{14}: Perhatian

1.6K 415 57
                                    

"Mungkin dia emang baik dan perhatian ke semua orang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mungkin dia emang baik dan perhatian ke semua orang. Bukan cuman ke gue doang."



― ❁ ―

HARI kedua, di Nusa Dua.

ㅤJujur, tak banyak hal yang kulakukan di hari kedua ini. Hanya sekadar berputar-putar, mengelilingi kawasan Nusa Dua yang dikenal sebagai kawasan elit. Sama seperti kemarin, kawasan ini masih didominasi oleh pantai dan laut lepas.

ㅤMendadak, aku terpatung saat mataku tak sengaja menangkap sosok Jaka yang tengah sibuk bercanda tawa dengan salah satu temannya. Bahkan sekarang kedua makhluk itu sibuk mengabadikan foto bersama, sampai-sampai Jaka sendiri tidak sadar jika masih ada aku yang sedang berdiri tak jauh di hadapannya.

ㅤ"Nan, balik lagi aja, yuk?" ucapku pada Keenan, yang sedang berjalan di sampingku.

ㅤ"Elah, belum juga sampe di waterblow," Keenan mendecak, sekaligus heran saat mendengar ucapanku. "Bukannya lo sendiri yang mau liat ombak nabrak batu karang? Ayo, lah. Gue kan mau menikmati Bali sepuasnya! Kapan lagi coba kita ke Bali bareng-bareng, Sa?"

ㅤAku melongos panjang, "Fine. Gue balik sendiri aj―"

ㅤ"Oke, oke." Keenan dengan cepat memotong perkataanku, lantas menarik pergelangan tanganku dengan gesit. Seulas senyuman puas lantas terukir di ujung bibirku. Sementara Keenan masih menatapku heran dengan alis yang menyatu. "Kenapa tiba-tiba minta balik? Makan malem juga masih lama. Kan kita juga disuruh jalan-jalan dulu, Sa."

ㅤAku menoleh ke arah Keenan sebentar, tersenyum miring. "Gue capek, pengen istirahat sebentar." Lalu, mataku mengedar sejenak ke beberapa penjuru. "Nah, tuh ada kursi, duduk situ aja, Nan!" Tanpa persetujuan, aku menarik lengan Keenan ke arah kursi yang kosong di sebuah taman kecil.

ㅤ"Haus nggak?" tanya Keenan tiba-tiba.

ㅤAku mengangguk, "Haus. Tapi nggak bawa uang. Nggak bisa beli minuman di mesin itu." Tanganku menunjuk salah satu mesin minuman di depan. "Ntar aja, deh. Gue minum di bus aja."

ㅤ"Ya udah, tunggu sini." Kontan, Keenan beranjak dari kursinya, membuat dahiku langsung mengernyit bingung. "Gue mau beli air putih dulu di situ. Lo tunggu, ya. Jangan ke mana-mana."

ㅤAku yang bingung dengan sikap Keenan hanya bisa mengangguk pelan. Tapi, buru-buru aku menghela napas panjang, mengangguk pelan. Ya, apa yang Keenan lakukan untukku itu wajar. Wajar karena laki-laki itu teman dekatku. Dia bahkan sudah sering membantuku dalam hal apapun. I mean, Keenan melakukannya dengan tulus―tak mempunyai maksud lain.

ㅤ"Aah!" Samar-samar, aku mendengar rintihan suara perempuan dari arah belakang. Kontan, kepalaku menoleh, lalu mendapati seorang murid perempuan yang tengah berjalan perlahan, sambil sesekali memegang kaki kanannya. "A-aduh!"

ㅤAku membelalak. "Hei! Lo kenapa?!" Dengan cepat, aku segera berlari, membantu perempuan itu dengan membopong pundaknya. Dalam hati, aku tampak mengingat-ingat sesuatu juga. Ah, dia perempuan yang foto bareng Jaka kemarin. "Astaga, kok kaki lo luka begitu, sih?!"

ㅤ"Ngg... tadi kaki gue kesandung, terus jatu―aaah!" Perempuan itu meringis lagi.

ㅤ"Loh, Risa? Lo kenapa?" Keenan tiba-tiba datang, segera menaruh dua botol minuman yang ia beli barusan.

ㅤ"Kaki dia luka, Nan. Kesandung," kataku pada Keenan. "Lo bawa obat-obatan atau semacamnya?"

ㅤ"Nggak bawa," Keenan menggeleng, menghembuskan napas panjang. Masih dengan mimik khawatir, Keenan kemudian membuka botol minuman yang baru saja ia beli. "Gue bersihin dulu aja lukanya ya, Ris." Kemudian ia mengeluarkan sebungkus tisu, membasahinya sedikit dengan air. "Nah, Khansa, lo coba beli obat merah di minimarket dep―"

ㅤ"Gue bawa. Biar gue aja yang obatin." Aku yang mendengar suara itu langsung mendongak, menatap seseorang yang tiba-tiba saja sudah berdiri di samping. Entah kenapa Jaka lagi yang kudapati. Sembari sedikit menggeser ke arah Keenan, Jaka berjongkok tepat di hadapan teman sekelasnya itu―sembari mengeluarkan beberapa obatan dari dalam tas kecilnya.

ㅤ"Mau gue bantuin nggak, Jak―"

ㅤ"Nggak. Nggak usah." Jaka buru-buru menggeleng, menolak tawaranku, dan tetap fokus mengobati kaki teman sekelasnya yang bernama Risa itu. Lagi, aku hanya bisa terdiam, tertunduk. "Risa, lo bisa jalan nggak?"

ㅤ"Ngg... bisa, mungkin?" Risa terlihat ragu. Lalu, perlahan ia bangkit dari kursi, namun lagi-lagi ia meringis pelan. Terjatuh lagi ke atas kursi. Kulihat, Jaka menghela napas panjang, terdiam memandang Risa. Perempuan itu hanya tersenyum miris. "Nggak usah khawatir. Ntar―"

ㅤUcapan Risa langsung terputus tatkala tangannya tiba-tiba saja bergerak membopong pundak Risa. Jelas, aku dan Keenan mematung di tempat. Saling melirik, kemudian membuang pandangan satu sama lain. "Gue anter lo aja ke bus," kata Jaka, kemudian bersiap melangkah.

ㅤRisa menatapku sesaat. "Ngg... lo berdua... t-thanks ya udah bantuin gue barusan," ujarnya, membuatku hanya bisa mengangguk pelan. Kemudian pandangannya beralih ke arah Keenan. "Nan, dan ehm―"

ㅤ"Khansa," potongku cepat.

ㅤRisa tersenyum. "Ah ya, Keenan, Khansa, thanks ya. Maaf gue terlalu ngerepotin lo berdua. Kalau gitu, gue sama Jaka duluan." Kemudian, Jaka dan Risa mulai melangkah pergi, meninggalkan Khansa dan Keenan yang masih terdiam di dekat kursi taman.

ㅤ"Sa, ini minum." Keenan tiba-tiba saja menyodorkam sebotol minum yang masih disegel ke arahku. Dahiku mengerut, bingung. Sementara Keenan hanya membalasnya dengan senyuman miring. "Bukannya tadi lo bilang haus, kan? Nih, ambil aja punya gue. Nanti gue bisa beli lagi. Cepetan diminum. Gue nggak mau lo mati konyol cuman karena kehausan."

ㅤDengan sedikit ragu, akhirnya aku memutuskan untuk mengambil botol minum tersebut, kemudian meneguknya sebentar. "Makasih, Keenan. Maaf gue terlalu ngerepotin," gumamku pelan, sembari melangkah.

ㅤKeenan hanya mengangguk pelan. "Gue cuman bisa beliin lo air putih. Nggak apa-apa, kan?" Ia menatapku tak enak hati. Sementara aku hanya menanggapinya dengan kekehan pelan. "Uang gue pas-pasan. Sisanya ada di bus. Jadi ya... gue cuman bisa beliin air putih buat lo."

ㅤ"Nggak apa-apa, elah." Aku menepuk-nepuk pundak Keenan. "Lagian, lo itu kenapa terlalu baik ke gue sih, Nan? Jarang-jarang gue punya temen sebaik lo gini. Yah, sekalipun gue punya temen kayak Rein atau Sena, tapi sebenernya, gue jauh lebih deket sama lo daripada mereka berdua. Kan... rasanya aneh."

ㅤKeenan kontan tertawa renyah, "Gue emang baik ke semua orang, Sa. Termasuk ke lo."

ㅤ"Oh, ya?" Alisku tertaut sebelah. Tapi tiba-tiba, pikiranku teringat akan kejadian beberapa menit yang lalu. Tanpa sadar, sebuah senyuman miris terukir di ujung bibirku. Hah, mungkin Jaka emang baik dan perhatian ke semua orang. Bukan cuman ke gue doang.

ㅤ"Iya. Gue baik ke semua orang," Keenan tersenyum miring, menatapku beberapa saat. "Tapi, kalau ke lo beda, Khansa. []

🌼 🍃 🌼


a.n
Keenan apa Jaka?

Alasannya?

Btw mau double up tapi- hng.

DestinationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang