"Baru hari ini kita kenal. Tapi, kenapa aku merasa tidak ingin semuanya berakhir? Ini terlalu cepat, kamu tahu?"
ㅤ―❁―
ㅤ"SA, bangun." Tiba-tiba, aku merasakan sesuatu menepuk-nepuk pipiku dengan pelan. Lantas aku terbangun perlahan, membuka mataku yang sempat terpejam beberapa menit. Tunggu dulu, bukankah aku sedang berdiri di KRL sambil memegang pegangan yang menggantung di atas kepala? Kenapa aku bisa tertidur?
ㅤDan barulah ketika jiwaku sudah terkumpul sepenuhnya, aku tersadar jika sejak beberapa menit yang lalu, aku tertidur di bahu Jaka. Kontan, mataku membelalak, sedikit terkejut. Heh? Kenapa bisa-bisanya aku tertidur di atas bahu laki-laki yang sedang membelakangiku itu?
ㅤ"Enak banget tidurnya, Mba?" sindir Jaka, setengah berbisik.
ㅤMendengarnya, aku hanya mendengus pelan. "Sorry. Ngantuk banget habisnya."
ㅤ"Jangan tidur lagi," ujar Jaka. "Sebentar lagi mau sampai."
ㅤAku mengangguk paham, kemudian terdiam lagi, membenarkan posisiku agar tetap seimbang dan tidak terjatuh lagi. Sesekali, aku memperhatikan Jaka yang tengah berdiri membelakangiku. Gayanya memang seperti anak laki-laki pada umumnya. Memakai kaos putih yang dipadu dengan kemeja jeans, serta celana jeans hitam dan sneakers yang senada, terakhir, earphone putih yang tersumpal di kedua telinganya. Kalian bisa bayangkan betapa ehm-tampannya seseorang jika tampil dengan gaya penampilan seperti ini. Dan kuakui tanpa kemunafikan, i-love-his-style-today.
ㅤHanya satu yang kurang.
ㅤAku belum tahu wajah Jaka sepenuhnya. Apa dia benar-benar tampan seperti yang kubayangkan? Atau mungkin tampan seperti aktor-aktor film yang kukagumi? Itu masih jadi pertanyaan. Yah, masker yang dia gunakan ini jadi pengahalang atas rasa penasaranku. Semoga dia cepet sembuh.
ㅤ
ㅤ"Yang tadi itu serius?" tanyaku, setengah berbisik di telinga Jaka.ㅤYang ditanya menoleh, kemudian menyeretku sedikit ke depan. Kini, aku berdiri tepat di sampingnya. Ia memandangku, menautkan alis. "Yang tadi yang mana?" Jaka bertanya, jelas terlihat bingung.
ㅤAku mengangkat novel yang Jaka beri barusan. "Tentang novel ini," ucapku, seraya menarik napas sejenak. "Kalau gue tertarik, lo beneran ngasih buku ini ke gue?" tanyaku, memastikan lagi apakah Jaka benar-benar serius dengan ucapannya atau tidak.
ㅤJaka segera melepas salah satu earphone-nya. Ia baru saja ingin membalas pertanyaanku, namun, melihat pintu KRL yang tiba-tiba terbuka, lantas ia segera menarik lenganku lagi untuk keluar dari dalam kereta. Lagi-lagi, aku harus berusaha menembus lautan penumpang yang ramai. Beruntungnya, lautan manusia itu tidak seramai saat pergi tadi.
ㅤ"Jaka," panggilku lagi, membuat makhluk itu langsung menoleh. "Pertanyaan barus―"
ㅤ"Ngapain mengulang pertanyaan yang sama kalau udah tahu jawabannya?" Jaka menyela ucapanku dengan gesit. Kontan, buru-buru aku mengatupkan mulutku yang baru saja ingin protes. "It-will-be-yours. Dengan syarat, lo harus berhasil baca sampai habis. Dalam artian, lo tertarik baca novel itu."
ㅤJawaban Jaka sukses membuat ujung bibirku tertarik ke atas, membentuk sebuah lengkungan kecil. "Thanks, Gifari!" ucapku spontan, membuat Jaka lantas memandangku bingung. Aku hanya menyengir, mengangkat kedua jariku membentuk huruf V. "Kenapa? Kan nama lo ada Gifari-nya gitu."
ㅤ"Terserah Arumi." Jaka memutar bola matanya jengkel. Uh- lucu sekali. EY- what did i say? Lucu? Jelas masih lebih lucu aku, kan?
ㅤEkspresi Jaka mendadak berubah tatkala melihat ponselnya yang tiba-tiba saja bergetar. Dahinya tampak mengerut sejenak, memandang sesuatu yang tertera di layar ponsel. Mungkin seseorang meneleponnya?
ㅤ"Assalamualaikum. Halo?"
ㅤDan Jaka mulai sibuk dengan teleponnya. Sementara aku? Aku sibuk memperhatikan novel bergambar rintik hujan itu. Sesekali, aku membuka halaman demi halaman demi melihat isi novel tersebut. Sudah kuduga, isinya tulisan semua. Dan hal seperti ini Jaka bilang menarik? Aku jadi ragu dengan ucapannya. Hawa-hawa bakal ngembaliin buku dia nih nanti.
ㅤAku melirik Jaka lagi yang sudah mengakhiri sambungan teleponnya dengan seseorang. "Habis ini kita ke mana lagi?"
ㅤ"Ehm―pulang," balas Jaka singkat. Dengan ekspresi yang sedikit berbeda, Jaka menghela napas pendek. "Kayaknya, gue nggak bisa anter lo pulang sampai ke rumah karena gue harus pulang cepet sekarang. Nyokap gue tiba-tiba aja sakit."
ㅤKalimat itu... terdengar aneh.
ㅤJelas sangat aneh.
ㅤMemangnya, aku meminta Jaka untuk mengantarkanku pulang sampai ke rumah?
ㅤ"Maaf." Jaka terlihat sedikit tidak enak. "Nggak apa-apa, kan?"
ㅤ"E-eh? Kok malah minta maaf?" Aku sedikit gelagapan menanggapinya. Pasalnya, aku juga bingung kenapa Jaka tiba-tiba meminta maaf. "Ng-nggak usah minta maaf, elah. Kan gue... juga nggak minta lo buat nganterin gue pulang sampai ke rumah. Iya, kan?"
ㅤKulihat, Jaka menggaruk tengkuknya. Salah tingkah, mungkin?
ㅤ"Yaudah," memberi jeda sesaat, Jaka menarik napas. "Kalau gitu... gue duluan, ya." Laki-laki itu kemudian berbalik, menatapku untuk beberapa detik sebelum akhirnya berniat melangkah pergi meninggalkanku sendiri di stasiun. "Thanks for today."
ㅤJaka pergi. Dan bodohnya, aku masih berdiri di tempat yang sama, menatap punggung yang mulai menjauh itu.
ㅤ"Jaka!" Mulutku menyerukan nama itu secara tiba-tiba. Spontan, makhluk itu menghentikan langkahnya, namun tak berbalik. Aku tersenyum tipis, menyeru lagi. "Thanks for many things, today! Buat lo dan nyokap lo... cepet sembuh! Jangan lupa jaga kesehatan!"
ㅤJaka tak bergeming. Dia sama sekali tak menoleh ke arahku. Sial, dia mendengarku tidak, sih?
ㅤPerlahan, senyumanku memudar, tergantikan dengan raut wajah yang sedikit masam sekaligus kesal. Kesal karena Jaka tak menanggapi ucapanku sama sekali. Namun, beberapa detik setelahnya, mendadak Jaka mengangkat salah satu tangannya, lalu membentuk kata 'O.K' menggunakan kedua jarinya.
ㅤAku terpatung di tempat.
ㅤAku kira, dia tidak mendengarnya.
Tapi ternyata―aku salah.ㅤ'Sorry, Jaka. I didn't mean to. Ehe. Thanks a lot for today and also for this book! 💕'
ㅤKalimat itu―entah kenapa aku simpan begitu saja di dalam memo ponselku. Dan sejak hari dimana aku bertemu Jaka, kebiasaanku mulai bertambah. Membaca novel dan menulis momen-momen penting bersama Jaka dalam memo. []
🌼 🍃 🌼
ㅤ
a.n
As always, aku buat cerita berdasarkan kisah nyata. Yang bagian awal aja sih. Itu beneran kejadian, serius. Bedanya, doi setahun lebih tua. Yup! Dia senior di sekolah. Dan bayangin aja doi nge-grab pas weekend. Padahal seninnya USBN. Gila nggak tuh? :(
KAMU SEDANG MEMBACA
Destination
FanfictionㅤApa bagian tersulit dalam kehidupan? Bagi Jaka dan Khansa ada satu. ㅤMenentukan tujuan hidup dan hati.