persis tapi perutnya besar. Oleh karna itu Jeeyoung unnie tak bisa berlama-lama di acara resepsi bahkan mereka langsung kembali ke Virginia karena Jiun oppa harus menyelesaikan urusan di sekolah jutsu nya keesokan paginya. Aku memaksakan seulas senyum karena hatiku memang menolak untuk tersenyum. Rasanya sakit ketika kau merasa bersalah tapi kau harus tetap tersenyum untuk menjaga kesopanan didepan kakak ipar mu yang sudah lama tak kau temui.
  Kami kembali terdiam satu sama lain, hanya memperhatikan Raon yang dengan tenang bermain dengan mainan-mainan nya. Mungkin jika aku tau ada anak lelaki lucu ini akan ku sempatkan diri membeli beberapa mainan dan permen untuknya.
     "Oh kalian disini ternyata" aku menoleh, Jiun oppa tersenyum lebar berjalan kearah kami.
     "Bagaimana keadaan Eomma... apa beliau baik-baik saja?" tanya Jeeyoung unnie. Jiun oppa lalu duduk di belakang Raon.
     "Eomma langsung sehat begitu bertemu anak kesayangannya... tentu saja yang datang bersama menantu cantiknya" kata Jiun oppa menatapku penuh arti. Aku tersipu malu membuat Jeeyoung unnie berdehem memperingatkan suaminya.
     "Jangan dengarkan dia... dia selalu menggoda gadis-gadis" kata Jeeyoung unnie membuatku tertawa. Raon tiba-tiba tertawa mengikuti ku dan kembali melanjutkan kegiatannya.
     "Yeobeo... aku tak berbohong.. bahkan dokter mengatakan Eomma bisa pulang sore ini, setelah memberi vitamin untuk Eomma tentunya"
     "Benarkah?" tanyaku. Jiun oppa dan Jeeyoung unnie menatapku.
     "Tentu saja..."
     "Kurasa Eomma memang sedang sangat merindukan Jiwon.." kata Jeeyoung unnie menyebutkan nama asli Bobby.
     "Ummm... terakhir kali Jiwon pulang dulu ketika Julian kecelakaan... itupun hanya sebentar dan Eomma pun tak bisa menemuinya karena dia sangat sibuk di Korea" timpal Jiun oppa. Aku menunduk.
     "Maafkan aku" kataku.
     "Kenapa kau meminta maaf sayang..." kata Jeeyoung unnie.
     "Ini semua karena ku.. maksudku Bobby tak bisa pulang ke Virginia... inu karena ku yang selalu membuatnya repot dan..."
     "Oh ya tuhan Rae in... kemari.." Jeeyoung unnie menghampiriku, memelukku sebentar lalu menatapku. "Jangan pernah menyalahkan dirimu sendiri... tak ada yang salah.. Jiwon sibuk.. kami tau itu... dan Jiwon juga harus lebih memperhatikan mu sebagai seorang suami.. tapi ada kalanya Jiwon memang harus pulang.. tapi ketika dia tak bisa pulang itu bukanlah kesalahan mu... kau mengerti kan?" Aku mengengguk dan Jeeyoung unnie kembali memeluk ku.
     "Kurasa segala hal menjadi lebih baik jika dibicarakan bersama seperti ini.." sahut Jiun oppa. "Kau pasti tertekan ketika hidup dengan Jiwon hahaha"
     "Yeobeo..." tegur Jeeyoung unnie.
     "Apa?"
     "Truck!" teriak Raon menunjukkan mainannya kepada kami membuat kami tertawa bersama.












       "Eomma bahagia sekali kau bisa kemari berkunjung" kata Eomma ketika kami berkendara menuju rumah. Yah... setelah Eomma diberi arahan oleh dokter agar tak terlalu lelah dan memikirkan segala hal kemudian memberinya obat, Eomma bisa pulang ke rumah.
       "Aku seharusnya meminta maaf pada Eomma karena tak pernah berkunjung.." kataku.
       "Sudahlah Rae in sayang... yang penting kau sudah ada disini... bersama Jiwon..." Eomma mengelus pelan rambutku. "Oh ya tuhan.. rasanya Eomma mendapat asupan energi besar darimu dan Jiwon" aku tersenyum malu.
       "Ya... dan seharusnya aku juga memberi efek yang sama karena memberikan Eomma cucu lelaki yang begitu lucu di belakang sana" sahut Jiun oppa membuat kami tertawa.
       "Yya... kau ini.. Eomma hanya butuh pelengkap saja... tentu saja Raon ku selalu memberikan kebahagiaan kepadaku, terutama menantu pertama ku yang telah melakukan pekerjaan bagus dengan melahirkannya ke dunia.." kami kembali tertawa. Jiun oppa serius menatap jalan karena dia yang sedang menyetir. "Ah... aku ingat ketika Raon pertama kali keluar, aku begitu bahagia sampai-sampai tak berhenti untuk tertawa, bahkan aku selalu memeluk dan menciumi Jeeyoung saking senangnya"
       "Ah... Eomma..." kata Jeeyoung unnie yang duduk di belakang menjaga Raon yang tertidur pulas. Eomma terkekeh pelan.
       "Ah... rasanya ketika melihat Raon Eomma ingin seorang putri, karena sudah ada pangeran disini" Bobby yang sedari tadi hanya diam memperhatikan dari kaca spion mobil langsung membalikkan badan menghadap kami.
       "Eomma... bisakah kita bicarakan tentang "putri" ini kapan-kapan saja... kau bahkan belum sembuh total" katanya.
       "Ada apa denganmu... Eomma hanya mengutarakan keinginan Eomma pada kalian semua" Eomma menatapku. "Eomma tak akan  memaksa siapapun.. hmm?" Aku balik menatapnya, tersenyum mengangguk. Bobby melirikku, ku isyaratkan padanya dengan senyumanku bahwa aku tak apa. Dia menghela nafas berat lalu kembali menatap jalanan.






















  Entah kenapa tiba-tiba aku marah pada Eomma karena membahas seorang "putri" aku merasa bersalah padanya... mungkin karena aku takut Rae in terganggu seperti ketika Eommeonim yang membicarakannya, tapi tadi Rae in begitu tenang mendengar perkataan Eomma tentang keinginannya memiliki seorang "putri", seakan-akan tangisan yang penuh dengan kemarahan kemarin bukanlah apa-apa. Jadi sesampainya di rumah dan aku membawa Rae in ke kamar ku untuk membereskan barang bawaan kami aku bertanya padanya apakah dia baik-baik saja dengan ucapan Eomma tadi?
       "Aku baik, Eomma hanya ingin mengatakan apapun yang ingin dia katakan... lagi pula ini pertama kalinya aku datang ke Virginia, aku tak ingin memikirkan apapun selama disini, aku hanya ingin tertawa dan tersenyum, meskipun itu berarti bersamamu" katanya dengan senyum tulusnya. Aku jarang melihat Rae in tersenyum, tapi jika dia ingin aku akan dengan senang hati membuatnya tersenyum sesering mungkin disini.
       "Kalau begitu... aku akan membantu Jeeyoung noona dan..."
       "Bisakah kita di kamar saja?" kata Rae in. Aku mengangkat satu alis ku. "Maksudku untuk membereskan semua barang-barang... setelah itu kau, maksudku ayo ke dapur"
       "Ah... ku kira.." aku menggaruk kepala ku yang tak gatal. Rae in, entah kenapa sepertinya wajahnya memerah tapi dia langsung berpaling dan membuka lemari, meletakkan pakaiannya lalu pakaian ku.
  Kami mulai membereskan kamar lama ku yang sedikit berdebu ini, meskipun Eomma selalu membersihkan kamarku tapi tetap saja tak ada yang menempati nya. Beberapa barang masa kecilku, sampai besar tentunya tetap diletakkan di tempat semestinya mereka berada, bahkan pooh tua ku.. Aku tersenyum melihatnya. Tapi selama aku membereskan barang-barang Rae in tak bersuara sama sekali. Aku mencari-carinya uang ternyata duduk di tempat belajarku "dulu" di dekat pintu membuka-buka sesuatu.
       "Kau sedang ap... yya jangan_" aku menarik buku yang Rae in baca tanpa menyelesaikan perkataan ku.
       "Wae? Padahal aku belum selesai membacanya..." rengeknya. Aku menghela nafas bingung.
       "Yya ini bukan jenis buku yang bisa kau baca begitu saja... ini..."
       "Buku diary mu kan?"
       "Yya... Rae in kau.."
       "Mungkin besok aku harus menemuinya dan mencoba hal baru" kata Rae in mengutip salah satu isi dari buku ku.
       "Yya kau..."
       "Charlotte mungkin terlalu cantik untukku jadi..."
       "Rae in.. oh ya tuhan gadis ini" aku memegang kepalaku yang terasa pening. Rae in hanya tertawa melihatku mulai frustasi karena mulai membeberkan semua isi buku ku. Rae in menyentuh pergelangan tanganku.
      "Tak apa... aku tak akan mengatakan apapun pada yang lain.." katanya, aku menatap Rae in. Dia berdiri berbisik. "Atau mungkin aku yang harus mengatakannya terlebih dahulu padamu?" Setelah itu dia langsung berlari membuatku gemas.
       "Yya! Kau.."

IN LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang