Saturnus

5K 840 103
                                    

"Ibu saya sakit apa, tante?"

Samudra menatap ibunya yang sedang terbaring lemah di brankar rumah sakit lewat jendela kaca.

"Kamu tanya saja sendiri." jawab wanita di sebelahnya. "Jangan salahkan diri sendiri, dia memang tidak mau terlihat lemah oleh orang lain. Dari dulu."

Mendengar itu, Samudra menarik napas panjang dan membuka pintu kamar itu lalu berjalan perlahan mendekati ibunya.

Kini yang ada dihadapannya bukan lah ibu yang selama ini terlihat seperti monster. Yang Samudra lihat saat ini adalah wanita tua renta yang terlihat seperti mau mati. Untuk pertama kalinya. Atau mungkin ini bukan kali pertama?

Samudra berusaha menguasai diri, mencoba menyentuh tubuh ibunya yang semakin terlihat kurus.

"Ibu sakit?" Tanya Samudra sambil menatap penuh kekuatiran.

"Iya." Jawab ibunya dengan parau.

"Ibu sakit apa?"

Tidak ada jawaban. Ibunya hanya menatapnya dengan tatapan muak. Samudra menahan rasa sakit yang mulai terasa itu. Dan Samudra juga sudah tau kalau ibunya sakit jantung, hanya saja, dia ingin ibunya yang menjelaskan sendiri. Ia hanya ingin ibunya meminta pertolongan darinya. Ia hanya ingin ibunya berhenti berputar-pura kuat lagi.

Karena bagi Samudra, dunia ini memang mengerikan. Tapi dunia tanpa ibu lebih mengerikan lagi.

"Mau ngapain kamu disini?" tanya ibunya ketus.

"Mau jagain ibu disini."

"Pulang saja. Saya nggak butuh kamu."

"Ibu!" pekik Samudra putus asa. Pemuda itu menatap ibunya dengan sedih. "Ibu mau mati saja masih begini. Mau kemana ibu nanti?"

"Ke neraka bukan ide buruk. Nah, sekarang kamu pergi. Atau kamu memang berniat bunuh saya nanti malam?"

Itu adalah kalimat mengusir yang cukup membuat Samudra berjalan menjauh walaupun dengan kaki bergetar. Satu sisi hatinya tak ingin meninggalkan ibunya, satu sisinya lagi tak ingin berlama-lama bertengkar lagi dengan ibunya.

Semakin hari keadaan ibunya semakin parah. Samudra baru menyadari kalau selama ini ibunya menutupi wajahnya yang pucat dengan makeup yang semakin lama semakin tebal dan mengerikan. Ia menyembunyikan rasa sakit di badannya dengan sikap angkuh.

Drt!!!

Bunyi panggilan dari ponselnya itu menarik tubuhnya kembali ke realita. Dilihatnya layar ponselnya.

63 missed call.
12 unread message.

Dan semua notifikasi itu berasal dari Asa, seharusnya malam ini pemuda itu sedang berada bersama gadis itu sambil melihat keindahan Saturnus yang muncul di Bumi.

Dia tidak lupa pada janjinya. Tidak akan pernah lupa. Tapi pemuda itu lebih memilih mematikan ponselnya daripada mengangkat telepon dari gadis itu.

Dilain tempat, Asa terus saja menyambungkan panggilannya, tetapi hasilnya tetap nihil. Sudah satu jam Asa menunggu di depan rumah Samudra. Di tangan kirinya ada sebuah kantong besar berisi bahan-bahan makanan yang akan dimasaknya nanti bersama Samudra.

Tadi sore gadis itu bahkan sudah buru-buru pergi ke pasar swalayan agar tidak terlambat datang ke rumah Samudra. Tapi melihat rumah Samudra yang gelap gulita seperti saat ini, harapannya mulai menghilang.

-PLUTO-

Begitu hari berlalu, apa yang ku harapkan dari kamu?

Yaitu wujudmu yang ikut menyatu bersama matahari terbit hari ini.

Maaf karena kelalaian saya semalam, apakah permintaan maaf ini diterima?

-134340

Asa membaca pesan itu dari kertas yang baru saja ia temukan di dalam lokernya. Langsung saja gadis itu menyambungkan panggilannya pada Samudra.

"Permintaan maaf diterima." ucap Asa sambil menyandarkan tubuhnya ke loker.

"Mau jalan-jalan malam ini?" jawab Samudra dari seberang sana.

"Jam tujuh malam, jangan telat."

Setelah itu, Asa menutup teleponnya sambil menyunggingkan senyum lebar.

Berjam-jam berikutnya terasa lambat bagi Asa. Ingin sekali gadis itu cepat-cepat pulang ke rumahnya dan menunggu sampai jam tujuh malam menunggu pangeran menjemputnya dengan kereta kuda.

Sebenarnya Asa sudah mencari Samudra di kampus hari ini, tapi pemuda itu tidak menunjukan batang hidungnya di depan Asa. Tapi Asa tak ambil pusing, karena gadis itu akan bertemu dengan Samudranya nanti malam.

D

an sepertinya Samudra benar-benar menepati ucapannya. Pemuda itu bahkan menjemput Asa sepuluh menit lebih cepat.


Dan disinilah mereka sekarang. Asa sebenarnya tidak tahu Samudra membawanya kemana. Sepertinya tempat yang lumayan jauh dari ibu kota. Buktinya saja sudah satu jam, tapi mereka masih menempuh perjalanan. Asa sengaja tidak menanyakan kemana mereka akan pergi, biarlah Samudra menyiapkan kejutan untuknya.

Tak berselang lama mereka sampai di tempat tujuan. Meskipun sudah sampai, Asa tetap saja tidak tahu dimana ia berada sekarang. Tapi gadis itu masih enggan untuk bertanya. Asa menebak-nebak, mungkin kah sekarang mereka di bukit? Puncak? Ah entahlah. Asa tidak mau pusing memikirkannya.

Samudra mengajak gadis itu duduk di kap mobil. Menikmati pemandangan malam sambil ditemani bintang-bintang di yang menari di langit.

Asa menempelkan telinganya pada dada Samudra lalu memejamkan matanya. "Ada banyak suara yang indah di dunia ini, tapi yang paling aku suka, suara detak jantung kamu."

"Ngutip dari novel forever monday banget? Jantung saya beku, Asa. Yang kamu dengar itu bukan detak jantung saya, tetapi detak jantung kamu yang diam-diam saya rekam dan saya mainkan setiap saat dalam dada ini."

"Hehehhee tau aja. Kamu diajarin gombal sama siapa sih?" tanya Asa malu-malu sambil menyembunyikan pipinya yang mulai memanas.

"Eh, aku kemarin nemuin sesuatu yang unik loh dari Pluto." ucap Asa mengalihkan pembicaraan.

"Apa?"

"Kamu tau nggak ternyata planet Pluto itu dikasih nama sama seorang gadis asal UK bernama Venetia Burney yang waktu itu masih umur 11 tahun."

Samudra mengangguk, sementara Asa berdecak.

"Ah kamu kenapa tau semua sih? Sekarang pura-pura nggak tau aja deh ya."

"Jadi," Asa melanjutkan membaca ponselnya. "Pluto pertama kali ditemukan itu tanggal 1 mei 1930 dan waktu itu masih diketahui sebagai planet beku tanpa nama. Gadis tadi ngasih nama planet beku itu sebagai Pluto, berdasarkan mitologi Yunani yaitu dewa Hades. Dewa Hades dikenal sebagai dewa penjaga akhirat dan menurutnya Pluto menggambarkan kehidupan yang gelap, dingin dan jauh dari planet yang lainnya."

Gadis itu menarik napas sebentar, lalu melanjutkan kembali. "Kakak dari Venetia Burney yang mendengarkan pemikiran adiknya itu, langsung mengirim telegram kepada profesor astronomi yang sedang mempelajari Pluto pada masa itu. Jadi deh sekarang nama planetnya Pluto. Ah coba dulu aku yang kasih nama, pasti bakal aku kasih nama Samudra." jelas Asa sambil menunjukkan deretan giginya pada Samudra.

Samudra tidak memberikan respon apa-apa. Pemuda itu hanya menatap Asa lama dalam diam.

"Asa."

"Hm.."

"Kita putus saja."

PLUTOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang