{3}: Malu

2.6K 595 40
                                    

"Terima kasih atas jasamu, Jaka Algifari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Terima kasih atas jasamu, Jaka Algifari. Semoga ini bukan yang terakhir."

   
  

― ❁ ―

  

"LAGI buru-buru?"

ㅤAku tersadar dari lamunanku tatkala suara berat Jaka memecah keheningan di antara kami. Melihat pantulan wajahnya di spion sekilas, aku menggeleng pelan. "Emangnya kenapa?" Aku balik bertanya, seraya menautkan salah satu alisku.

ㅤ"Nggak. Tadinya kalau lo lagi buru-buru, gue mau lewat jalan pintas biar nggak terlalu macet. Tapi, karena lo lagi nggak buru-buru ya udah, kita lewat jalan biasa aja," balas Jaka. "Ngomong-ngomong, barusan lo komen apa di foto lukisan gue?"

ㅤ"Keren, menarik, dan perpaduan warna untuk tema yang lo bawa pas." Aku menjawab tanpa keraguan. Dengan sedikit senyum simpul yang terukir di ujung bibir, aku menengok sedikit ke arah Jaka. "Lo yang buat sendiri lukisannya?"

ㅤJaka mengangguk.

ㅤ"Ha, keren juga," aku bergumam pelan. Kembali membayangkan bagaimana indahnya lukisan yang Jaka buat. Sungguh, aku tidak berbohong kalau lukisannya memang benar-benar bagus. "Lo suka ngegambar atau semacamnya?"

ㅤLaki-laki itu mengangguk lagi.

ㅤ"Jangan bilang di sekolah lo ikut ekstrakulikuler seni rupa? I mean yang ada ngegambar gitu. Iya, kan?" Kali ini, seratus persen aku yakin tebakanku benar. Satu detik, dua detik, Jaka terlihat diam sebentar. Tepat di detik ketiga, ia menggeleng santai, membuat kedua alisku langsung bersatu, tampak bertanya-tanya.

ㅤ"Nggak juga," Jaka membuang napasnya sejenak, "gue ikut fotografi."

ㅤ"Oh, ya?" Ekspresiku sedikit tak percaya.

ㅤ"Lebih suka fotografi daripada ngegambar," Jaka melanjutkan, diselingi kekehan pelan. "Btw, lo kapan turunnya? Udah sampe ini." Ucapan Jaka sukses membuatku sedikit tersentak pelan saat menyadari kalau kami sudah memasuki area sekolah.

The heck. Perasaan tadi masih jauh. Kenapa sekarang udah sampai aja?

ㅤDengan kikuk, aku segera turun dari motor, mengeluarkan selembar uang yang sudah kusiapkan di saku celana. "Dua puluh ribu, kan?" tanyaku pada Jaka untuk memastikan. Laki-laki itu mengangguk, lantas menerima uang yang kusodorkan padanya. Sebuah senyuman tipis tak lupa kusunggingkan ke arahnya. "Thanks ya, Jak."

ㅤJaka mengangguk singkat, membuatku langsung berbalik, berniat melangkah memasuki gerbang sekolah.

ㅤ"Khansa." Tiba-tiba, makhluk itu memanggilku. Refleks, langkah kakiku terhenti karena interupsi Jaka barusan. Dengan bingung, aku menoleh, menatap Jaka dengan tatapan tak mengerti. Samar-samar, aku mendengar ia terkekeh di balik masker. "Helmnya dilepas dulu."

ㅤO-oke. Ini cukup memalukan, anyway. Ketika kamu baru saja turun dari motor dan langsung melesat begitu saja tanpa melepas helm yang kalian gunakan. Jujur, aku sering sekali mengalami hal memalukan ini. Hanya saja untuk kali ini... aku benar-benar malu. Masalahnya, kenapa harus di depan Jaka, sih? Sial.

ㅤDengan sedikit menahan malu, aku memberanikan diri melangkah mendekat ke arah Jaka untuk mengembalikan helm yang kugunakan ini. Tanganku kemudian bergerak membuka pengait helm tersebut. Sial, cobaan apa lagi sekarang? Kenapa helm ini tidak bisa dibuka? Dammit.

ㅤ"Kenapa? Susah?" Jaka yang tahu aku sedang kesulitan justru hanya memandangku dengan tatapan tanpa dosa. Hei, laki-laki ini tidak berniat membantuku apa? Nyebelin banget, sih. "Bisa nggak bukanya?"

ㅤ"Kok susah?" Mulutku mulai mendumal. Bahkan, beberapa kali aku berusaha untuk membuka pengait helm ini, namun tetap saja gagal. "Duh gimana, nih? Kok nggak bisa sih, Jak?" gerutuku pelan.

ㅤTanpa aba-aba, kedua tangan Jaka langsung menyingkirkan tanganku dari pengait helm tersebut. Dengan sedikit tenaga, ia pun berusaha membukakan helm hitam itu. Aku tercenung, melihat aksinya yang mendadak di luar ekspetasiku. Bahkan, mataku sempat tak mengerjap untuk beberapa detik hanya karena melihat Jaka yang serius membantuku untuk melepas helm. Oh, ayolah. Lo kenapa sih, Sa?

ㅤ"Lain kali, jangan langsung pergi. Lepas dulu helmnya. Dan kalau kesusahan buat buka helm, bilang. Biar gue bantu." Jaka menyeletuk, seraya menggantung helm hitam tersebut di gantungan motor. "Gue―sebagai driver―harus melayani penumpang dengan baik. Termasuk lo."

ㅤAku mematung, tak berkedip.

ㅤ"Thanks, ya." Bisa kurasakan Jaka tersenyum miring di balik masker. Memberi jeda sesaat, ia menarik napas pendek. "Jangan lupa bintang limanya. Kalau bisa, lo tinggalin komen juga. Oke?" Laki-laki itu mengingatkan, membuatku hanya bisa bungkam. "See you."

ㅤTanpa menunggu balasan dariku, Jaka sudah melajukan motornya duluan meninggalkanku sendirian di depan gerbang sekolah. Sementara aku? Aku masih membatu di tempat, sambil memegang kedua benda kesayanganku di genggaman tangan. Ponsel dan earphone.

ㅤBegitu salah satu tanganku bergerak membuka layar ponsel, tiba-tiba aplikasi jasa transportasi online itu terbuka. Menampakkan profil Jaka dengan foto yang tak begitu jelas terlihat. Aku terdiam sejenak, memandang layar ponselku.

Dan entah ada dorongan dari mana, tiba-tiba tanganku bergerak untuk memberikan bintang lima untuk Jaka. Ya, itu karena dia juga memberi pesan padaku barusan bahwa aku harus memberikan rating tinggi untuknya. Jujur, aku sendiri tidak merasa keberatan. Entah kenapa.

ㅤBegitu mataku melihat kolom pendapat di bawahnya, aku terdiam untuk beberapa saat. Lantas, tersenyum tanpa sadar begitu jemariku mulai lincah mengetikkan sesuatu di atas layar ponsel.

"Good service! Semangat, Jaka!"


*SENT*

🌼 🍃 🌼

a.n
Halo. Maaf ya updatenya jadi pagi xD jangan lupa berikan komen dan suara!

DestinationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang