EVERYDAY IS MY BIRTHDAY

46 5 2
                                    

   Aku tak main-main ketika aku mengatakan aku mencintainya pada malam itu, sudah kuputuskan aku akan melepas Namjoon dan benar-benar akan mencintai Bobby setulus dan sepenuh hatiku. Tapi anehnya seakan tak percaya Bobby terus saja menghindar membuatku gemas. Contoh nya ketika bangun tidur dan akan memberinya morning kiss Bobby langsung menutup mulutnya dan berkata dia baru saja bangun tidur dan harus ke kamar mandi, atau ketika aku akan turun dari mobilnya berterimakasih karena sudah mengantarkan ku dia malah mengatakan aku akan telat dan dia juga harus berangkat secepatnya ke kantor. Orang itu sangat aneh! Memangnya tidak boleh ya jika aku yang menciumnya terlebih dahulu... huh!
  Jadi seharian ini aku begitu jengkel karena sikapnya yang seperti itu. Ini sudah lima hari berlalu dan dia masih saja menghindar dari diriku. Kwang soo, salah satu pegawai paruh waktu di toko ku bertanya kepada ku kenapa aku hanya menekuk wajahku seharian ini.
       "Dengar... kau sudah semester akhir kan tahun ini?" tanyaku. Kwang soo yang terkejut hanya mengangguk. "Aaaaah rasanya aku pusing sekali... Kwang soo, kau kan kuliah jurusan psikologi..."
       "Nde"
       "Bagaimana menurutmu jika ada seorang istri yang selalu ditolak oleh suaminya ketika dia ingin mencium suaminya terlebih dahulu" Kwang soo menaikkan alisnya kaget.
       "Oh.. itu... memangnya kenapa Noona? Kenapa kau menanyakan hal itu"
       "Ish jawab saja" Kwang soo diam sebentar berpikir.
       "Alasannya banyak, bisa saja si suami sedang tidak ingin, atau nafsu birahi nya sudah menghilang atau yamg lebih parah dia punya wanita lain"
       "MWO?!" teriak ku emosi membuat seisi toko menoleh.
       "Noona apa yang kau lakukan... aduh..." Kwang soo langsung panik melihat raut wajahku yang mulai emosi. Min ah, pegawai tetap Eomma yang seumuran denganku mendatangiku.
       "Kenapa Rae in-ah... kenapa kau berteriak..." katanya sambil menarik tangan ku pelan. Aku memajukan bibir sedih. "Wae wae?... Kwang soo apa yang sudah kau lakukan padanya?"
       "Ani.. Noona aku bisa menjelaskannya padamu...".
Fyi: pegawaiku memang ku perintahkan untuk memanggil ku dengan panggilan informal saja, agar risih jika dia memanggil ku sajangnim atau selainnya.
       "Kenapa... coba ceritakan padaku" kami bertiga sudah duduk didalam cafe kecil toko kami. Siang ini jam makan siang jadi hanya satu dua pelanggan yang datang.
       "Bobby... dia menyukai wanita lain.. huaaaaa"
       "NDE?!" kali ini Min ah dan Kwang soo yang berteriak.
       "Bagaimana bi... tunggu, apa kau melihatnya keluar dengan wanita lain?" tanya Min ah, aku menggeleng. "Apa kau memergokinya sedang menelfon gadis lain dengan mesra?" tanyanya lagi, aku masih menggeleng. "Apa dia pulang malam dan parfum nya seperti parfum seorang wanita?"
       "Noona.." bisik Kwang soo mencoba menghentikan Min ah tapi lagi-lagi aku menggeleng lemah.
       "Kalau begitu bagaimana bisa kau mengatakan Bobby menyukai gadis lain eoh?! Aish gadis ini"
       "Hiks.. tapi Kwang soo bilang.."
       "Apa apa? Kwang soo bilang apa? apa yang kau katakan padanya sampai Bos mu hampir menamgis seperti ini?" Min ah menatap Kwang soo yang melebarkan matanya kaget. Kwang soo benar-benar tak tau apa yang harus dikatakannya.
       "Anieo... jangan menyalahkan Kwang soo, Min ah-ya..." bujuk ku.
       "Lalu apa yang sebenarnya terjadi?" Lalu aku menceritakan apa yang terjadi pada mereka berdua. Kwang soo yang kaget bertambah kaget pada bagian aku hanya ingin membuatnya percaya dengan selalu memperhatikannya dan dia hanya bisa membuka mulutnya tak percaya dengan apa yang dia dengar. Selesai bercerita Min ah menghela nafas menahan emosi.
       "Sebaiknya kau makan siang dulu" katanya.
       "Tapi kan..."
       "Selesaikan masalah mu sendiri... kau tau kan yang dikatakan Kwang soo itu ada benarnya juga ada salahnya... kau tak bisa menanyakan hal seperti ini hanya kepada mahasiswa jurusan psikologi... ini rumah tangga mu..." kata Min ah sabar. "Ayo makan... kau harus punya tenaga untuk bertanya panjang lebar kepada Bobby nanti"
  Sorenya seperti biasa Bobby menjemputku tepat waktu. Dia masuk kedalam toko, mencariku lalu aku keluar untuk pulang terlebih dahulu. Ya.. toko kami hanya buka sampai jam enam sore saja... aku tak mau membebani pegawai ku dengan bekerja terlalu malam hanya untuk sebuah toko bunga yang tak pasti ramainya, kecuali jika memang benar-benar ramai seperti bulan februari kami akan buka lebih malam sampai jam delapan.
       "Kau kenapa? Kau terlihat begitu lesu" tanya Bobby mengawali pembicaraan didalam mobil. Aku hanya diam berpikir apa yang harus kutanyakan padanya nanti. "Apa hari ini tokonya ramai?" Aku menggeleng. "Lalu kau kenapa? Kau sakit?"
       "Aniii... geunyang... menyetirlah saja, aku ingin cepat sampai rumah, aku lelah" kataku lalu menghadap keluar jendela. Aku benar-benar tak ingin diajak berbicara untuk saat ini. Jadi setelah mengatakannya Bobby mengacak-acak rambutku pelan lalu kembali menyetir dengan tenang.
  Rumah begitu sepi ketika kami pulang. Ada apa ini? Kemana Eomma? Aku pergi ke dapur untuk mengambil air minum ketika aku melihat kertas note kuning dari Eomma tertempel di kulkas.
       Eomma harus pergi menemui bibi mu di Hongdae, nanti malam Eomma akan kembali... sudah Eomma siapkan makanan untuk kalian berdua.
~Eomma
Aku menghela nafas lesu. Sempurna sudah hari ku, padahal aku ingin menghindari Bobby hari ini. Padahal hari ini bukan hari ulang tahun ku... kenapa banyak sekali kejutan... Aku membuka tutup botol air mineral dan meminumnya ketika tiba-tiba Bobby memeluk ku dari belakang dan membisikkan sesuatu tepat di telingaku.
       "Aku haus" bisiknya yang sialnya membuatku bergidik.
       "Ini..." aku memberikan air minum ku lalu dia melepaskan pelukan nya. Aku hendak beranjak pergi tapi Bobby mencegahku dengan satu tangannya yang tak memegang botol.
       "Kau kenapa sih?" tanyanya setelah selesai minum. Aku menatapnya datar lalu kembali pergi. "Yya... kau marah? Bahkan aku tak melakukan apapun yang..."
       "Tak melakukan apapun kau bilang?!" emosi ku meledak. Aku berhenti tepat di anak tangga pertama membuat tinggi kami hampir sama.
       "Lalu apa yang sudah aku lakukan? Coba jelaskan padaku" aku mengambil nafas pelan.. kau harus rileks... sabar... jangan emosi..
       "Kau menyebalkan" kataku pelan. Bobby mengangkat satu alisnya. "Rasanya aku menyesal telah mengakui perasaanku pada malam setelah kita pergi karaoke, kenapa kau selalu menghindar..." aku mulai merengek. Bobby menatapku lurus. "Kau... kau selalu menghindar tiap kali aku akan mencium mu bahkan rasanya ketika akan memperhatikan mu saja kau menganggapku seperti penguntit.. kau pikir aku tak malu?!" Bobby tersenyum menahan tawanya.
       "Jadi kau marah karena aku selalu menghindar ketika kau ingin mencium ku?" aku mengangguk. Bobby tertawa. "Ya tuhan gadis ini..." Bobby mencubit kedua pipiku gemas membuatku mengaduh kesakitan. Bobby melepaskan cubitannya.
       "Yya... appo... (sakit)" kataku sambil mengelus kedua pipiku pelan.
       "Kalau begitu..." Bobby memejamkan kedua matanya mendekatkan wajah kearahku. Aku menepuk pipinya pelan membuat Bobby membuka mata. "Wae? Kenapa kau menepuk pipiku..."
       "Lalu kau mau melakukan apa?" tanyaku. Dia tersenyum.
       "Kau bilang kau marah karena aku selalu menghindar tiap kali kau mau mencium ku..." aku diam memperhatikannya. "Aku sudah menyerahkan diri... kau tak mau?" tanyanya membuatku gemas. Aku menyundul keningnya dengan jari ku.
       "Dasar otak mesum" Bobby tertawa mendengar kata-kataku. "Kau... tidak kembali ke kantor?" tanyaku setelah Bobby menghentikan tawanya. Dia menggeleng. "Tapi tas mu... kau tak membawanya kan..."
       "Eung... sebenarnya aku mau kembali ke kantor"
       "Lalu?" Bobby tersenyum mencurigakan.
       "Karena aku sudah tak menyadari dan mencampakkan mu lima hari ini aku akan melakukan sesuatu yang lain saja dengan mu" aku mengerutkan kening. Lalu tanpa aba-aba Bobby menggendong ku ke kamar. Ya tuhan... kurasa setelah ini aku akan menjadi orang yang bahkan tak bisa menatap diriku sendiri di kaca karena malu.

IN LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang