Bintang

7.5K 1K 81
                                    

Bayangan Samudra tadi malam terlintas lagi dalam benak Asa. Mengingat cara cowok itu memperlakukannya membuat Asa tidak bisa menghilangkan senyumanya kali ini.

"Gila ya?"

Asa menoleh ke arah kirinya dan mendapati Bella Dan Sissy sedang memperhatikannya dengan kening berkerut.

Asa hanya mendengus.

"Eh tadi si Bima bilang katanya lo jangan lupa rapat sore ini." Bella berkata sambil memakan ice cream yang baru saja ia beli tanpa menoleh pada Asa.

"Wah makin deket aja lo sama Bima." celetuk Sissy.

"Dulu siapa tuh yang bilang jangan mau sama anak foga? Eh sekarang si Bima diembat juga. Bima kuah santen loh Bel, bukan kuah bayem." Asa menimpali.

Bella memutar kedua bola matanya dan berusaha tidak mendengarkan ucapan kedua sahabatnya. "Gue udah nggak suka kuah bayem. Hambar."

Asa hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum geli. Meskipun mereka jarang bersama, tapi Asa sudah paham bahwa sahabatnya itu memang selalu termakan omongannya sendiri.

"Eh gue duluan deh ya, mau ke ruang Bu Lisa." Asa memang sudah memantapkan hatinya untuk menghadapi masalahnya saat ini. Dan ia juga memilih tidak memberitahukan masalah ini kepada dua sahabatnya.

"Lah nggak ke kantin dulu aja?" tanya Sissy heran. Sebetulnya perempuan itu juga heran kenapa akhir-akhir ini lebih Asa sering pergi ke ruangan dosen. Terlebih lagi Bu Lisa adalah salah satu dosen yang paling dihindari Asa, bahkan mahasiswa-mahasiswa lainnya.

"Ntar nyusul aja ya, bye."

Setelah berpamitan kepada kedua sahabatnya, Asa bergegas ke ruangan dosen galak itu. Akhir-akhir Asa juga sedang menghindari Sissy dan Bella. Dia tidak mau terlalu bergantung dengan orang lain. Dia terlalu takut membuat kecewa orang lebih banyak lagi.

Takut jika kedua sahabatnya itu tau apa yang dialami Asa, akankah mereka berdua tetap ada disampingnya atau pergi seperti teman-temannya yang dulu?

- P L U T O -

Satu hal yang akan Asa lakukan setelah keluar dari ruangan dosen itu adalah memaki. Satu jam tadi terasa seperti bertahun-tahun di neraka. Ingin sekali Asa memaki dosen bermata empat itu tapi umpatannya tetap saja tertahan.

"Asa! Kamu itu buat ibu pusing saja!" Asa menirukan gaya Bu Lisa sambil menghentakan kakinya dengan kesal. "Merepet lah terus Bu."

"Uh kesel! Kesel kesel kesel! Aaaaaaaaaa. Kenapa sih malaikat pencabut nyawa kayak gitu dibiarkan berkeliaran bebas di bumi yang indah ini? Kenapa sih ga-"

"Udah marah-marahnya?"

Mendengar suara berat itu, Asa langsung menoleh.

Yap benar. Siapa lagi kalau bukan Samudra.

Dengan tubuh yang menyender ke tembok sambil menyilangkan kedua tangannya, Samudra menatap Asa datar. Tak berselang lama, Samudra menghampiri Asa yang masih kaget akan kehadirannya.

Melihat Samudra mendekat, Asa bingung harus berbuat apa. Pasalnya, perempuan ini masih canggung karena perlakuan Samudra semalam.

"Ngapain lo?" Tanya Asa ketika Samudra sudah mendekat.

"Nyari pokemon."

"Dih bisa ngelawak juga nih orang."

"Laper nggak?" tanya Samudra sambil memasukan kedua tangan kedalam saku celananya.

"Gue gak bakal jawab kalau nggak ditraktir."

Samudra mendengus. "Mau apa?"

"Kinder joy." Jawab Asa.

PLUTOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang