Virgo

5.5K 851 39
                                    

Jakarta pagi ini cerah sekali. Banyak orang berlalu lalang. Sibuk sendiri karena dikejar waktu. Beberapa dengan ponsel yang menempel di telinga mereka. Hanya sedikit yang berjalan santai. Mengobrol dengan orang disampingnya. Padahal waktu menunjukan pukul tujuh pagi. Belum lama setelah matahari menyapa Bumi.

Asa bersender di kaca luar kedai yang baru saja dikunjunginya. Angin besar menerpa dress motif bunga kamboja berdominan hijau tosca yang dikenakannya. Jangan lupakan rambut Asa yang tentu saja ikut berantakan karenanya.

"Samudra!!" Asa berteriak ketika pintu mobil hitam yang baru saja berhenti di parkiran terbuka dan menampakan  Samudra dari dalam.

Samudra turun dari mobil itu, tak lama kemudian Bima menyusulnya. Melihat Samudra berjalan mendekatinya, Asa ingin sekali berlari memeluknya. Empat hari terasa empat tahun baginya, terlebih lagi empat hari tanpa Samudra.

Karena Samudra tak kunjung juga dekat, Asa berinisiatif sendiri untuk berlari memeluk pemuda itu. Dan setelah Asa sudah berada di dekat Samudra, gadis itu langsung melompat memeluk pemuda itu.

"Hadeh, lu kayak anak kecil nemu balon tau nggak?"

Asa tak segan-segan menjewer telinga Bima dari samping, padahal gadis itu masih memeluk Samudra saat ini.

"Adaww.. aw aw aw aw!! Gila lo ya?" ucap Bima sambil menggosok-gosok telinga kanannya yang mulai memerah.

Asa melepaskan pelukannya. "Kenapa kalian lama banget sih di Bandung?"

"Ya lo kira kita disana beli es kepal milo doang? Cuma sehari terus balik lagi?"

"Mending kita masuk dulu. Nggak enak jadi tontonan orang disini." ucap Samudra sambil merangkul pundak Asa. Sementara Bima mengumpat pelan sambil berjalan di belakang.

Asa sempat terkejut sebentar karena diperlakukan seperti itu. Tapi gadis itu tetap menurut dan berjalan memasuki kedai es krim. Tak lama kemudian, Asa membalikkan badannya menghadap Bima sambil mengacungkan jari tengah kepadanya.

-PLUTO-

"Kabar baik, Asa." Suara Samudra membuyarkan lamunan gadis itu. Samudra kembali berjalan ke arah Asa sambil membawa mie instan di tangannya. "Kita punya dua bungkus mie cup."

Yap. Saking rindunya Asa pada Samudra. Gadis itu sekarang masih bertahan di rumah pemuda itu. Sekarang sudah pukul tujuh malam dan gadis itu masih tidak mau beranjak dari rumah Samudra. Melepas rindu, katanya.

Padahal Samudra hanya pergi ke Bandung, itupun hanya empat hari untuk tugas kuliah. Ah, tapi sepertinya Samudra tidak ambil pusing soal itu. Yang membuat Asa tertegun adalah Samudra benar-benar membuktikan ucapannya. Perlahan, Samudra jadi mulai tidak kaku seperti biasanya. Dan itu terlihat menggemaskan bagi Asa.

Asa membalas ucapan Samudra dengan senyuman. Samudra lalu mulai membuka kemasan mie cup itu lalu mengisinya dengan air panas.

"Aku lagi sakit dan kamu ngasih makan aku mie?" Asa tergelak sambil terus mengagumi Samudra yang bahkan hanya mengaduk-ngaduk mie saat ini. "What a good future husband."

Sebenarnya Asa tidak sakit parah, hanya flu biasa. Dan lagi, Asa memang mengharapkan akan menikah dengan Samudra.

Samudra tersenyum tipis. "Ini akan jadi makanan pokok kita. Noodle for life!" Ucap Samudra sambil memberikan satu cup mie pada Asa.

"Boleh gak kita makan di teras luar aja?" Asa menunjukkan barisan giginya untuk memohon pada Samudra. "Please."

Samudra langsung menggeleng keras. "Kamu lagi sakit dan diluar berangin. Let's just play some good movies."

"Mungkin ada bintang malam ini, siapa yang tahu?" Asa mengedik, kembali memohon.

"Boleh ya? Kita bisa bawa dua selimut keluar." Asa memohon sekali lagi.

Samudra menghembuskan napas, pura-pura berpikir sebentar. "Baiklah, dua selimut dan pelukan sepertinya tidak buruk."

Pada akhirnya Asa membawa dua cup mie instan dan Samudra membawa dua selimut. Lalu mereka duduk di teras depan rumah Samudra untuk menghabiskan waktu.

Samudra tidak berbohong tentang betapa beranginnya malam ini.

Tapi hal itu terkalahkan saat Asa melihat bulan cantik pada malam itu, meskipun sebenarnya Asa mengharapkan melihat bintang di langit malam saat ini.

"Whoaaaa ada bulan. Cantik banget!"

Samudra mendongak setelah sebelumnya melingkupi badan Asa dengan selimut. Senyum manis terulas di bibirnya.

"Ah, hari ini ada Halo Bulan. Coba perhatikan, ada cincin yang mengelilingi bulan itu."

Mereka berdua pun akhirnya menghabiskan mie instan itu dalam hitungan menit ditemani oleh bulan yang menerangi malam. Setelah itu, Asa menyandarkan badannya di dada Samudra lalu mereka berdua menatap kegelapan langit malam sambil diisi dengan percakapan tidak penting atau terkadang penting.

"Cincin yang mengelilingi bulan malam ini terlalu indah," Asa menusuk-nusuk pipi Samudra. "don't you think so?"

"Lebih indah cincin yang mengelilingi Saturnus." Jawab Samudra cepat diikuti sedikit tawa.

"Gombal!" Asa berdecak. Lalu kemudian Asa pun semakin mengeratkan pelukannya pada Samudra.

Menatap wajah Samudra sedekat ini membuat Asa takut. Bagaimana jika kebahagian ini sementara? Bagaimana jika Samudra memilih untuk meninggalkannya suatu saat nanti? Apakah dia akan kembali terpuruk seperti sebelum-sebelumnya? Atau kah lebih parah?

"Hatchiiiii!!!!"

Melihat itu Samudra buru-buru mengambil tisu yang tadi ia bawa juga, lalu menempelkannya pada hidung Asa sambil membersihkannya. Setelah itu, Samudra membawa Asa masuk ke dalam rumahnya.

"Aku mau nginep disini aja." Ucap Asa setelah masuk kedalam rumah.

"Saya nggak mau besok-besok kita dipaksa nikah sama warga sini."

Asa memanyunkan bibirnya. "Di rumah aku nggak ada orang, Sam. Kita kan pisah kamar."

Samudra berpikir sebentar. "Besok Saturnus akan menampakan diri di Bumi."

Asa mengecek tanggal dari ponselnya. Besok tanggal 27 juni. Senyum riang langsung terbit di wajahnya. "Nah yaudah, besok malam kita bisa lihat bareng. Iya kan?"

"Asal kamu jadi anak baik malam ini. Sekarang, saya anter kamu pulang dulu."

-PLUTO-

Setelah mengantar Asa pulang ke rumahnya, Samudra tidak langsung mengendarai kendaraannya menuju arah pulang, tapi ke arah kelab malam.

Pemuda itu menelepon seseorang di seberang sana dan menyuruh orang itu keluar menemui Samudra.

Tak lama kemudian, orang yang ditelepon Samudra berjalan menghampirinya. Dilihatnya wanita itu dengan datar.

"Sudah saya bilang, saya tidak tau ibu kamu dimana!" Bentak wanita itu setelah berada di dekat Samudra.

"Mau kamu tanya berapa kali pun saya tidak tahu!" lanjutnya.

Samudra memasukan tangannya kedalam saku celananya. "Beri tahu dimana ibu saya sekarang dan saya akan pertemukan ibu dengan Asa."

Wanita di hadapannya tersentak.

Dan akhirnya mengangguk pasrah.

PLUTOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang