"Jangan marah kalau gue buat lo nunggu."
― ❁ ―
ㅤ"JAK, sesuai pesenan lo." Kevin tiba-tiba menyodorkan sebuah kotak berukuran lumayan besar ke arahku. Aku―yang kala itu tengah sibuk mengunyah roti―lantas tersenyum semangat begitu kotak berukuran seperti kotak sepatu itu ada di pangkuanku. Kevin menghela napasnya, terduduk di kursi samping ranjang. "Apaan sih, Jak, isinya? Berat banget. Mana lo maksa-maksa bawain itu lagi."
ㅤ"Sesuatu yang penting," balasku singkat, lantas menggerakan tanganku untuk membuka kotak tersebut. Begitu kotak terbuka, aku terdiam. Ini adalah barang-barang yang sengaja kubeli untuk... Khansa. Tidak tahu apa alasan pastinya aku membelikan ini. Hanya saja aku ingin memberikannya sesuatu semacam kenang-kenangan, mungkin? Entahlah. Bisa dibilang seperti itu.
ㅤ
ㅤ"Anjir, lo ngapain beli novel sebanyak―" Kevin belum sempat melanjutkan ucapannya. Tapi, beberapa detik kemudian ia baru paham maksudku. Kontan, laki-laki itu mengangguk paham, menahan senyum di ujung bibir. "Nggak ngerti sih gue sama lo. Kelewat romantis, tapi nggak jadian. Jadi greget sendiri. Kenapa sih lo berdua nggak jadian, astaga."ㅤ"Nggak ah, ntar bisa putus," kataku, lalu sibuk merapikan beberapa barang dalam kotak tersebut. "Kan kalau nikah nggak."
ㅤ"Tapi bisa cerai!" sungut Kevin gemas. Aku tertawa mendengar jawabannya.
ㅤ"Kan gue maunya pacaran setelah nikah. Biar ada sensasi juga, sih. Maksudnya, kalau pacarannya sekarang kan gampang bosen. Mending ngedadak, langsung nikah. Tapi pacarannya setelah itu. Tahu aja lebih enak digoreng dadakan kan daripada digoreng duluan?" balasku, membuat Kevin langsung berdecak.
ㅤ"Jayus lo," sahutnya malas. "Eh, Jak, gue baru inget. Tadi gue nggak sengaja ketemu Khansa di toko roti. Terus dia ngasihin ini ke gue." Mendadak, Kevin memberikan sepucuk surat padaku. Dahiku mengerut, bingung. Khansa memberi surat? Tumben. "Dia ngasih surat ini ke gue. Katanya tolong titipin ke Jaka. Apaan sih isinya? Duit? Ngegantiin utang lo kali, ya?"
ㅤTatapan tajamku langsung mengarah ke arahnya. "Sembarangan. Nggak mungkin, lah," sungutku, yang hanya dibalas sebuah cengiran kecil. Jemariku dengan gesit membuka surat tersebut, kemudian menarik sebuah kertas yang ada di dalamnya. Isinya tulisan, jelas. Tapi, hanya sebuah tulisan singkat, yang justru membuatku memutar otak. Apa-apaan ini? Kenapa Khansa mengirimkanku surat seperti ini? Apa maksudnya?
ㅤ"Kenapa, Jak?" Kevin tampaknya juga ikutan penasaran melihat ekspresiku yang mendadak berubah.
ㅤSatu detik. Dua detik. Aku diam, tidam bergeming. Tapi di detik ketiga, napasku seketika tercekat.
ㅤ
ㅤ'It's really Au Revoir. See you again.
# 06.01'Khansa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destination
Fiksi PenggemarㅤApa bagian tersulit dalam kehidupan? Bagi Jaka dan Khansa ada satu. ㅤMenentukan tujuan hidup dan hati.