Prolog

23.3K 2K 88
                                    

Semusim aku lewati tanpa kamu.
Detik-detik pun berlalu, menyiksa hatiku.
Mungkinkah disana kau rasakan yang sama?

Hari pun berganti bulan jadi tahun.
Tapi masih tetapku pertahankan janji yang terucap antara kau dan aku untuk selamannya.

Takkan berubah perasaanku pada dirimu meskipun kita jauh.
Takkan berkurang kerinduan ini.
Cepatlah pulang, aku menunggu mu.
Sungguh aku rindu kamu.

Namanya Thalassa Anindita. Gadis sederhana yang meminjam nama dari salah satu dewi Yunani. Matanya bulat dan hitam, segelap malam. Hidungnya mancung dan bibirnya mungil seperti anak kecil. Tidak ada yang istimewa dari gadis yang menyandang nama dewi laut itu. Satu-satunya yang istimewa hanya hatinya yang masih ia jaga rapat-rapat demi sang planet yang sudah tidak diketahui dimana keberadaannya.

Mata Asa menatap lurus ke arah layar ponselnya. Jarinya tak berhenti memainkan benda persegi panjang itu. Sampai satu ketika gadis itu menemukan satu foto yang diambilnya dari instagram.

Asa menghela napas berat dan mengingat kembali apa yang terakhir dikatakan laki-laki itu padanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Asa menghela napas berat dan mengingat kembali apa yang terakhir dikatakan laki-laki itu padanya.

Jangan terbawa perasaan Saturnusku. Cukup ada perasaan saja atau jangan lagi. Jangan ada perasaanku di dimensi ini, nanti kau merasa sesak sendiri.

Aku ingin mengatakan terimakasih padamu. Tapi seperti yang ku bilang, aku sudah mabuk terima kasih dan mungkin sekarang aku sedang mabuk dengan rinduku

Selamat bertemu di dimensi lain. Aku akan berpesan pada black hole agar memperlakukanmu dengan baik. Kau tahu? Black hole itu teman baikku. Jadi jangan risau disakiti. Jangan risau akan hilang. Aku menunggumu disana.

Drttt! Drtt!

Suara notifikasi ponselnya itu menariknya kembali ke Bumi. Asa menghela napas panjang dan memilih tidak menghiraukan panggilan telepon itu.

Kini Asa menatap lautan di hadapannya. Ombak-ombak pun tak lagi malu menyentuh kakinya. Terdiam cukup lama memandangi lautan itu membuat dadanya kembali sesak.

Samudra.

Cukup satu kata itu yang mampu membuka memori lama yang sudah berusaha dia kubur, tetapi selalu gagal.

Kenangan memang akan selalu memainkan perannya, ia menggambar dirinya sendiri pada dinding perasaan yang tak bisa  benar-benar kita tebak dimana letaknya.

Satu saat kita merasa tak mampu menghapus gambar kenangan yang terlukis di dalam hati. Tapi pada masa berikutnya, kesendirian menariknya kembali dengan cara yang tak pernah kita sangka. Walau hanya sekilas.

Kita tak pernah tahu kapan kenangan akan benar-benar lenyap, atau memang sebenarnya memang tidak ada yang sepenuhnya tuntas dari apa yang berupaya kita tinggalkan. Barangkali serpihannya tetap tersimpan di tempat tersembunyi yang tak bisa sembarang dicari. Lalu pada waktu tertentu, Tuhan akan menunjukkan pembelajaran.

Kita selalu punya pilihan. Terus menurutinya atau menghentikannya, membiarkan kenangan itu kembali ke persembunyiannya.

Kenangan terkadang memang begitu polos, ia datang dan pergi tanpa tahu apa yang telah dibangkitkannya. Ia membiarkan kita memilih sendiri, menjadikannya beban atau batu loncatan.

Asa melihat kembali foto yang ada di galeri ponselnya itu. Tak lama kemudian, jarinya menekan-nekan layar itu dengan gesit.

Delete this photo?

Yes.

Tidak.

Asa memang tidak berniat melupakan 'dia', tapi memilih melebur bersamanya.

PLUTOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang