Setelah terus menerus melakukan hal bodoh didepan Bobby aku benar-benar menghindarinya karena malu, bayangkan saja tadi siang aku terus menerus bertingkah aneh tanpa memikirkan apa yang akan terjadi dan apa yang akan memengaruhiku. Jadi setelah Eomma dan Appa kembali dari urusan beliau berdua tadi sore aku langsung menyambut Eomma dan pergi ke dapur membantu Jeeyoung noona, bagaimana dengan Raon-ie? Oh tenang saja dia sedang bermain dengan ayah juga Samcheon (paman) tersayang nya, Bobby. Sebisa mungkin aku menghindari tatapan matanya, itu menakutkan melihatnya menatapku. Kau tau... jika saja aku sudah menyukainya aku akan sangat senang dan bisa saja tersipu malu seperti kucing ketika di tatap olehnya, tapi terbukanya hatiku untuk Bobby belum sampai pada tahapan yang seperti itu, aku hanya membuka hatiku untuknya hanya sebatas teman, dan tentu saja sebatas aku adalah menantu ibu dan ayahnya, jadi ketika dia menatapku seperti ini...
hal itu membuatku gugup dan salah tingkah... ya tuhan bagaimana ini.
"Rae in-ah... bisakah kau ambilkan lada didalam kulkas?" pinta Jeeyoung unnie.
"Nde..."
Aku membuka kulkas mencari dimana lada yang dimaksud Jeeyoung unnie... tapi aku tak menemukannya.
"Cari apa?" aku terperanjat kaget mendapati Bobby juga ikut melihat kedalam kulkas. Wajahnya begitu dekat denganku sampai membuat jantungku berdebar dan melamban. "Hei..."
"Ah... itu... aku mencari lada..."
"Kau sudah menemukannya?" tanya Jeeyoung unnie. Bobby memundurkan tubuhnya bergeser sedikit.
"Ah... unnie... belum, aku belum bisa menemukannya" kataku.
"Oh benarkah? Biasanya ada disebelah sini...." Jeeyoung unnie mulai mencari lada sendiri membuatku jadi tak enak. Aku menoleh pada Bobby yang masih berdiri di belakangku.
"Mwo?" tanyaku tanpa bersuara. Bobby hanya mengedikkan bahunya. "Pikyeo (minggir)" kataku lagi tetap tanpa suara.
"Shirheo (ngga mau)"
"Kalian sedang apa?" tanya Jeeyoung unnie membuat kami berdua terperanjat dan menoleh kearahnya. Jeeyoung unnie tertawa. "Kalian lucu sekali" katanya sambil membawa botol lada. Aku tersenyum kikuk dan menutup kulkas.
"Pikyeo!" bisik ku pada Bobby sebelum aku mengikuti Jeeyoung unnie kembali.
"Oh ya, tadi Jiun oppa bercerita kalau tadi siang kalian "berpacaran" dikamar, benarkah?"
"Nde?!" kataku kaget.
"Hyung...!" Bobby mulai merajuk membuat Jiun oppa dan Jeeyoung unnie tertawa.
"Itu... kami hanya..."
"Bukankah itu hal yang bagus ketika kalian melihat adik kalian berpacaran didalam kamar?" sahut Eomma yang baru saja dayang ke dapur.
"Eomma..." kataku gugup. Aku melirik Bobby yang tiba-tiba dirangkul oleh Appa.
"Apa kalian sedang merencanakan memberi "kado" untuk ulang tahun pernikahan kami?" goda Appa.
"Appa... jangan berkata seperti itu..." kata Bobby, wajahnya terlihat panik.
"Wae wae? Shirheo-yeo?" tanya Eomma pada Bobby.
"Aaah... Eomma..." wajahku memanas, aku sangat malu, aku hanya diam dan menunduk sambil terus menata makan malam untuk kami semua. Eomma dan Appa terus menggoda Bobby, aku yakin dia pasti tersiksa dan telinganya pasti memerah sekarang.
"Makan malam sudah siap..." kata Jeeyoung unnie membuat candaan yang tak ada ujungnya tadi berhenti dan berganti menjadi keramaian sebuah keluarga seperti biasa. Appa yang menceritakan harinya juga lelucon-lelucon lawasnya, Eomma yang akan menanggapinya dengan menggoda Appa balik dan begitu seterusnya, malam yang hangat dan perlahan aku mulai melupakan rasa maluku sesaat sebelum makan malam tadi, bahkan aku sudah tak begitu memikirkan perasaan anehku pada Bobby. Jadi ketika makan malam sudah selesai dan piring piring sudah dibersihkan.
"Besok kalian semua harus ikut Eomma dan Appa untuk merayakan hari ulang tahun pernikahan" kata Eomma sebelum kami pergi ke atas karena sudah malam.
"Nde..." kataku. Bobby hanya terdiam.
"Wae Jiwon-ah... kenapa kau tak menjawab?"
"Ah... itu..."
"Eomma, Appa... besok aki harus mengantarkan anak didik ku lomba, kurasa aku tak bisa ikut kalian berdua.." kata Jiun oppa. "Jadi Jeeyoung dan Raon yang akan ikut.."
"Aah... geurae (baiklah)"
"Kalian berdua?" tanya Appa.
"Kami akan ikut, tenang saja" kata Bobby kemudian kami berpisah masuk ke kamar masing-masing. Baru saja kami masuk kedalam kamar Bobby sudah menarik ku mendekat. Aku yang kaget tak sengaja menabrak tubuh kerasnya membuatku membelalak.
"W.. wae? Ada apa? Kenapa kau menarikku? Gapjagi (tiba-tiba)?" tanyaku gelagapan. Bobby menatapku aneh.
"Aku ingin mengatakan sesuatu" jawabnya.
"Ta.. tapi tanpa menarik ku tiba-tiba bisa kan? Kau membuatku terkejut" kataku. Bobby tetap menatapku aneh lalu tersenyum.
"Wae? Aku hanya menarikmu pelan... bahkan aku yang seharusnya kaget kenapa kau sampai menabrak tubuhku?" aku membelalakkan mata menyadari betapa bodohnya diriku. Kemudian aku melepas pegangan tangannya dan mundur sedikit lebih jauh darinya. Aku berdehem.
"Ehm... wae? Kau... apa yang mau kau katakan padaku" tanyaku tanpa melihatnya. Aku gugup. Bobby hanya terdiam di tempatnya membuatku mau tidak mau melihatnya lagi yang ternyata masih menatapku membuatku kembali berpaling. "Palli.. (cepat), aku sudah mengantuk"
"Ani... geunyang... besok hari ulang tahun pernikahan eomma dan appa, sebenarnya hari ini aku ingin mengajak mu mencari kado untuk mereka tapi tadi kau tidur dan terus menghindar dariku" jelasnya. Aku menoleh lalu kembali berpaling. "Apa aku sudah melakukan kesalahan?" tanyanya reflek membuatku lagi-lagi menoleh.
"Anieo... aku hanya.. yah..." Bobby menunggu jawabanku. "Aku..."
"Sudah... lupakan saja" lalu dia berjalan ke arah ranjang dan berbaring, meninggalkan ku yang berdiri mematung. Apa dia marah? Aku berjalan perlahan lalu duduk disisi ranjang yang lain.
"Kau... apa kau marah padaku?" tanyaku. Aku menatapnya yang sedang membuka-buka ponselnya. Bobby menggeleng lalu melihat kearah ku.
"Nuwo-ra (berbaringlah)" katanya sambil menepuk-nepuk sisi ranjang sampingnya. Aku menurut, berbaring disampingnya tak berani melihatnya lagi. Bobby yang kepalanya lebih tinggi diatas ku menatap kebawah, ke arahku. "Besok... kita jangan ikut ke acara ulang tahun pernikahan eomma dan appa, kita harus melakukan sebuah skenario"
"Skenario? Tapi apa?"
"Besok akan ku katakan padamu apa rencananya, sekarang tidurlah" dan perkataannya berhasil membuatku yang bertekat untuk tidak menoleh akhirnya berpaling menatapnya, dan saat itulah ciuman lembutnya berhasil mendarat di kening ku, hangat dan singkat. Jantungku mulai melambat, Bobby terlihat sangat manly sekarang. Dia duduk.
"K-kau.. kau mau kemana sekarang?" tanyaku. Bobby mengelus kepalaku pelan
"Aku masih akan melakukan sesuatu, kai tidurlah dulu, hmm? Jaljja..." dan dia keluar. Aku menghela nafas tak percaya.
"Heol.. apa yang terjadi padamu Rae in-ah? Sadarlah... auuurgh lama-lama aku bisa gila karenanya"
KAMU SEDANG MEMBACA
IN LOVE
Acakkumohon berhentilah, jangan siksa dirimu sendiri dengan mencintai ku seperti ini.. #Song Rae In aku tahu kau tak akan suka, aku bahkan tak ingin memaksamu, aku hanya ingin melihatmu tersenyum, itu saja. #Kim Bobby