Aku kembali part 1

31 5 0
                                    

  Aku senang Rae in sudah pulang, tapi... rasanya aneh... matanya sembab, wajahnya tampak lesu... apa dia habis menangis? Tapi kenapa? Sebenarnya aku ingin bertanya banyak padanya mengenai kenapa dia pergi dari rumah? Kenapa dia tak mengabariku? Dan terutama mata sembab nya.
  Aku kembali menghela nafas. Rae in sudah ada di kamarnya, dan aku dikamar ku tentu saja. Aku merebahkan diri diatas ranjang, sekarang sudah jam setengah dua belas dan aku tidak bisa tidur karna terus saja memikirkan Rae in apa dia baik-baik saja? Aku mencoba mengutak atik ponselku, tetap saja.. jadi kuputuskan untuk menelfon Jiun hyung karna di Fairfax maaih siang sekarang.
     "Hei, kau tak tidur?" Aku menguap.
     "Aku tak bisa tidur hyung" kataku mulai menatap langit-langit kamar.
     "Wae? Apa Rae in sudah pulang?" tanya hyung lagi.
     "Eoh.. dia pulang diantar sahabatnya tadi"
     "Lalu bagaimana dia? Apa dia baik-baik saja?"
     "Hmm.. baik, matanya sedikit sembab" aku benar-benar tak punya ide untuk bercerita pada hyung ku, ntah kenapa aku hanya ingin menelfonnya.
     "Ceritalah Jiwon-ah... aku akan mendengarkan mu" kata Jiun hyung. Aku kembali menghela nafas kali ini sedikit frustasi.
     "Hyung..." panggilku.
     "Hmmm?"
     "Dimana Raon?" Jiun hyung tertawa.
     "Dia baru saja tidur, datanglah kemari, dia tumbuh dengan sangat cepat, umurnya sudah satu bulan" katanya, membuatku semakin ingin bertemu dengan keponakan ku yang satu ini. "Ambillah libur sesekali, kau kan CEO, serahkan sedikit pekerjaan mu pada salah satu staf, atau kau kan bisa menitipkannya pada sekretarismu..." aku terdiam. Jiun hyung benar, aku membutuhkan refreshing, aku juga ingin bertemu dengan Eomma.
     "Apa Eomma ada?" tanya ku.
     "Hmmm, jjamkkanmannyeo" kudengar Jiun hyung memanggil Eomma mengatakan anak kesayangannya menelfon. Aku tersenyum, sudah lama tak mendengar suara Eomma aku jadi sangat merindukannya dan tak terasa air mataku langsung mengalir ketika beliau memarahiku karna belum tidur.
     "Aku merindukan Eomma, jadi aku tak bisa tidur" kataku setelah beliau selesai mengomel.
     "Kau menangis Jiwon-ah?" tanya Eomma. Aku menjauhkan ponselku sebentar membersihkan tenggorokan lalu kembali berbicara.
     "Ani... aku sedang batuk, uhuk uhuk" kataku seraya berpura-pura mengeluarkan suara orang batuk.
     "Kau ini... sudah minum obat? Jaga kesehatan mu, kalau kau sakit siapa yang akan merawat Rae in, eoh?" kata Eomma menyebutkan menantu tersayang nya (setelah Jaeyong noona tentu saja) "Kau tak boleh mengabaikan kesehatanmu, kalau kau mengabaikan kesehatanmu bagaimana nanti jika..."
     "Rae in sakit dan butuh perhatian mu? Kau harus sehat selalu agar Eomma tidak hawatir" sela ku mengutip perkataan yang selalu Eomma katakan padaku akhir-akhir ini. Eomma terdiam, entah tersenyum atau malah sedih. "Eomma" panggilku. Beliau menghela nafas sedikit lebih panjang.
     "Kau sudah besar ternyata" aku tersenyum. "Apa aku sudah tidak pantas memberi tahumu?" tanya beliau sambil bercanda, aku tertawa dan saat itulah pintu kamarku berbunyi. Aku duduk melihat pintu yang tetap tertutup. "Jiwon-ah..."
     "Uhm.. Eomma kututup duku telfonnya, sepertinya ada Rae in.. besok ku telfon lagi, eoh?"
     "Hmmm arasseo... sampaikan salamku pada istrimu"
     "Nde... salamkan juga salamku pada Jaeyong noona dan juga Raon, annyeong". Aku kembali melihat pintu, tapi tak ada yang mengetuk lagi. Jadi aku berjalan memastikan jika memang ada orang atau Rae in di depan. Cklek! Rae in yang semula menunduk langsung melihatku. Aku hanya terdiam sesikit tak percaya dia ada didepan kamarku.
     "Aku... aku ingin... ah lupakan saja" Rae in langsung berbalik badan tapi aku memegang tangannya membuatnya berhenti lalu menoleh.
      "Butuh sesuatu?" tanyaku. Rae in kehilangan kata-katanya, dia terlihat kebingungan. Aku mendekat. "Kau baik-baik saja?" tanyaku lagi.
     "Aku... aku... bolehkah... aku tidur"
     "Tidur? Tentu saja"
     "Maksudku bersamamu"
     "Nde?"
     "Ah.. maksudku denganmu, ani ani maksudku disana, dikamarmu" katanya tergagap. Aku menoleh ke kamarku tersenyum sedikit kaget dengan permintaan lucunya.
     "Hsss, geunyang... wae? (tapi kenapa?)" tanyaku lagi, entah kenapa aku ingin menggodanya. Dia membuka mulut hendak mengatakan sesuatu tapi dia hanya menenglengkan kepala lalu menutup kembali mulutnya dan menghembuskan nafas. Aku tersenyum lebar. "Kajja, sudah jam satu.. kau harus beristirahat kan?" kataku.
      "N-nde.." jawabnya lalu langsung masuk ke kamarku dengan terburu-buru membuatku kembali tersenyum lebar lalu mengikutinya masuk.


























  Aku tidur membelakangi Bobby. Bodoh! Tentu saja aku bodoh! Kenapa aku memintanya untuk memperbolehkan ku tidur disini? Apa aku sudah gila? Ah.... kan aku hanya ingin meminta maaf tadi... aish... ah... Eomma... heu heu... dan sekarang aku malah tak bisa tidur setelah berfikir lama tadi. Aku mengecek ponsel ku, sudah menunjukkan pukul 3 dini hari dan aku masih membuka mata lebar-lebar... yatuhaaaaaan..
  Badan ku mulai sakit karna menghadap kearah jendela dan tak bergerak, rasanya sakit sekali.. jadi kuputuskan untuk beralih posisi karena kuyakin Bobby pasti sudah tidur.
     "Kau belum tidur?" tanyaku spontan ketika melihatnya menghadapku dengan mata terbuka. Bobby tersenyum, mengusap rambutku pelan.
     "Kau tidak bisa tidur ya?" tanyanya. Aku hanya terdiam menatapnya. Ini pertama kalinya aku sedekat ini dengannya, hanya berdua. "Mau kupeluk?" tawarnya. Karena aku hanya diam sedari tadi Bobby mulai mendekatkan diri, mengelus rambutku perlahan, menggumamkan sebuah lagu, tapi aku tak tau lagu apa itu. Dengan suara berat dan throat nya yang terdengar keren dia menyanyi dengan sangat baik, hanya saja dia hanya bergumam jadi aku tak mendengar jelas lagu apa yang dia nyanyikan

(kurang lebih lagunya seperti ini)
Dan tanpa sadar aku mendekatkan diri dan menyembunyikan wajahku didada bidangnya, menutup mataku, merasa sangat aman dan nyaman, merasa seluruh bebanku dua hari ini menguap dengan cepat hanya dengan gumaman nyanyiannya dan hangat peluknya, merasa menyesal kenapa aku tak mencoba benar-benar membuka hatiku untuknya.. dan aku terlelap.

















     "Dia sudah pulang? Dimana dia sekarang?"
  Aku terbangun karna sebuah suara, sepertinya itu Yunhyeong oppa. Aku duduk dengan susah payah, tidurku sangat nyenyak tadi malam, atau bisa disebut pagi, jadi ketika duduk aku meresa berat karna masih ingin melanjutkan tidur ku. Tapi ketika aku akan berdiri Yunhyeong oppa masuk kedalam kamar langsung berjalan kearahku memeluk ku erat, kulihat Bobby yang bersandar pada pintu, tersenyum melihatku.
     "Kau tak apa-apa? June sudah menceritakan segalanya padaku" kata Yunhyeong oppa setelah memeluk ku lama. Aku tersenyum.
     "Gwaenchanha..." kataku sambil tersenyum padanya. Yunhyeong oppa menghela nafas.
     "Kau tau? Untung saja suamimu itu Bobby, kalau suamimu adalah aku sudah ku kunci kau diluar rumah, ish" ancam Yunhyeong oppa sambil mengangkat tangan berpura-pura hendak memukul. Aku sedikit mundur lalu tersenyum lebar. Yunhyeong oppa kembali menghela nafas, mengusap rambutku perlahan, menatap ku lembut, ada raut sedih didalam wajahnya. "Jangan sakit... neo arra?" Aku mengangguk. Lalu Yunhyeong oppa menoleh pada Bobby. "Sebaiknya kau membereskan kamar tamu ini sebelum Eomma pulang besok"
     "Nde?!" tanyaku dan Bobby hampir bersamaan. Kami berpandangan, aku dan Bobby sama sama tahu kalau Eomma tak akan memaafkan kami jika tahu apa yang selama ini terjadi ketika beliau berada di rumah sakit.
     "Uhm... Yunhyeong-ah.. besok... dia... maksudku eommeoni.. akan benar-benar pulang? Kesini? Kerumah?" tanya Bobby, dia terlihat kebingungan.
     "Eoh.. tentu saja, makanya cepat bereskan kamar tamu ini," Yunhyeong oppa menoleh ke arahku. "Dan cepat kembali seperti Rae in yang cerewet" Aku tersenyum memeluknya.
     "Gomawo..."

IN LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang