"Terus kamu pikir ngelupain seseorang segampang itu?!"
―❁―
ㅤ
ㅤ"SENENG banget sih ngajak lihat matahari terbenam!" Khansa berdecak, berkacak pinggang begitu aku sudah asik dengan kameraku, sibuk mengambil foto pemandangan yang tersaji di hadapannya. Sesekali, aku tersenyum, melihat hasil fotoku sendiri yang tak kalah keren dari fotografer andal. Sementara di sampingku, Khansa justru diabaikan, meskipun gadis itu sudah beberapa kali menggerutu. Ia mendengus sebal. "Jaka! Sibuk terus sama kameranya!"ㅤ"Sunset tuh bagus, Sa. Kapan lagi kita bisa lihat kayak ginian di Jakarta?" Aku menurunkan kamerakh sejenak, segera menarik Khansa untuk berdiri di hadapanku. "Diem. Jangan banyak gerak. Gue mau foto lo pakai gaya candid, latarnya matahari terbenam."
ㅤMenolak, yang dipinta kontan menggeleng. "Nggak, nggak! Nggak mau!"
ㅤ"Kenapa?" Tatapanku bertanya-tanya kali ini. Namun di detik selanjutnya, aku langsung tersenyum jahil, memandang Khansa dengan cengiran khas. "Oh, maunya foto sama gue. Iya, iya." Khansa terlihat melotot, hendak protes dengan kalimatku barusan. Tapi, hal itu ia urungkan tatkala aku sudah memberikan kameraku pada salah satu pengunjung yang lewat, memintanya agar mengambilkan foto kami berdua. "Hoi, gaya. Jangan diem aja."
ㅤKhansa hanya mendengus. Beberapa detik kemudian, barulah ia bergaya sederhana di depan kamera. Hanya dengan mengangkat dua jari membentuk peace, juga diiringi senyuman tipis. Kali ini, aku tahu Khansa sedang jaim. Padahal setahuku, Khansa adalah makhluk yang paling tidak bisa diam jika di depan kamera.
ㅤ"Nggak usah sok jaim."
ㅤKhansa memutar bola mata, "Terus harusnya gaya kayak gimana?"
ㅤ"Ya terserah. Asal jangan kelihatan jaim banget."
ㅤKhansa hanya diam. Sesi foto kedua, dimulai. Kali ini, giliran aku yang hanya tersenyum. Meskipun aku menyuruh Khansa untuk terlihat tidak jaim, tapi nyatanya justru aku sendiri yang sekarang terlihat sok jaim. "Siap ya, Mas!" Pengunjung itu memberi aba-aba siap. "Satu... dua―"
ㅤTepat di detik kedua, tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang berat menimpa punggungku, juga sesuatu yang mengalung di leher. Aku tersentak, cukup terkejut ketika mendapati Khansa yang sudah bergaya ala piggy back saat foto kedua diambil. Bahkan, di saat foto kedua berhasil diambil, Khansa masih betah melingkarkan kedua lengannya di leherku, seraya menopang dagunya di atas bahu kananku. "Mas, fotonya bagus nggak?"
ㅤ"Bagus, kok. Cuman ekspresi pacar Mbaknya... kelihatan kaget gitu. Lucu, sih, Mbak. Abisnya kan ini gaya yang mendadak gitu. Jadinya kayak kelihatan lebih natural," ujar si pengunjung berperawakan kurus tinggi itu. "Ini kameranya, Mbak. Masih mau foto lagi nggak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Destination
FanfictionㅤApa bagian tersulit dalam kehidupan? Bagi Jaka dan Khansa ada satu. ㅤMenentukan tujuan hidup dan hati.